Dear e-Reformed Netters,
Artikel yang saya kirimkan kepada para pembaca bulan ini, saya ambil dari Buletin Momentum yang diterbitkan oleh Lembaga Reformed Injili Indonesia. Saya harap, Anda akan mendapat beberapa 'insight' dari pembahasan tentang 'Kemuliaan bagi Allah" yang disampaikan oleh Pdt. Dr. Stephen Tong ini.
Selamat membaca dan merenungkan!
In Christ,
Yulia Oen
Catatan: Renungan ini ditranskrip dan diedit kembali dari khotbah Pdt. Dr. Stephen Tong di Mimbar Gereja Reformed Injil Indonesia di Jakarta. Kitab
"Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya." (Roma 11:36 )
´Glory to God´ menjadi satu istilah, satu pemikiran yang begitu unik di dalam kekristenan dan tidak ditemui pada agama-agama lain. Agama lain lebih merasa takut kepada Tuhan, karena ilah mereka memberikan unsur kontrol kepada kepribadian. Tetapi dalam kekristenan tidaklah demikian. Dalam Kitab
Apakah arti kemuliaan Tuhan itu? Kemuliaan merupakan satu hal yang abstrak. Jika dilihat dari ´linguistic philosophy´, kemuliaan itu tidak bisa diuji dan diverifikasikan di dalam laboratorium, sehingga tidak perlu banyak dibicarakan. Tetapi justru pada waktu tua, Ludwig Wittgenstein sendiri menarik kembali sedikit pikiran yang ditulis olehnya.
Istilah kemuliaan memang abstrak, tidak konkret, dan tidak berwujud. Tetapi, kemuliaan merupakan satu hal yang mau tidak mau akan mempengaruhi hidup kita. Mengapa kita takut nama kita dicemarkan oleh orang lain? Mengapa kita takut difitnah orang? Mengapa kalau ada orang yang salah ketika memberi informasi tentang kita, kita marah? Mengapa kita selalu membela sesuatu yang seharusnya tidak dirugikan, tetapi sudah dirugikan? Mengapa kita selalu berdebat? Ini semua karena ada unsur abstrak, unsur yang melampaui kekonkretan jasmaniah yang memang berada di dalam kebudayaan. Kita membutuhkan nama baik, membutuhkan kredibilitas, dan membutuhkan kepercayaan dari orang lain. Semua itu karena apa? Unsur kemuliaan. Meskipun sama-sama manusia, tetapi ada yang begitu bercahaya karakternya, ada yang begitu gelap hidupnya, ada yang begitu menyenangkan orang lain, dan ada yang membuat orang lain begitu benci, ini semua karena ada unsur abstrak atau tidak konkret yang ikut berperan di dalam dunia ini. Di dalam dunia bisnis, modal yang paling besar bukan uang yang Anda pinjam dari bank. Tetapi, modal yang paling besar adalah kepercayaan dan perasaan tanggung jawab yang membuat masyarakat mempunyai kesan terhadap diri Anda. Dengan modal seperti ini, meskipun Anda jatuh, mengalami musibah kebakaran, atau bangkrut sekali pun, tidak akan menjadi persoalan. Karena modal Anda adalah kredibilitas. Modal kepercayaan orang lain terhadap diri Anda, lebih kuat daripada modal yang berupa rupiah atau dollar. Jadi, yang konkret tidak lebih penting dari yang abstrak dan yang abstrak jauh lebih berperan daripada yang konkret ini. Itu sebabnya, kemuliaan justru tidak disangkutpautkan dengan materi. Orang biasa beranggapan kalau mempunyai giwang dengan berlian yang beberapa karat besarnya, atau mempunyai mutiara yang begitu cemerlang, tentu akan menarik orang, karena itu adalah kekayaan yang besar. Tetapi tidaklah demikian, kemuliaan tidak terletak pada berlian, pada perhiasan, atau pada pakaian yang bagus, kemuliaan justru terletak di dalam unsur abstrak: karakter atau kepribadian seseorang. Itu sebabnya, kita akan memikirkan tentang kemuliaan.
