Pada masa 1649-1660 Inggris merupakan republik yang dikuasai kaum Independen di bawah pimpinan Oliver Cromwell, panglima tentara yang telah mengalahkan Raja Charles I. Pada masa itu Gereja Anglikan kehilangan kedudukan istimewa yang dimilikinya pada masa pemerintahan raja-raja Stuart (dan yang diperolehnya kembali pada tahun 1660, ketika dinasti Stuart kembali menduduki takhta Inggris). Untuk sementara waktu, semua aliran Protestan menikmati kebebasan penuh dan bisa tampil di depan umum. Kaum Presbyterian telah menyusun pengakuan iman sendiri pada tahun 1647 (Westminster Confession). Akan tetapi, sebagian kaum Puritan, meski menerima ajaran Calvinis, tidak dapat menyetujui tata gereja Presbyterian. Asas yang khas Presbyterian, yaitu bahwa tidak ada jabatan atau jemaat yang boleh berkuasa atas jabatan atau jemaat lain, mereka tafsirkan secara lebih radikal. Bagi mereka, jemaat setempat merupakan pewujudan sepenuhnya Gereja Kristus. Lagi pula, mereka menolak wewenang negara di bidang gerejawi, dan karena itu menghapuskan pasal XX, 4 Westminster Confession, yang menyatakan negara wajib memberantas ajaran sesat. Aliran ini biasanya disebut dengan nama kongregasionalisme (Inggris congregation = jemaat setempat). Pada tahun 1658 para wakil 120 jemaat, yang termasuk kaum kongregasionalis moderat, berkumpul selama dua minggu dalam kapel salah satu istana di kota London, yaitu Savoy Palace, dan menyusun
iman serta tata gereja tersendiri. Ternyata dalam hal
iman mereka dapat menerima Westminster Confession dengan mencoret, mengubah, dan menambahkan beberapa bab dan pasal. Sebaliknya, mereka menyusun tata gereja tersendiri, 'On the institution of Churches, and the Order appointed in them by Jesus Christ', 'Mengenai pengadaan Gereja-gereja, dan tata tertib yang ditetapkan di dalamnya oleh Yesus Kristus'. Dalam karangan pendahuluannya mereka menekankan kebebasan beragama, paling tidak bagi mereka yang berpegang pada asas-asas iman Kristen.
Dari perubahan yang oleh Sidang di Savoy Palace itu diadakan terhadap Westminster Confession, kami hanya memuat fragmen-fragmen yang menyangkut tata gereja dan hubungan gereja dengan masyarakat serta negara. Bagian-bagian yang menyimpang dari naskah Westminster dicetak miring.
Pasal XX, 4 Westminster Confession, yang melimpahkan kepada pemerintahan duniawi wewenang menghukum orang bidat, dihapuskan. Dalam Bab XXIII Westminster Confession, pasal 3 mengalami perubahan.
XXIV (WC XXIII)2 3. Pemerintah wajib mendorong, memajukan, dan melindungi para penganut Injil serta
Injil itu, dan menyelenggarakan serta mengatur pemerintahan sipil begitu rupa, sehingga tunduk pada hak kepunyaan Kristus di dunia ini. Demi tujuan itu, pemerintah hendaknya menjaga agar orang yang rusak akal dan kelakuannya jangan menerbitkan dan menyiarkan dengan seenaknya hujat serta ajaran sesat, yang dengan sendirinya menumbangkan iman dan tidak bisa tidak merusak jiwa orang yang menerimanya. Kendati demikian, bila timbul perselisihan paham perihal ajaran Injil atau cara menyembah Allah, yang dapat saja terjadi di lingkungan orang yang memiliki hati nurani yang murni] dan menunjukkan hal itu dalam kelakuan mereka dan yang tetap berdiri di atas dasar" serta tidak mengganggu orang lain dalam cara beribadah, yang berbeda dari cara mereka sendiri, maka pada zaman Injil ini pemerintah tidak berwenang membatasi kebebasan mereka.
Dalam Bab XXV, 'Perkawinan', Savoy Declaration menghapuskan pasal 5 dan 6, serta kalimat terakhir pasal 4 Bab XXIV Westminster Confession. Pasal XXV Westminster Confession dirombak juga: pasal 3 dan 4 dihapuskan, pasal 2, 5, dan 6 WC !!(= 2, 3, dan 4 SD) diperluas, sedangkan ditambahkan pasal 5 yang baru.
