Preach Thy Word

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Gereja yang bertumbuh adalah gereja yang mau belajar dan mau diajar melalui khotbah-khotbah alkitabiah yang benar-benar dipersiapkan dengan matang. Artinya ada proses yang memang dikerjakan secara serius dan bertanggung jawab sebelum dikhotbahkan. Khotbah adalah salah satu cara yang dipakai Allah untuk menyampaikan atau mengomunikasikan pesan penting-Nya kepada banyak orang, baik disampaikan secara lisan maupun tulisan. Dalam tradisi Kristen, pesan ini haruslah firman-Nya yang tertulis di Alkitab atau yang biasa disebut Kabar Baik (Injil). Alkitab adalah satu-satunya sumber pemberitaan firman Tuhan, maka khotbah yang disampaikan seharusnya bukan pemikiran subjektif si pengkhotbah, melainkan pemikiran Alkitab yang telah diselidiki secara mendalam dan bertanggung jawab oleh si pengkotbah. Pesan utama dari khotbah harus senantiasa berpusat pada Kristus.

Kiranya melalui sajian artikel "Preach Thy Word" ini, kita akan bersama-sama melihat empat aspek utama teologia Marthin Luther dalam berkhotbah dan mempelajari hal penting yang harus tersirat dalam sebuah khotbah yang alkitabiah. Selamat membaca. Soli Deo Gloria!

Ayub Pemimpin Redaksi e-Reformed,
Ayub
Edisi: 
Edisi 175/April 2016
Isi: 

ARTIKEL
PREACH THY WORD (Understanding Theology of Preaching on Martin Luther)

Di dalam "Teologi Khotbah", Marthin Luther memahami "Teologi" dan "Khotbah" adalah satu (integrated). Khotbah adalah sentral dari gereja yang benar. Dengan mendengar firman Tuhan, kita baru dapat hidup di dalam Tuhan dan melayani-Nya sebagai "integritas hidup teologis". Martin Luther menekankan bahwa mereka yang mendengar, melihat, dan melaksanakan khotbah yang diberitakan, diimani, diproklamasikan, dan dihidupi, mereka bukan orang sembarangan, mereka adalah bagian dari gereja yang kudus dan am. Jadi, khotbah memerankan peranan penting untuk menyatakan firman Tuhan yang masih bekerja sampai sekarang melalui pemberitaan Injil. Karena itu, Luther percaya bahwa "one must see the word of the preacher as God's Word" (seseorang harus melihat perkataan pengkhotbah sebagai firman Tuhan - Red.). Problemnya, bagaimana seorang pengkhotbah dapat memiliki "kejujuran hati" di dalam dirinya untuk memberitakan firman-Nya?

Bapa

4 aspek teologi Luther dalam berkhotbah:

  1. Doktrin firman Tuhan harus mendasari khotbah.

    Di dalam teologinya, Martin Luther terus menekankan pengorbanan Yesus Kristus di atas kayu salib (Theology of the Cross) sebagai inti proklamasinya. Di atas kayu salib, Yesus dimuliakan. Jadi, teologi Kemuliaan (Theology of Glory) harus berhubungan dengan firman, inkarnasi Kristus, kematian Kristus, kebangkitan Kristus (Roma 1).

    1. Firman. Firman tidak bisa lepas dari "creation". Di dalam Kejadian, Luther memahami "Allah berfirman" bukan hanya ucapan saja, tetapi ada tindakan dan perbuatan Allah. Firman Tuhan menyatakan integritas diri-Nya dalam kehendak-Nya. Firman Tuhan datang kepada kita hanya melalui "perkataan-Nya". Bagi Luther, perkataan-Nya harus kita bedakan dengan perkataan para filsuf seperti Sokrates, Plato, Aristotle, dll.. Dalam Ibrani 4:12, firman Allah adalah "God's speaking to man" (no man speaking). John Piper dalam bukunya "Pierced by Word" mengangkat sebuah respons bahwa seharusnya kita mendengar dan gentar terhadap firman Tuhan karena Allah menciptakan ciptaan-Nya dengan firman-Nya, firman yang menggunduli hutan (Mazmur 29:9), firman yang seperti pedang tajam yang akan memukul bangsa-bangsa (Wahyu 19:15). Jadi, pengkhotbah harus sadar betul bahwa firman Tuhan bukanlah "human speech", tetapi firman Tuhan adalah firman yang "berbahaya" bagi diri mereka sebagai pembawa firman. Tidak boleh sembarangan berkhotbah, tidak boleh sembarangan menafsir, tidak boleh sembarangan mempermainkan inti khotbah di dalam Alkitab! Perkataan Allah adalah "sacred" bagi semuanya!

