Tentang KamiArtikel TerbaruUpdate Terakhir |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SOTeRI Doktrin Kecukupan Alkitab
Editorial:
Dear e-Reformed Netters, Jika harus menjawab dengan jujur, saat Anda ditanya: "Apakah Anda suka dikritik?" sebagian besar dari Anda pasti menjawab "tidak". Sebagian kecil dari Anda mungkin akan menjawab: "Lihat-lihat dulu apa kritikannya, kalau kritikan itu tidak menyakitkan dan tidak membuat telinga saya merah, bolehlah." Jadi, pada dasarnya orang tidak suka dikritik karena ia takut disakiti atau diusik dari zona nyamannya. Cuplikan kecil dari buku yang berjudul "Our Sufficiency in Christ", yang saya kirimkan berikut ini, penuh dengan kritikan, khususnya bagi para pendeta. Jadi, kalau Anda orang yang tidak suka dikritik, lebih baik jangan membaca artikel di bawah ini. Karena, kalau Anda membacanya dengan serius, saya yakin Anda akan gelisah dan mulai mencari kambing hitam, atau Anda harus mulai berpikir untuk melakukan suatu perubahan yang mendasar. Salah satu contohnya adalah kritikan John MacArthur, Jr., si penulis artikel, terhadap gereja-gereja yang tidak memberikan pengajaran firman Tuhan dengan kuat, tapi memilih menggunakan cara-cara sekuler untuk menumbuhkan gerejanya, misalnya -- yang terlintas di benak saya -- gereja mulai mengundang para selebriti; mengubah ibadah dengan musik-musik masa kini yang lebih memberi hiburan rohani; memberikan pelayanan untuk memuaskan kenyamanan jemaat; memakai strategi pemasaran masa kini untuk menarik lebih banyak orang datang ke gereja, dan lain sebagainya. Menurut penulis, dasar gereja adalah Kristus, karena itu gereja harus berpangkal utama pada pengajaran Kristus, yaitu firman yang menjadi daging, karena itu "mereka yang membangun gereja menurut dasar yang lain berarti sedang mendirikan sebuah struktur bangunan yang tidak akan diterima oleh sang Arsitek Agung". Dan untuk pendeta-pendeta yang lebih suka membaca buku-buku manajemen sekuler daripada belajar firman Tuhan, John MacArthur, Jr. berkata, "... jika ia mempelajari buku-buku itu karena ia berpikir ia akan menemukan rahasia besar yang sangat diperlukan, yang firman Tuhan tidak ungkapkan tentang bagaimana menyembuhkan jiwa-jiwa yang sakit atau bagaimana memimpin gereja, maka pengetahuannya tentang kecukupan Alkitab sangatlah buruk. Jika ia mendasarkan pelayanannya pada teori-teori sekuler, ia mungkin akan merancang sebuah sistem penginjilan, konseling, dan kepemimpinan gereja yang tidak alkitabiah." Nah, jika Anda suka dengan kritikan-kritikan seperti itu, selamat membacanya. In Christ,
Penulis:
John MacArthur, Jr.