XXVI (WC XXV). Gereja
1. Gereja yang katolik atau am, yang tidak kelihatan, terdiri atas seluruh jumlah orang terpilih, yang telah, sedang, dan akan dihimpun menjadi satu di bawah Kristus, Kepala mereka. Gereja itu adalah mempelai perempuan, tubuh, kepenuhan Dia yang memenuhi semua dalam segala sesuatu.
2. Seluruh badan orang, di seluruh dunia, yang menganut kepercayaan yang terdapat dalam Injil dan menaati Allah melalui Kristus seturut Injil itu, dan yang tidak merusak
nya sendiri dengan ajaran sesat apa pun yang menumbangkan dasar, atau dengan kelakuan yang tidak suci, adalah dan boleh disebut Gereja am Kristus yang kelihatan. Meskipun demikian, kepada Gereja itu tidak dipercayakan penyelenggaraan aturan-aturan apa pun, dan Gereja itu tidak memiliki pejabat- pejabat Yang harus menjalankan pemerintahan atau kuasa di dalam dan atas seluruh badan itu.
3. Semurni apa pun gereja-gereja di kolong langit, bisa saja mereka bersifat campuran' dan kena ajaran sesat. Bahkan, ada yang begitu merosot, sehingga bukan Gereja Kristus lagi, melainkan jemaah iblis.2 Meskipun demikian, Kristus dari semula dan sampai selama-lamanya memiliki Kerajaan yang kelihatan di dunia ini, sampai akhir dunia, yang terdiri dari mereka yang percaya kepada-Nya dan mengaku nama-Nya.
4. Tidak ada kepala Gereja selain Tuhan Yesus Kristus. Paus di Roma pun tidak bisa menjadi kepalanya dalam arti apa pun. Sebaliknya, ia adalah AntiKristus, manusia durhaka yang harus binasa,' yang meninggikan diri di dalam Gereja melawan Kristus dan melawan segala yang disebut Allah. Tuhan akan memusnahkannya dengan terang cahaya kedatangan-Nya.
5. Tuhan mengasuh dan mengasihi Gereja-Nya, dan menurut pemeliharaan-Nya yang penuh hikmat tak terhingga menyatakan hal itu dengan berbagai cara di segala zaman, demi kebaikan mereka yang mengasihi Dia dan demi kemuliaan-Nya sendiri. Maka sesuai dengan janji-Nya kita menanti-nanti saat pada akhir zaman, ketika Anti-Kristus dimusnahkan, orang Yahudi dipanggil, para lawan kerajaan Anak-Nya yang kekasih dihancurkan. Pada saat itu, gereja- gereja Kristus, yang diperluas dan dibangun melalui pengaruniaan terang dan anugerah yang bebas dan berlimpah- limpah, akan menikmati di dunia ini keadaan yang lebih tenang, damai, dan mulia daripada yang mereka nikmati sebelumnya.
Savoy Declaration tidak memuat Bab XXX (Disiplin Gereja) dan XXXI (Sinode-sinode dan Konsili-konsili) Westminster Confession. Sebagai gantinya, Sidang menetapkan peraturan yang tercantum di depan.
Mengenai pengadaan Gereja-gereja, dan tata tertib yang ditetapkan di dalamnya oleh Yesus Kristus
I. Oleh penetapan Sang Bapa, seluruh kuasa memanggil, mengadakan, mengatur, atau memerintah Gereja dilimpahkan dengan cara tertinggi dan berdaulat kepada Tuhan Yesus Kristus, sebagai Raja dan Kepala Gereja itu.
II. Dalam melaksanakan kuasa yang telah dipercayakan kepada-Nya, Tuhan Yesus memanggil mereka yang telah diberikan kepada-Nya oleh Bapa-Nya dari dalam dunia kepada persekutuan dengan diri-Nya, agar mereka berjalan di hadapan-Nya dalam segala ketaatan yang diperintahkan-Nya kepada mereka dalam Firman-Nya.
III. Mereka yang dipanggil dengan cara itu (melalui pelayanan Firman, oleh Roh- Nya) disuruh-Nya menempuh kehidupan bersama dalam Perkumpulanperkumpulan atau Gereja-gereja tersendiri, agar mereka saling membangun dan menyelenggarakan ibadah umum yang Dia tuntut dari mereka dalam dunia ini.