Kalau kita mengerti tentang kemuliaan, juga secara rohani, barulah kita merenungkan, mengapa segala kemuliaan harus kembali kepada Tuhan Allah? Kemuliaan mempunyai substansi yang menjadi pangkalan bagi penghargaan. Kita menghormati atau menghargai seseorang, justru karena dibalik orang yang kita hormati itu terdapat suatu substansi rohaniah yang melampaui nilai jasmani. Dan substansi rohaniah itu adalah Tuhan sendiri. ´God Himself is the substance and the original reality of the glory´. Apakah arti kemuliaan? Kemulian berasal dari Tuhan dan Tuhan sendiri adalah penghargaan yang tertinggi, nilai yang tertinggi, diri- Nya merupakan sumber segala penghargaan dan kehormatan. Sebab itu, tatkala manusia diciptakan menurut peta dan teladan Allah. Alkitab menulis, "Allah memahkotai manusia dengan kemuliaan dan kehormatan." Manusia adalah manusia, manusia menjadi manusia, dan manusia berharkat manusia karena manusia mempunyai kehormatan dan kemuliaan sebagai mahkota. Mahkota ini berasal dari Tuhan. Itu sebabnya, Tuhan adalah sumber kehormatan, sumber penghargaan, dan sumber kemuliaan. Yesus Kristus berkata, "Kemuliaan yang Kuterima, bukan dari manusia, melainkan dari Allah saja."
Pada waktu Yesus Kristus harus mati di atas kayu salib, pada detik- detik terakhir yang tercatat dalam Injil Yohanes pasal 13 sampai dengan 15, Dia berbicara banyak tentang ajaran-ajaran yang penting kepada murid-murid-Nya. Sedangkan dalam Injil Yohanes pasal 17 merupakan satu-satunya pasal yang mencatat bahwa Anak Allah yang suci itu berbicara kepada Allah Bapa yang suci. Semua isi doa itu diwahyukan kepada manusia. Sebenarnya, apa yang dibicarakan antara Allah Anak, Allah Bapa, dan Allah Roh Kudus selalu tidak kita ketahui. Tetapi, Injil Yohanes pasal 17 merupakan satu-satunya pasal, di mana seluruh pasal, kecuali kalimat pertama, berisi doa sang Anak kepada Bapa dalam bentuk literatur manusia, tetapi isinya adalah komunikasi antara Anak dan Bapa. Dalam pasal itu, kita melihat doa yang luar biasa. Yesus Kristus mengatakan, "Muliakanlah Aku, sebagaimana Aku di dunia sudah memuliakan Engkau. Istilah mulia di sini menjadi satu ´mutual communication´. Tuhan Yesus meminta supaya Bapa memuliakan Dia, apakah sebabnya? Sebab Dia sudah memuliakan Bapa. Maka, di sini kita dapat melihat, kemuliaan bersubstansi realita pada diri Bapa. Bapa menciptakan manusia dan mengutus Yesus ke dalam dunia ciptaan- Nya, justru untuk menyatakan kemuliaan Bapa itu sendiri. Sebab itu, sesuai dengan Kitab
Dalam Injil
Kemuliaan bersubstansi Tuhan Allah dan kemuliaan itu diwujudkan atau dinyatakan, sehingga kemuliaan menjadi suatu dasar kebudayaan, kredibilitas kepribadian, dan keagungan dari pada sejarah dan pemancaran moral. Kemuliaan itu diwujudkan melalui beberapa tahap:
Selain penciptaan, di mana Tuhan menciptakan segala sesuatu untuk menyatakan kemuliaan-Nya, pernyataan kemuliaan yang paling konkret di dalam sejarah adalah melalui inkarnasi. Dari Injil
Di University of Iowa, saya memberi judul khotbah saya, ´How big is Christ?´ Pada waktu mereka mendengar judul itu, mereka kaget, mengapa judul khotbah ini "Berapa Besarnya Kristus?" Saya berkata kepada mereka, berapa besar menurut pengertian Anda, akan mempengaruhi iman dan nilai hidup dalam seumur hidup Anda. Seluruh hidup Anda akan ditetapkan penilaiannya dengan pengertianmu tentang berapa besar Kristus, ´Christ is always bigger than you can imagine´, Kristus selalu lebih besar daripada apa yang bisa kita bayangkan. Kalau kita mengira Kristus sedemikian besar, Dia lebih besar daripada itu. Di sini kita melihat, ´the biggest posibility of understanding Christ´. Siapakah Kristus?