    2. Inkarnasi Kristus. Di dalam khotbah natalnya, Luther menekankan alasan dan kehendak kita untuk mencari Allah bukan dicari di atas sana, tetapi kita harus belajar "membungkukkan diri" melihat kepada seorang bayi yang lahir di palungan, Dialah Sang Pencipta. Mari kita berjalan bersamanya dengan takut akan Allah. Tidak ada jalan lain untuk kembali kepada Allah, hanya melalui bayi ini. Luar biasa! Sering kali kita kurang rendah hati mencari Tuhan karena kita menganggap diri mampu untuk mengenal Allah dengan inisiatif sendiri. Inisiatif manusia digambarkan dengan beberapa macam: terus melihat ke atas, terus berusaha mencari dengan agama, melihat ke bawah, juga berusaha mencari dengan filsafat. Mana yang benar? Melihat ke atas dan ke bawah! Karena Allah telah berinkarnasi ke dalam dunia, Ia lahir di palungan. Bungkukkan dirimu! "Theos" dan "Logos" yang ada di atas telah berinkarnasi turun ke bawah untuk menebus dosa kita! Inilah "Theology" yang melampaui setiap agama dan filsafat ("religion" dan "philosophy").

    3. Kematian Kristus. Ulrich Asendorf, di dalam esai berjudul "Luther's Sermons on Advent as a Summary of His Theology", memberikan tanggapan bahwa ketika Luther berkhotbah saat itu, dirinya hanya menekankan "Immanuel" yang disalibkan, kerelaaan diri-Nya sebagai kebenaran ditukarkan dengan dosa-dosa manusia, di dalam anugerah-Nya. Seperti apa yang diserukan oleh Yohanes pembaptis dalam Injil Yohanes 1:29, "... Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia." Kematian Kristus adalah penting di dalam khotbah Kristen. Jika Kristus tidak mati bagi kita, kita tidak melihat aplikasi kasih Allah yang agung di dalam anugerah-Nya. Kita tidak mungkin dapat mengerti Tuhan, doktrin, aplikasi, dan penggenapan janji-Nya. Luther sadar betapa pentingnya kematian Kristus karena kesadaran dirinya yang penuh dosa di hadapan Allah yang adil membuatnya selalu merasa bersalah sebagai pendosa. Namun, ia melihat Kristus dan tidak fokus terhadap dosanya, di situlah ada pengharapan baginya untuk mencicipi keselamatan dan penebusan-Nya di dalam totalitas karya-Nya.

    4. Kebangkitan Kristus. Di dalam buku "From Faith to Faith: Dari Iman kepada Iman", Dr. Stephen Tong menuliskan bahwa di dalam aspek natural, mujizat Allah yang besar adalah menjadikan apa yang tidak ada menjadi ada (creatio-ex-nihilo). Akan tetapi, mukjizat Allah yang terbesar adalah mengubah yang dari mati menjadi hidup. Itulah kebangkitan (resurrection). Inilah dua pekerjaan Tuhan yang besar sekali, yaitu penciptaan dan kebangkitan (Creation and Resurrection). Di dalam khotbah Paskah, Luther yang membahas Markus 16:1-8. Ia mengutip bahwa Rasul Paulus menuliskan dalam Roma 4:25, "Kristus telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita". Luther percaya bahwa Rasul Paulus memberitahukan kepada setiap kita secara akurat, mengapa dan tujuan dari penderitaan-Nya, yaitu Ia mati karena dosa-dosa kita dan bangkit karena pembenaran kita. Menurut Dr. Stephen Tong, di sini Kristus secara aktif menaklukkan diri-Nya kepada rencana Allah serta secara pasif menyerahkan diri-Nya untuk ditawan dan digantung di atas kayu salib menjadi penebus manusia! Saudara sekalian di dalam Kristus, berita ini harus kita bawa pulang ke dalam hati kita, jangan hanya mendengar dengan telinga kita atau hanya mengaku dengan mulut kita! Di dalam Roma 4:25, Luther dimengertikan bahwa perkataan-Nya telah membawa matanya tidak boleh lagi melihat kepada dosa-dosanya, tetapi matanya harus melihat kepada Kristus yang telah menebus dosa-dosanya, barulah saya dapat mengalami beristirahat dalam Kristus, tidak lagi membebani kesadaranku (rest upon Christ, no longer burden my conscience). Luther menjelaskan bahwa kita anak Adam, maka kita harus mati. Namun, karena Kristus telah mengambil dosa-dosa kita atas diri-Nya, telah mati bagi mereka, telah menderita untuk dibunuh karena dosa-dosa saya, dosa tidak bisa lagi membahayakan kita karena Kristus terlalu kuat untuk dikalahkan oleh dosa. Jadi, di dalam Kristus, sekarang kami memiliki hati nurani yang jelas, kami bahagia dan tidak takut terhadap dosa. Puji Tuhan!