IV. Kepada tiap-tiap Gereja yang dihimpun dengan cara itu, sesuai dengan kehendak-Nya yang telah dinyatakan-Nya dalam Firman-Nya, diberikan-Nya seluruh kuasa dan wewenang yang dengan cara bagaimanapun diperlukan untuk menjalankan tata ibadah dan tata disiplin yang telah ditetapkan-Nya agar mereka patuhi bersama perintah-perintah dan aturan-aturan untuk pelaksanaan serta penyelenggaraan kuasa itu dengan cara yang patut dan benar.
V. Gereja-gereja tersendiri yang ditetapkan dengan demikian oleh wewenang Kristus, dan yang diberi kuasa yang berasal dari-Nya untuk maksud dan tujuan yang diungkapkan tadi, masing-masing merupakan tempat kedudukan kuasa yang menurut perkenan-Nya diserahkan-Nya kepada orang-orang kudus-Nya atau rakyat-Nya di dunia ini, sehingga mereka menerimanya langsung dari Dia.
VI. Selain Gereja-gereja tersendiri itu, Kristus tidak mengadakan Gereja apa pun yang lebih luas atau Am, yang diberi kuasa untuk menyelenggarakan aturan aturan- Nya atau bertindak dengan wewenang apa pun dalam Nama-Nya.
VII. Gereja tersendiri, yang dihimpun dan diperlengkapi sesuai dengan kehendak Kristus, terdiri dari Pejabat-pejabat' dan Anggota-anggota. Tuhan Kristus telah memberi mereka yang terpanggil oleh-Nya (yang sesuai dengan penetapan-Nya bersatu di dalam Gereja yang diatur baik) kebebasan dan kuasa untuk memilih orang-orang yang oleh Roh Kudus dipersiapkan untuk tujuan itu, agar menjadi atasan dan pelayan mereka dalam Tuhan.
VIII. Anggota Gereja-Gereja itu ialah orang-orang Kudus yang terpanggil, yang menyatakan dan memperlihatkan (dalam dan melalui
iman serta cara hidup mereka) ketaatan mereka pada panggilan Kristus itu. Mereka saling mengenal lebih jauh melalui
iman mereka, yang dikerjakan dalam diri mereka oleh kuasa Allah, dan yang diikrarkan, atau dinyatakan dengan cara lain, oleh mereka sendiri. Dan mereka dengan sukarela sepakat untuk menempuh kehidupan bersama sesuai dengan penetapan Kristus, seraya berserah diri kepada Tuhan dan kepada sesamanya oleh kehendak Allah, dan nyata-nyata tunduk pada aturan-aturan Injil.
IX. Para Pejabat yang menurut penetapan Kristus dipilih dan dikhususkan oleh Gereja yang terpanggil itu, yang dihimpun untuk secara khusus menyelenggarakan aturan-aturan dan menjalankan kuasa atau tugas kewajiban yang dipercayakan oleh- Nya kepada mereka untuk seterusnya sampai akhir dunia, ialah para Gembala, Pengajar, Penatua, dan Diaken.
X. Gereja-gereja yang dihimpun dan yang berkumpul untuk ibadah kepada Allah itu dengan cara itu, dengan demikian kelihatan dan tampil di depan umum. Oleh karena itu, kumpulan-kumpulannya (apa pun tempatnya, menurut kebebasan atau kesempatan yang dipunyainya) adalah kumpulan gerejawi atau umum.
XI. Kristus telah menetapkan cara memanggil tokoh apa pun yang diperlengkapi oleh Roh Kudus dengan karunia seperlunya untuk jabatan Gembala, Pengajar, atau Penatua dalam salah satu Gereja, sebagai berikut. Orang itu harus dipilih untuk jabatannya dengan cara semua anggota memberi suara, dan dikhususkan secara khidmat melalui puasa dan doa, disertai peletakan tangan oleh para Penatua Gereja itu, jika memang telah ada Penatua yang diangkat sebelumnya. Dalam hal seorang Diaken, ia harus dipilih dengan cara yang sama, dan dikhususkan melalui doa dan peletakan tangan serupa.