Edisi:
112/VI/2009
Tanggal:
30-06-2009
Isi:
Doktrin Kecukupan AlkitabSuatu ketika di sebuah konferensi pendeta, seorang rekan pendeta bertanya kepada saya, "Apa sebenarnya yang menjadi rahasia kekuatan dan pertumbuhan gereja yang Anda gembalakan, yaitu Grace Community Church?" "Rahasia pertumbuhan gereja adalah memberikan pengajaran firman Tuhan yang jelas dan kuat kepada jemaat," jawab saya. Tapi saya sangat terkejut ketika dia membalas, "Jangan main-main! Saya sudah mencobanya dan tidak berhasil. Katakan pada saya yang sebenarnya, apa rahasianya?" Saya cukup mengenal rekan pendeta itu dan saya berani berkata bahwa jika Anda bertanya kepadanya apakah ia percaya pada doktrin kecukupan Alkitab (sufficiency of Scripture), maka ia akan menjawab ya. Namun, apa yang ia akui untuk dipercaya, tidak sejalan dengan filosofi pelayanannya. Ia beranggapan bahwa untuk membangun gereja yang efektif, diperlukan trik-trik tertentu, sebuah strategi yang berdaya cipta, atau sebuah metodologi yang lebih up-to-date. Ia mencoba menambah ketidakcukupan firman Tuhan yang ia bayangkan. Mungkin tanpa menyadarinya, ia telah menyimpulkan bahwa Alkitab saja tidaklah cukup untuk menjadi sumber dalam pelayanan, dan ia mencari sesuatu yang lain untuk menutupi ketidakcukupan itu. Pemimpin Kristen lain dikutip pernah mengatakan bahwa ia yakin tidak akan pernah ada kebangunan rohani di Amerika kalau kita tidak memiliki orang-orang Kristen di Kongres Amerika. Ia akhirnya meninggalkan kependetaannya dan sekarang bekerja untuk mengusahakan orang-orang Kristen terpilih menjadi anggota Kongres. Ia beranggapan bahwa ia dapat mencapai keberhasilan melalui politik lebih daripada yang bisa ia capai melalui mengajarkan firman Tuhan. Ia mungkin berani mempertaruhkan hidupnya bagi kebenaran firman, tetapi karena satu dan lain hal, ia tidak percaya bahwa mengajarkan firman Tuhan saja kepada jemaat dapat memberikan pengaruh sebesar melakukan aksi politik. Dapatkah politik mencapai keberhasilan rohani yang tidak dapat dicapai oleh Alkitab? Pada zaman Nehemia, adalah firman Tuhan yang mendorong kebangunan rohani bagi bangsa Israel (Nehemia 8). Apakah firman Tuhan kini kurang efektif dibanding dulu? Jelas, bahwa rekan saya tadi secara verbal menegaskan otoritas, potensi, dan kecukupan Alkitab. Namun, pada praktiknya, ia telah menyerah pada pencipta tren yang merasa bahwa kita membutuhkan sesuatu yang lebih. Saya lihat tren yang sama semakin banyak memengaruhi gereja, bahkan yang sudah solid. Pendeta beralih mencari pertolongan pada buku-buku teori manajemen sekuler. Mereka justru memandang CEO non-Kristen sebuah perusahaan multinasional sebagai teladan -- seolah-olah model bisnis sekuler memberikan panduan yang lebih penting untuk membangun Kerajaan Allah daripada firman Tuhan. Akan tetapi, ingat, dunia bisnis telah dikuasai untuk mencari "image" dan keuntungan, bukan kebenaran. Sayangnya, gereja sudah menyerap prioritas yang salah itu. Para pemimpin Kristen sepertinya terobsesi untuk meningkatkan pertumbuhan gereja dengan akal manusia. Sering kali, mereka lebih familiar dengan teori manajemen yang sekarang ada daripada teologi alkitabiah. Padahal, firman Tuhan mengatakan bahwa Tuhanlah yang menambah jemaat gereja (Kis. 2:47), bukan manusia. Kristus mengatakan bahwa Ia akan membangun gereja-Nya (Mat. 16:18). Alat yang benar untuk mengembangkan gereja semuanya bersifat supernatural, karena gereja itu supernatural. Mengapa