Segala sesuatu bersandar kepada Kristus, segala sesuatu diciptakan oleh Dia, dan segala sesuatu pada akhirnya akan kembali kepada-Nya. Kitab
Di sini kita dapat melihat bahwa Dia adalah cahaya dari kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah, yaitu ´the visible glory and the visible light of the invisible God´; Allah berada di dalam cahaya yang tidak kelihatan, tetapi Kristus adalah cahaya Allah yang dapat kita lihat. Umpama saya bertanya kepada Saudara, pernahkah Saudara melihat matahari? Saudara akan menjawab, setiap hari saya melihat matahari, bahkan sejak kecil saya sudah melihatnya. Saya bertanya lagi, sanggupkah Saudara menatap matahari? Saudara mulai merasa ragu, apa maksud pertanyaan ini? mengapa Anda menanyakan hal ini? Saya berkata, Saudara belum pernah melihat matahari secara langsung. Dari ketiga pertanyaan tadi, pernahkah melihat matahari? Betulkah Saudara sudah melihatnya? Saudara belum pernah melihat langsung, tapi Saudara pasti tahu, ada suatu rahasia dibalik pertanyaan itu. Sebenarnya, kita tidak pernah melihat matahari, kita hanya melihat cahaya matahari. Yang kita lihat bukan mataharinya, tapi cahayanya. Kita belum pernah melihat matahari, kita hanya melihat satu substansi yang bercahaya begitu jelas, waktu kita melihat, kita tahu itu matahari, padahal yang kita lihat bukan elemen dari matahari sendiri, namun hanyalah cahaya yang mengeluarkan sinar, yang bersumber dan beradiasi dari matahari. Itu sebabnya, ´no one can see God´, tak seorang pun yang bisa melihat Allah, yang kita lihat adalah cahaya Allah itu sendiri. Ayat tadi mengatakan, "Dia adalah cahaya kemuliaan Allah, dan gambar wujud Allah", itu sebabnya kita masuk ke bagian lebih yang dalam.
Pada waktu inkarnasi itu sudah terjadi, maka keberadaan Yesus, itu adalah wujud yang konkret, wakil yang mewakili kemuliaan Allah. Sebab itu, Yesus Kristus berani mengatakan satu kalimat, yang belum pernah, tidak mungkin, tidak akan pernah mungkin, tidak ada yang berani atau boleh diucapkan oleh siapa pun di dalam sejarah. "Kamu melihat Aku, bukan melihat Aku, melainkan melihat Dia, yang mengutus Aku." Adakah orang lain yang pernah mengatakan, "Kamu melihat aku, bukan melihat aku, melainkan melihat presiden Soeharto?" Tidak ada orang yang berani mengatakan hal itu, karena orang yang mengatakan hal itu bukan presiden Soeharto. Tetapi, Yesus berani mengatakan kalimat itu. Ini merupakan satu lompatan yang luar biasa. Dari fenomena agama umum, orang Yahudi tak mungkin pernah mengerti kalimat itu. Karena mereka tahu, Allah tidak bisa dilihat. Saat manusia melihat Allah dengan mata jasmani, saat itu pula manusia mati. Inilah pengertian orang Yahudi. Itu sebabnya, waktu Yesus mengatakan kalimat itu, mereka mengatakan Dia kurang ajar dan menghujat Allah. Padahal, Yesus Kristus tidak menghujat Allah. Tetapi Dia mengatakan satu fakta, karena Dia adalah satu- satunya cahaya kemuliaan Allah, satu-satunya wujud Dia, Dia adalah satu-satunya cahaya kemuliaan Allah, satu- satunya wujud substansi Allah, dan satu-satunya yang bisa menyatakan Allah yang tidak tampak. Kristus adalah wakil Allah di dalam dunia.