XII. Hakikat pemanggilan seorang Gembala, Pengajar, atau Penatua untuk jabatannya ialah pemilihannya oleh Gereja bersama penerimaan jabatannya olehnya, dan pengkhususannya melalui puasa serta doa. Mereka yang dipilih dengan cara itu, meski mereka tidak dikhususkan melalui peletakan tangan, benar-benar diteguhkan menjadi Pelayan Yesus Kristus, dan dalam Nama serta atas wewenang Dia mereka menyelenggarakan pelayanan yang dipercayakan kepada mereka dengan cara itu. Pemanggilan para Diaken terdiri dari pemilihan dan penerimaan yang serupa, disertai pengkhususan melalui doa.
XIII. Para Gembala dan Pengajar wajib berupaya dalam pemberitaan Firman sebagai tugas jabatan mereka. Meskipun demikian, karya pemberitaan Firman tidak terbatas pada mereka itu saja. Orang-orang lain, yang juga diperlengkapi oleh Roh Kudus dengan karunia seperlunya dan yang diterima secara resmi (artinya, mereka dipanggil untuk itu dengan cara yang sah, sesuai dengan pemeliharaan Allah), boleh saja melaksanakan karya itu di depan umum, dalam acara yang lazim, dan terus-menerus, sehingga mereka mengabdikan diri kepadanya.
XIV. Akan tetapi, mereka yang menunaikan karya pemberitaan Firman di depan umum dan yang karena itu menerima tunjangan dari perbendaharaan negara,' tidak wajib karenanya membagikan sakramen-sakramen selain kepada orang-orang yang dengannya mereka berhubungan selaku Gembala atau Pengajar (yaitu, yang adalah orang kudus yang terpanggil dan yang berhimpun sesuai dengan tertib Injil).' Namun, janganlah hendaknya mereka mengabaikan orang-orang lain yang hidup dalam batas paroki mereka. Selain terus-menerus memberitakan Firman kepada orang-orang itu dalam acara umum, mereka harus juga mencari tahu apakah orang-orang itu menarik manfaat dari Firman itu, seraya mengajarkan dengan tekanan khusus ajaran-ajaran agung Injil kepadanya (apakah mereka tua atau muda) secara pribadi dan khusus, sejauh tenaga dan waktu mereka membiarkannya.
XV. Acara pengangkatan saja, yang tidak didahului pemilihan atau kesepakatan Gereja, meski diselenggarakan oleh tokoh-tokoh yang pernah diangkat, atas wewenang yang telah mereka terima waktu diangkat, tidak menjadikan seorang pun menjadi Pejabat Gereja dan tidak juga memberikan kuasa jabatan kepadanya.
XVI. Gereja yang diperlengkapi dengan pejabat-pejabat (sesuai dengan kehendak Kristus) berkuasa penuh menyelenggarakan semua aturan-Nya. Bila diperlukan lagi seorang pejabat atau lebih, maka pejabat itu, atau para warga Gereja, boleh menyelenggarakan semua aturan yang termasuk kewajiban dan jabatan mereka yang khusus. Akan tetapi, bila tidak ada Pejabat yang bertugas mengajar, tidak seorang pun boleh melayankan sakramen-sakramen,3 dan Gereja tidak boleh menguasakan seorang pun melakukannya.
XVII. Dalam menyelenggarakan pelayanan gerejawi, janganlah hendaknya satu anggota baru pun diterima dalam Gereja kecuali dengan persetujuan Gereja itu sendiri, agar kasih (tanpa kepura-puraan) tetap terpelihara di antara semua anggotanya.
XVIII. Mengingat bahwa Tuhan Yesus Kristus telah menetapkan dan mengadakan sarana pembinaan ini, yaitu bahwa mereka yang tidak menempuh kehidupan seturut peraturan dan undang-undang yang telah ditetapkan-Nya (yakni dalam hal iman dan kehidupan, sehingga dengan sewajarnya timbul kehebohan karenanya di dalam Gereja) kena tindakan disiplin dalam Nama dan atas wewenang-Nya: tiap-tiap Gereja berkuasa sendiri menjalankan dan menyelenggarakan semua tindakan-tindakan disiplin yang ditetapkan-Nya, dengan cara dan menurut tertib yang diperintahkan di dalam Injil.