kita harus memakai metodologi manusiawi untuk apa yang Tuhan lakukan bagi pembangunan Gereja-Nya? Saya yakin bahwa orang-orang Kristen yang mencari sumber di luar firman Tuhan untuk strategi pelayanan pasti pada akhirnya, secara tidak sadar, bertentangan dengan pekerjaan Kristus. Kita tidak perlu mencari hikmat dunia yang busuk untuk memberikan pencerahan atau jawaban baru bagi masalah-masalah spiritual. Jawaban yang paling dapat dipercaya bagi kita ada di Alkitab. Hal itu benar, tidak hanya dalam bidang konseling saja, tetapi juga dalam bidang-bidang lain, seperti penginjilan, pertumbuhan rohani, kepemimpinan gereja, dan bidang- bidang lain yang harus dipahami oleh orang Kristen untuk dapat melayani secara efektif. Injil adalah satu-satunya cetak biru/rancangan yang sempurna untuk semua pelayanan yang sejati. Mereka yang membangun gereja menurut dasar yang lain berarti sedang mendirikan sebuah struktur bangunan yang tidak akan diterima oleh sang Arsitek Agung. Apa Lagi yang Dapat Dikatakan? Apakah berarti saya membuang segala sumber bantuan di luar Alkitab sebagai sesuatu yang sama sekali tidak berguna? Apakah tidak ada pencerahan yang bermanfaat yang bisa didapat dengan melihat pengamatan para sosiolog dan psikolog? Apakah tidak ada prinsip bermanfaat dari para ahli manajemen sekuler yang dapat dipelajari oleh para pemimpin gereja? Apakah tidak ada teknik dari ahli pengamatan empiris yang dapat pendeta terapkan secara sah bagi pertumbuhan gereja? Apakah tidak ada yang dipelajari di luar Alkitab yang dapat berguna bagi gereja? Apakah berguna? Mungkin. Apakah harus? Tidak. Jika semua itu memang diperlukan, pasti secara prinsip semua itu sudah ada dalam firman Tuhan. Kalaupun tidak, Tuhan sudah menyediakan cukup untuk apa yang kita butuhkan, yang tidak terpikirkan. Kecerdikan manusia terkadang berseberangan dengan Kebenaran. Bahkan jam yang mati pun, bisa benar dua kali dalam sehari. Namun, performa seperti itu sangat buruk untuk dibandingkan dengan firman Tuhan. Firman Tuhan benar dalam segala penyatan-Nya dan cukup bagi setiap kehidupan dan pertumbuhan gereja. Tentu saja tidak salah jika seorang pendeta membaca buku-buku sekuler tentang teori hubungan/relasi atau manajemen dan menerapkan saran bermanfaat yang mungkin ia temukan dari buku-buku tersebut. Namun, jika ia mempelajari buku-buku itu karena berpikir ia akan menemukan rahasia besar yang sangat diperlukan, yang firman Tuhan tidak ungkapkan tentang bagaimana menyembuhkan jiwa-jiwa yang sakit atau bagaimana memimpin gereja, maka pengetahuannya tentang kecukupan Alkitab sangatlah buruk. Jika ia mendasarkan pelayanannya pada teori-teori sekuler, ia mungkin akan merancang sebuah sistem penginjilan, konseling, dan kepemimpinan gereja yang tidak alkitabiah. Demikian juga, seorang pendeta mungkin sah-sah saja mempelajari seni berpidato untuk mengasah keterampilannya dalam berkhotbah; atau pelayan gereja yang mempelajari teknik bernyanyi agar lebih ekspresif. Orang-orang percaya dalam pelayanan tentu saja dapat mengambil hal-hal yang bermanfaat dari cara pembelajaran seperti itu. Namun, setiap pelayan Tuhan yang berpikir bahwa teknik-teknik itu yang lebih baik dan dapat menambah kekuatan dari pesan Alkitab, berarti ia memiliki pemahaman yang tidak cukup akan kecukupan Alkitab. Saya bertemu dengan seorang pria yang meninggalkan gereja di mana ia melayani sebagai pemusik dan kemudian terjun dalam bisnis