Yesus Kristus berkata lagi, "Kamu percaya kepada-Ku, bukan percaya kepada-Ku, melainkan percaya kepada Dia yang mengutus Aku." Aku mewakili Allah. Inilah cahaya kemuliaan. Goethe, seorang Jerman, waktu dia muda, dia patah hati dan ingin bunuh diri, tetapi tidak jadi. Dia menuliskan niatnya ketika hendak bunuh diri ke dalam satu buku. Buku itu dicetak dan dalam 6 bulan, lebih dari 200 orang yang membaca buku itu bunuh diri. Lalu selama puluhan tahun, dia menyusun sebuah buku yang berjudul "Force" untuk menyatakan seluruh filsafat hidupnya dan akhirnya harus diakui, ´no one can surpass Jesus´, biar kebudayaan manusia terus maju, tidak akan mungkin melampaui orang Nazaret itu, tidak mungkin melampaui moral dan kemuliaan Yesus yang dicatat di dalam keempat Injil.
Waktu saya membaca kalimat itu, saya sangat tergerak. Goethe, orang yang besar, yang hidup sezaman dengan Beethoven, Mendelssohn. Beethoven mati terlebih dulu dan dia masih hidup. Dia memanggil Mendelssohn ke rumahnya untuk memainkan piano, musik yang terbesar, yang pernah diciptakan di dalam sejarah. Mendelssohn yang muda menabuh dari Bach sampai pada Mozart, Haydn, Bethoven I, II, III, dan IV. Sampai Mendelssohn memainkan Beethoven symphoni V, baru selesai movement pertama, Goethe mengatakan, "Sudah Mendelssohn, stop jangan mainkan lagi." Mengapa? Karena waktu kau memainkan Beethoven V, sejahtera yang saya pupuk dan saya latih melalui meditasi dan lain-lain sejak saya muda, langsung hilang semuanya. Kamu telah mengacaukan sejahteraku. Apa artinya? Sejahtera manusia tidak bisa bertahan, hanya sejahtera yang dari Tuhan yang dapat bertahan. Waktu dia sudah tua, dia mengira sudah melatih sifat manusianya dan sudah sukses. Justru saat itulah, dia sama sekali gagal. Pada waktu Kristus akan dibunuh di atas kayu salib, Dia mengatakan, "Aku memberikan sejahtera-Ku kepadamu, dan sejahtera yang Kuberikan kepadamu, tidak mungkin diberikan oleh orang lain." Yesus mati dengan sejahtera, Yesus bangkit dengan sejahtera, setelah bangkit Dia mengatakan, "peace on you". Goethe mengetahui, ´no one can surpass Jesus´, tidak ada orang seperti Yesus, maka dia menuliskan, "Biar pun kebudayaan kebudayaan manusia terus maju, tak mungkin melampaui kemuliaan yang pernah dipancarkan Kristus."
Kemuliaan yang bagaimana yang dipancarkan Yesus? Tema ini membutuhkan penguraian yang lebih panjang lagi. Tetapi secara singkat, saya berkata kepada Saudara, "Kemuliaan dipancarkan melalui hidup-Nya, melalui sengsara-Nya." Pada waktu Dia diumpat, difitnah, Dia sangat tenang. Kemuliaan Yesus, kemuliaan Ilahi mutlak dan tidak terbatas. Perhatikan teladan Yesus yang menyatakan kemuliaan Allah, pernah dinyatakan sampai puncaknya secara konkret di Alkitab. Injil
Pertama, kemuliaan Allah di dalam diri Kristus melalui inkarnasi. Kedua, kemuliaan Allah di dalam anugerah penebusan. Ini merupakan kemuliaan yang paling puncak, yang boleh kita terima di dalam pengalaman kita masing-masing. Kita bukan hanya mengenal Dia, tetapi kita mengalami. Kita bukan hanya mengetahui Dia, tetapi kita memiliki Dia melalui anugerah kemuliaan. Baca