XIX. Tindakan-tindakan disiplin yang dengan cara itu ditetapkan oleh Kristus ialah peringatan dan pengucilan. Mengingat bahwa pelanggaran-pelanggaran tertentu hanya diketahui atau dapat diketahui oleh beberapa orang saja, maka Kristus menetapkan bahwa mereka yang olehnya pelanggaran itu diketahui lebih dulu memperingatkan si pelanggar di bawah empat mata (dalam hal pelanggaran yang diketahui umum, yang berdosa harus diperingatkan di depan umum). Bila pelanggar itu tidak membenahi hidupnya sesudah peringatan di bawah empat mata, pelanggarannya diberitahukan kepada Gereja, dan bila ia belum juga menyatakan penyesalan, ia harus sungguh-sungguh diperingatkan dalam Nama Kristus oleh seluruh Gereja, yaitu melalui pelayanan para Penatua Gereja. Jika tindakan disiplin ini pun tidak cukup kuat sehingga ia tidak menyesal, ia harus dibuang dari Gereja melalui pengucilan, dengan persetujuan Gereja.
XX. Oleh karena semua orang percaya wajib bergabung dengan Gereja yang tertentu bila dan di mana mereka sempat berbuat begitu, maka tidak seorang pun boleh diterima ikut mengambil bagian dalam hak-hak istimewa Gereja-gereja, jika ia tidak tunduk pada peraturan Kristus berkenaan dengan tindakan tindakan disiplin yang termasuk tata pemerintahan Gereja.
XXI. Demikianlah cara yang diperintahkan oleh Kristus dalam hal pelanggaran. Maka itu, tidak seorang pun anggota Gereja, bila orang melakukan pelanggaran terhadap dirinya, dan ia telah menunaikan kewajibannya terhadapnya dalam hal ini, boleh mengganggu ketertiban gereja atau berhenti menghadiri kumpulan- kumpulan umum atau penyelenggaraan upacara-upacara gerejawi apa pun dengan dalih itu. Sebaliknya, hendaknya ia menantikan Kristus bertindak dalam tindakan lanjutan Gereja.
XXII. Kristus telah menempatkan kuasa menjalankan disiplin dalam Gereja tersendiri.' Maka seharusnya kuasa itu dijalankan hanya terhadap anggota-anggota tersendiri setiap Gereja, dalam kualitasnya itu. Tidak diberikan-Nya kuasa kepada Sinode atau Sidang Gerejawi apa pun untuk mengucilkan, atau dengan pengumuman resmi mengancamkan pengucilan atau tindakan disiplin lain kepada Gereja-gereja, tokoh-tokoh pemerintahan, atau rakyatnya, dengan alasan apa pun. Sebab, tidak patut seorang pun kena disiplin kecuali karena kelakuan yang tak pantas selaku anggota Gereja yang tertentu.
XXIII. Gereja adalah perkumpulan'orang-orang yang berhimpun untuk merayakan upacara-upacara gerejawi seturut penetapan Kristus. Meskipun demikian, belum tentu salah satu perkumpulan yang berhimpun untuk maksud atau tujuan itu sebab mereka hidup bersama dalam batas salah satu lingkungan atau wilayah sipil, dengan demikian merupakan Gereja, sebab mungkin saja mereka kekurangan sesuatu yang pada hakekatnya dibutuhkan untuk itu. Karena itu, seorang percaya yang hidup bersama orang lain dalam lingkungan seperti itu boleh bergabung dengan Gereja apa pun untuk mencari pembinaan.
XXIV. Untuk menghindari timbulnya perselisihan pendapat, demi meningkatkan suasana khidmat dalam perayaan upacara-upacara gereja yang ditetapkan oleh Kristus, dan untuk membuka jalan agar karunia-karunia serta anugerah-anugerah Roh Kudus semakin bermanfaat, maka orang-orang Kudus yang hidup dalam satu kota besar atau kecil, atau dalam jarak yang memungkinkan mereka dengan agak mudah berkumpul demi ibadah ilahi, sebaiknya bergabung dalam satu Gereja dengan maksud saling menguatkan dan membangun, dan tidak mendirikan sejumlah besar perkumpulan tersendiri.