pertunjukan. Ia berkata pada saya, "Saya belajar satu hal: Anda tidak bisa hanya berdiri di sana dan mewartakan Injil. Anda harus mempunyai "platform". Anda harus mendapatkan respek dari banyak orang. Jika saya bisa menjadi terkenal dan menggunakan status saya sebagai bintang untuk mewartakan Injil, bayangkan betapa lebih berkuasanya pesan yang akan saya sampaikan!" Tanggapan saya adalah pesan itu tidak dapat lebih berkuasa dari apa yang sudah ada di dalamnya, dan kekuatan orang yang mempresentasikan tidak ada hubungannya dengan menjadi selebriti. Firman Tuhan adalah "kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya" (Rom. 1:16). Apa maksud perkataan orang yang ingin menjadi selebritis itu? Apakah ia percaya bahwa Injil itu lemah sebelum kita membubuhinya dengan kredibilitas; apakah kita harus melakukannya melalui popularitas dan bukan melalui kebajikan; melalui teknik, bukan melalui kuasa Roh Allah? Bagaimana gereja mula-mula dapat berfungsi tanpa "keahlian" yang kita miliki kini? Kenyataannya justru orang-orang Kristen pada waktu itulah yang mengguncangkan dunia (Kis. 17:6), dan mereka melakukan itu tanpa kesaksian selebriti, tanpa teknik modern manajemen, tanpa psikoterapi, tanpa media massa, dan tanpa sebagian besar alat yang dipandang gereja kontemporer sebagai alat yang penting. Yang mereka miliki adalah firman Tuhan dan kuasa Roh Kudus, tetapi mereka tahu bahwa semua itu sudah cukup. Bagaimana gereja yang murni, sederhana, dan saleh di negeri Tirai Besi bisa sangat berkuasa sepanjang abad ini tanpa strategi pemasaran orang Barat? Saya khawatir gereja-gereja dan para pemimpin Kristen di dunia Barat yang berpegang teguh pada kecukupan Alkitab tidak akan banyak lagi. J. I. Packer melihat tren ini bertahun-tahun yang lalu dan menulis, "Pengamat di luar gereja melihat kita berjalan sempoyongan dari satu tipu muslihat ke tipu mulihat yang lain, dari tantangan satu ke tantangan yang lain, seperti orang mabuk di tengah kabut, tidak tahu ada di mana dan jalan mana yang harus dilalui. Khotbah semakin kabur; para pemimpin kacau balau; hati resah; keraguan semakin kuat; ketidakpastian melumpuhkan tindakan .... Tidak seperti orang Kristen mula-mula yang dalam 3 abad memenangkan dunia Romawi; orang-orang Kristen yang memelopori Reformasi; kebangkitan Puritan dan kebangunan gerakan Injili; serta gerakan misi besar pada abad terakhir." Gereja menjadi kurang yakin karena gereja memandang Alkitab dengan cara yang tidak benar. Banyak orang Kristen jelas-jelas tidak lagi percaya bahwa Alkitab adalah buku panduan yang cukup untuk hidup dan kelanjutan gereja. Apa yang Penulis Ilahi Katakan Untuk melawan tren itu, kita harus memahami apa yang Tuhan sudah nyatakan tentang kecukupan mutlak Alkitab dan membiarkan-Nya menentukan falsafah pelayanan kita. Tidak ada yang dapat menyangkal posisi Allah sebagai Pemerintah tertinggi dalam hidup dan pelayanan kita. Paulus menjelaskan kecukupan Alkitab yang lengkap dalam 2 Timotius 3:16, yang menunjukkan empat cara yang sudah Tuhan saksikan, bahwa firman-Nya benar-benar cukup untuk setiap kebutuhan rohani: Alkitab Mengajarkan Kebenaran Yang pertama adalah Alkitab sangat bermanfaat untuk mengajar. Kata Yunani yang diterjemahkan untuk "mengajar" (didaskalia) terutama ditujukan lebih ke arah isi pengajaran, bukan proses mengajarnya. Yakni, firman adalah panduan operasional kebenaran ilahi yang harus memerintah hidup kita. Setiap orang