Perhatikan, kemuliaan Allah yang kita lihat adalah Kristus yang menjadi contoh teladan moral dan hidup yang mewakili Allah di dalam dunia ini dan yang dahsyat kemuliaan-Nya, yang pernah Dia nyatakan kepada tiga orang murid-Nya dan Paulus. Tetapi kita mau melihat sifat paradoks dari aspek yang lain, yaitu kemuliaan yang terembunyi. Ketika raja menutup pakaian kerajaannya dengan pakaian pengemis, jangan Anda kira bahwa dia adalah seorang pengemis. Biar pun secara lahiriah, dia seorang yang miskin, tetapi dia adalah tetap seorang raja yang berhak duduk di atas tahta. Demikian juga pada waktu kita melihat kemuliaan yang tersembunyi, itu berarti kemuliaan paradoks. Pada waktu Yesus dipaku di atas kayu salib, di manakah kemuliaan Allah? Tidak ada. Pada waktu itu, seluruhnya sudah menjadi tertutup, kebijaksanaan dan kuasa-Nya tidak kelihatan dan segala kemungkinan kemuliaan sudah tertudung, sehingga orang melihat salib, tempat yang bukan menyatakan kemuliaan, melainkan tempat yang memalukan. Orang yang dipaku di atas kayu salib, pakaiannya dilepas, mungkin hanya sisa satu helai kain untuk menutupi kemaluannya, seluruh tubuh ditelanjangi dan dipamerkan di atas kayu salib. Itu adalah tempat yang sangat memalukan, tetapi Allah justru menyatakan bahwa inilah anugerah kemuliaan (bandingkan
Maafkan saya sekali lagi untuk mengatakan kalimat yang saya ucapkan dua tahun yang lalu, bahwa di dalam seluruh Kitab Suci, saya percaya orang yang imannya paling besar, bukan Paulus atau Petrus, melainkan perampok yang diselamatkan di atas kayu salib. Saya tercengang, apakah yang menyebabkan dia mempercayai Kristus? Kalau Petrus, Paulus, atau orang lain percaya Yesus adalah Kristus karena mereka melihat sesuatu yang agung, bukan ´the hidden side´, tapi ´the expose side´, bukan pada anugerah yang paradoks, tapi pada anugerah yang dipancarkan, yang kelihatan. Namun, perampok itu sama sekali tidak melihat apa-apa dalam diri Yesus Kristus, dia hanya melihat Yesus yang mengalirkan darah, menerima ketidakadilan, disiksa, menderita, tidak bisa membalas, tidak bisa berbuat apa- apa, dicemooh, dipaku, dihina, dan dibuang. Tetapi dia mempunyai iman, yang melampaui fenomena, yang menembus paradoks, langsung menanamkan imannya di dalam esensi yang melebihi lahiriah. Kalau Anda bertanya kepada perampok itu, mengapa Anda percaya kepada Yesus Kristus? Dia akan menjawab, saya tidak melihat kedahsyatan kemuliaan yang dinyatakan, justru saya melihat ke dalam sumsum, yang berada di balik penderitaan yang besar itu.
Sekarang, kita masuki bagian terakhir, saya akan membahas dengan ringkas, dengan apa kita memuliakan Allah?
Kita perlu menderita bagi Tuhan supaya bisa mendapat kemuliaan. Sebab itu, waktu kita menderita bagi Tuhan, biarlah kita memakai mulut kita untuk memuliakan Allah. Pada waktu penganiayaan, kita tetap harus memuliakan Allah. Puji Tuhan! Ia ada dalam seumur hidup kita, kita harus memuliakan Allah.
Siapakah orang yang memuliakan Allah? Mungkin Saudara berkata, orang-orang yang pandai menyanyi atau yang sering berkhotbah. Jika hanya orang yang berkhotbah dan yang menyanyi, yang memuliakan Allah, maka hanya segelintir orang Kristen di mimbar saja yang bisa memuliakan Allah. Setiap orang Kristen dapat memuliakan Allah dengan kesaksiannya. Masyarakat mengetahui bahwa kita adalah orang Kristen, kita tidak bisa omong kosong saja, kita harus melakukan semuanya dengan baik untuk memuliakan nama Tuhan.
Ayat ini mudah kita baca, namun masyarakat akan mempermalukan Allah Saudara karena hidup Saudara yang sembrono. Saudara harus memuliakan Allah di dalam usaha Saudara, di dalam keluarga Saudara, dan di dalam pergaulan Saudara (el).
Sumber diambil dari:
Judul Buku | : | Momentum 28 Desember 1995 -- Buletin |
Judul Artikel | : | Kemulian bagi Allah |
Penulis | : | Pdt. Dr. Stephen Tong |
Penerjemah | : | - |
Penerbit | : | Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1995 |
Halaman | : | 3 - 11 |