XXV. Tiap-tiap Gereja, dan semua anggotanya, wajib berdoa terus-menerus demi kebaikan dan kesejahteraan semua Gereja Kristus di segala tempat, dan pada segala kesempatan berbuat sedapat mungkin untuk mengupayakannya (yakni tiap-tiap orang dalam batas tempat dan panggilannya, dalam pelaksanaan bakat serta karunia yang dimilikinya). Maka itu, seharusnya Gereja-gereja itu sendiri (bila telah ditanamkan oleh pemeliharaan Allah sehingga memiliki kesempatan dan sanggup melakukannya) memelihara persekutuan di antaranya demi perdamaian, pertambahan kasih, dan pembangunan yang satu terhadap yang lain.
XXVI. Bila muncul kesulitan, atau perselisihan pendapat, apakah dalam hal ajaran atau dalam hal pelayanan, yang menyangkut Gereja-gereja pada umumnya atau mengganggu perdamaian, persatuan, dan pembangunan salah satu Gereja pada khususnya, ataupun menyakiti hati salah satu atau beberapa anggota Gereja disebabkan tindakan disiplin yang tidak sesuai dengan kebenaran dan ketertiban, maka menurut kehendak Kristus sejumlah Gereja yang memelihara persekutuan perlu berkumpul dalam Sidang Sinode dengan diwakili oleh utusan-utusan mereka, untuk mempertimbangkan pokok perselisihan paham itu dan memberi nasihat tentangnya, yang kemudian akan diberitahukan kepada semua Gereja yang bersangkutan. Akan tetapi, kepada Sinode-sinode yang terkumpul itu tidaklah dipercayakan kuasa Gereja dalam arti yang sebenarnya, atau kuasa hukum atas Gereja-gereja itu sendiri, sehingga mereka bisa menjalankan tindakan disiplin apa pun terhadap Gereja atau tokoh apa pun, atau bisa memaksakan keputusannya kepada Gereja- gereja atau pejabat-pejabat.
XXVII. Selain Sidang-sidang Sinode yang diadakan khususnya berhubung dengan perkara yang tertentu, Kristus tidak menetapkan Sinode tetap apa pun dalam lingkungan sejumlah Gereja yang tertentu, atau pejabat-pejabatnya, dalam sidang- sidang kecil ataupun besar. Kristus tidak juga menetapkan urutan Sinode-sinode dengan cara menempatkan yang satu di bawah yang lain.
XXVIII. Orang yang bergabung dalam persekutuan gereja jangan mundur dari persekutuan Gereja itu dengan seenaknya atau tanpa alasan yang wajar. Namun, bila seseorang tidak dapat bertahan dalam salah satu Gereja tanpa berdosa, apakah karena di situ tidak ada pelayanan salah satu pranata yang telah ditetapkan oleh Kristus, atau karena hak-hak yang sepatutnya ia miliki dirampas darinya, atau karena ia dipaksa melakukan sesuatu yang tidak dibenarkan oleh Firman, atau dalam hal penganiayaan, atau disebabkan tempat tinggalnya tidak cocok, maka ia boleh berunding dengan Gereja atau pejabat atau para pejabat Gereja itu dan pergi dengan damai meninggalkan persekutuan Gereja yang selama itu menjadi teman seperjalanannya, untuk kemudian bergabung dengan salah satu Gereja lain dan di sana menikmati upacara-upacara gerejawi dalam bentuk yang murni, demi pembangunan dan penghiburannya.
XXIX. Janganlah hendaknya Gereja-gereja yang sedang melakukan pembaharuan' yang terdiri dari orang-orang yang beriman sehat, dan yang cara hidupnya layak Injil, menolak memelihara persekutuan yang satu dengan yang lain, sejauh hal itu sesuai dengan asas-asasnya sendiri masing-masing, meskipun Gereja-gereja itu tidak berpegang pada aturan-aturan Gereja yang sama dalam semua hal.
XXX. Gereja-gereja yang terhimpun dan hidup sesuai dengan kehendak Kristus, dan yang menilai Gereja-gereja lain (meski Gereja-gereja itu kurang murni) sebagai Gereja-gereja sejati, pada kesempatan-kesempatan tertentu boleh menerima dalam persekutuan mereka anggota-anggota Gereja-gereja lain itu yang menurut kesaksian yang dapat dipercaya adalah orang saleh dan yang hidupnya tidak menimbulkan kehebohan.