Kristen memiliki kapasitas spiritual untuk menerima dan menanggapi Alkitab. Orang non-Kristen tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk menerima kebenaran alkitabiah: "Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani" (1 Kor. 2:14). Sebaliknya, orang Kristen memiliki "pikiran Kristus" (ay. 6). Roh Kudus memampukannya memahami firman Tuhan dengan ketajaman, hikmat, dan pemahaman rohani. Tidak ada orang Kristen yang tidak memiliki kemampuan itu; masing- masing memiliki Roh Kudus sebagai tempat tinggal Guru kebenaran (1 Yoh. 2:27). Dalam praktik, KEKUDUSAN KITA SEPADAN DENGAN PENGETAHUAN DAN KONSEKUENSI KITA UNTUK TAAT PADA FIRMAN TUHAN. Pemazmur mengatakan, "Dalam hatiku aku menyimpan janji-Mu, supaya aku jangan berdosa terhadap Engkau" (Maz. 119:11). Semakin lengkap pengetahuan kita tentang Alkitab, semakin kita tidak mudah terkena godaan dosa dan kesalahan. Dalam Hosea 4:6, Tuhan mengatakan, "Umat-Ku binasa karena tidak mengenal Allah." Karena menolak pengetahuan yang sejati, mereka tidak mampu hidup sesuai dengan yang Allah kehendaki. Hidup mereka adalah wujud pengabaian firman Tuhan secara sengaja -- tetapi pengabaian dan kepuasan diri memiliki efek destruktif yang sama. Karena itu, cara terbaik untuk menghindari masalah rohani yang serius adalah dengan beriman, bersabar, dan mempelajari Alkitab secara menyeluruh dengan hati yang taat -- "sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yos. 1:7-8) Alkitab Menegur Dosa dan Kesalahan Alkitab juga bermanfaat untuk menyatakan kesalahan (2 Tim. 3:16). Alkitab menantang dan menegur perilaku dan pengajaran yang salah. Menurut Uskup Agung Richard Trench, menyatakan kesalahan adalah "menegur/menasihati seseorang dengan lengan teracung kepada kebenaran, untuk membawanya -- walaupun tidak selalu kepada pertobatan, tetapi setidaknya agar ia menyadari dosa-dosanya". Firman memengaruhi kita saat kita mempelajarinya dan merasakan kuasa-Nya yang menyadarkan kita. Juga akan menyadarkan orang lain saat kita menunjukkan firman itu pada mereka. Alkitab menjelaskan bahwa ada dua aspek pada teguran: teguran untuk perilaku berdosa dan teguran untuk pengajaran yang salah. Paulus meminta Timotius, yang mencoba membersihkan gereja di Efesus, "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah ..." (2 Tim. 4:2). Tujuan utama dalam pemikirannya adalah teguran untuk perilaku berdosa. Timotius harus berkhotbah dan menerapkan firman Allah sehingga orang-orang akan berpaling dari dosa dan berjalan dalam kekudusan -- meski akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat (ay. 3). Ibrani 4:12-13 juga menjelaskan mengenai teguran untuk perilaku berdosa. Ayat 12 menggambarkan firman Tuhan sebagai pedang bermata dua yang menusuk amat dalam untuk mengungkapkan dan menghakimi pikiran dan motif yang paling dalam. Ayat 13 mengatakan, "Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab." Tuhan masuk dalam hati kita dengan firman-Nya dan membuka segala isi hati kita. Bahasa Yunani untuk "telanjang" di ayat itu digunakan untuk seorang kriminal yang digiring ke pengadilan atau eksekusi. Sering kali, seorang prajurit akan mengacungkan sebuah belati di bawah dagu sang kriminal agar kepalanya tetap tegak sehingga semua orang dapat melihat siapa dia. Mirip dengan pengertian itu, Alkitab mengungkapkan siapa kita sebenarnya dan memaksa kita menghadapi realitas dosa kita. Mungkin Anda berkali-kali hanyut dalam kepuasan diri rohani dan senang berada dalam dosa, dan menemukan firman Tuhan menusuk dalam di hati Anda dengan pengakuan yang tak tertahankan. Itu adalah kuasa teguran Alkitab, dan itu merupakan anugerah yang berharga. Cara yang Baik Untuk Memastikan Bahwa Gereja Tidak Menjadi Tempat Berlindung Para Pendosa Adalah Pendeta Harus Mengkhotbahkan Firman Tuhan Dengan Penuh Iman Dan Ketepatan. Dengan demikian, orang-orang Kristen akan mengakui dosa-dosanya, dan orang yang tidak percaya akan bertobat atau sebaliknya pergi meninggalkan gereja. Sedikit orang mau memberi diri untuk ditegur oleh firman Tuhan dari minggu ke minggu kecuali mereka merindukan kekudusan. Yesus mengatakan bahwa yang berbuat jahat membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, sehingga perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak nampak (Yoh. 3:20). CARA MEMBUAT ORANG YANG TIDAK PERCAYA DAN PARA PENDOSA MERASA NYAMAN DI GEREJA ADALAH DENGAN MEMBERINYA KHOTBAH YANG HALUS, HAMBAR, DAN DANGKAL. Hal itu akan memimpin mereka kepada kenyamanan palsu. Mereka akan senang hadir, berpartisipasi, dan memiliki perasaan religius dan diterima. Tapi hal itu menjadi kepalsuan yang mencelakakan. Alkitab, yang merupakan standar untuk menguji semua klaim kebenaran, juga menegur pengajaran yang tidak benar. Rasul Yohanes mengungkapkan kuasa firman sebagai kebenaran saat dia mengatakan bahwa orang-orang percaya dapat mengatasi yang jahat karena "mereka kuat dan firman Allah diam di dalam mereka" (1 Yoh. 2:14). Yang jahat, Iblis, bekerja melalui agama palsu (2 Kor. 11:14), namun cara itu tidak mempan untuk mereka yang kuat dalam firman. Itu sebabnya mengapa agama-agama palsu berusaha untuk menjelek-jelekkan, mengubah, atau mengganti Alkitab dengan tulisan mereka sendiri. Karena Alkitab menunjukkan kesalahan mereka, mereka mengubah maknanya untuk membenarkan diri mereka sendiri. Namun, mereka yang memutarbalikkan firman akan menjadi binasa (2 Pet. 3:16). Orang Kristen yang memiliki pengertian yang cermat tentang kebenaran alkitabiah bukanlah seperti bayi yang tidak mampu berpikir dengan tajam. Mereka seperti anak-anak muda yang kuat, yang dapat dengan mudah mengenali pengajaran palsu dan tidak menjadi "anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan" (Ef. 4:14). Alkitab Mengoreksi Tingkah Laku Firman juga bermanfaat untuk memperbaiki kelakuan (2 Tim. 3:16). Firman tidak hanya menyatakan perilaku yang berdosa dan pengajaran yang salah, tetapi juga memperbaikinya. Bahasa Yunani dari perbaikan (epanorthosis) secara literal berarti "meluruskan" atau "mengangkat". Dengan kata lain, firman mengembalikan kita pada postur kerohanian yang benar. Saya yakin Anda juga sering mengalami hal ini, bukan? Firman akan menusuk hati dan membawa kita kepada pengakuan, tetapi kemudian memberikan petunjuk sehingga kita dapat memperbaiki dosa. Firman tidak membiarkan kita kandas secara rohani. Saat kita mengizinkan firman untuk dengan segala kekayaannya tinggal dalam hati kita (Kol. 3:16), firman membangun kita (Kis. 20:32) dan mengubah kelemahan kita menjadi kekuatan. Ada aspek yang memurnikan dan membersihkan dalam kuasa perbaikan yang Alkitab miliki. Yesus berkata, "Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu" (Yoh. 15:3). Tidak ada metode terapi buatan manusia yang memahami atau program anjuran para ahli sekuler yang memiliki efek memurnikan dan membersihkan seperti itu. Namun, setiap orang Kristen sudah mengalaminya. Ini adalah satu lagi contoh kecukupan sempurna sumber-sumber yang kita miliki dalam Kristus. Alkitab Mendidik Orang dalam Kebenaran Mendidik dalam kebenaran (2 Tim. 3:16) adalah proses lain di mana firman Tuhan mentransformasi pemikiran dan tingkah laku kita. Bahasa Yunani untuk mendidik (training) adalah "paidion", yang di tempat lain dalam Alkitab diterjemahkan sebagai "anak" atau "anak-anak" (contoh, lihat Matius 2:8; 14:21). Jadi, ayat ini menjelaskan bahwa firman Tuhan mendidik orang-orang percaya seperti orang tua atau guru mendidik anak. Dari bayi rohani sampai dewasa rohani, Alkitab melatih dan mendidik orang-orang percaya dalam hidup yang ilahi. Alkitab adalah nutrisi rohani orang-orang Kristen. Dalam 1 Timotius 4:6, Paulus memberi instruksi kepada Timotius untuk menjadi "terdidik dalam soal-soal pokok iman kita dan dalam ajaran sehat". Dalam Matius 4:4, Yesus berkata, "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." Petrus berkata bahwa kita harus merindukan nutrisi firman Allah sama seperti bayi yang selalu menginginkan air susu (1 Pet. 2:2). Yakobus 1:21 berkata, "Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut Firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu." Terimalah firman Tuhan dengan hati yang murni dan sikap rendah hati, itulah bagian kita. Saat kita melakukannya, pemikiran, sikap, tindakan, dan kata-kata kita akan secara progresif diperbaharui dan diubahkan. Firman mendidik kita dalam kebenaran. Perenungan dan pembelajaran firman Tuhan secara saksama dan teratur merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kesehatan dan kemenangan rohani kita. Bahkan bagi mereka yang mengerti Alkitab dengan baik harus terus disegarkan oleh kuasa-Nya dan diingatkan oleh kebenaran-Nya. Itulah sebabnya mengapa Petrus berkata, "Karena itu aku senantiasa bermaksud mengingatkan kamu akan semuanya itu, sekalipun kamu telah mengetahuinya dan telah teguh dalam kebenaran yang telah kamu terima. Aku menganggap sebagai kewajibanku untuk tetap mengingatkan kamu akan semuanya itu selama aku belum menanggalkan kemah tubuhku ini. Sebab aku tahu, bahwa aku akan segera menanggalkan kemah tubuhku ini, sebagaimana yang telah diberitahukan kepadaku oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. Tetapi aku akan berusaha, supaya juga sesudah kepergianku itu kamu selalu mengingat semuanya itu." (2 Pet. 1:12-15) Saat Paulus akan meninggalkan Efesus, dia menuntut para tua-tua di sana untuk tetap berpegang pada satu-satunya sumber kekuatan dan kesehatan rohani: "Dan sekarang aku menyerahkan kamu kepada Tuhan dan kepada Firman kasih karunia-Nya, yang berkuasa membangun kamu dan menganugerahkan kepada kamu bagian yang ditentukan bagi semua orang yang telah dikuduskan-Nya." (Kis. 20:32) Paulus memberikan perspektif yang sama seperti Petrus mengenai pentingnya diingatkan secara terus-menerus tentang apa yang sudah kita ketahui: "Akhirnya, saudara-saudaraku, bersukacitalah dalam Tuhan. Menuliskan hal ini lagi kepadamu tidaklah berat bagiku dan memberi kepastian kepadamu" (Fil. 3:1). Kita harus secara sistematis menyegarkan diri kita tidak hanya dengan kebenaran baru, namun juga dengan kebenaran lama yang telah kita kuasai. Penekanan yang kuat pada firman Tuhan akan memastikan kita untuk menjadi "diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik" (2 Tim. 3:17). (t/Dian)
Sumber:
Komentar |
Publikasi e-Reformed |