  2. Hukum dan Injil dapat bersama-sama berfungsi di dalam satu khotbah yang sama.

    Pengajaran yang benar tentang teologi salib memaksa baik hukum maupun Injil harus dibedakan dan diterapkan dengan tepat (The proper preaching of the theology of the cross necessitates that both Law and Gospel be correctly distinguished and applied). Luther dengan tajam menggunakan hukum untuk mengungkap dosa manusia, kepalsuan dewa-dewa, membawa manusia berdosa sadar bahwa mereka membutuhkan Kristus, satu-satunya keselamatan kekal yang menyatakan kemurahan Allah, bukan hukum yang baru hukum sebagai karya-Nya yang mengutuk, melainkan agar kita dapat diselamatkan di dalam penebusan dosa, hanya di dalam Injil. Jadi, hukum dan Injil adalah pekerjaan Allah yang dinyatakan-Nya. Hukum tanpa Injil adalah gagal total. Hukum adalah kutuk bagi para pendosa (the work of damnation for sinners). Injil adalah karya keselamatan (the work of salvation for righteous man). Jadi, pelayanan firman Tuhan tidak boleh tidak, harus memberitakan hukum dan Injil sebagai kehendak Allah, seperti apa yang Kristus lakukan.

  3. Mengkhotbahkan Kristus sebagai sakramen dan teladan kita.

    Kristus adalah isi dari firman Tuhan. Luther mengutip Galatia 2:20, "Dengan Kristus aku telah disalibkan". Ia menjadi korban hidup yang telah mati untuk menebus dosa saya (Roma 13:14) - (sacramental) dan kita dipanggil untuk mengikuti teladan-Nya (1 Petrus 2:21)- (imitation of Christ). Ini warisan dari teologi Agustinus. Dengan demikian, Luther mengatakan, mengkotbahkan Kristus adalah memberi makan jiwa, membawa ke dalam kebenaran, mengalami kebebasan dan menerima keselamatan Kristus melalui kelahiran kembali dan pembaruan di dalam iman Kristus, bukan usaha mengimitasi Kristus saja. Jadi, hanya di dalam iman (yang dipahami oleh Luther sebagai iman inkarnasi, bukan iman hasil perbuatan manusia), setiap kita dapat menerima penebusan Kristus atas dosa-dosa kita. Ia adalah Kristus yang sama, nama yang disebut orang percaya, nama yang dikhotbah oleh hamba-hamba-Nya.

  4. Firman Tuhan dan kuasa Roh Kudus bersama di dalam kesatuan memberitakan firman.

    Firman itu adalah saluran melalui mana Roh Kudus diberikan. Firman Tuhan mengajarkan, menasihati, membela, dan menolak kesalahan. Nah, bagaimana firman yang dikhotbahkan (the preached word) dapat menjadi perkataan pribadi (personal word)? Luther menjawab bahwa semuanya tidak mungkin terjadi, kecuali karya Roh Kudus(the work of Holy Spirit) memberikan pemahaman untuk mengerti Allah dan firman-Nya adalah kesatuan. Roh Kudus menciptakan iman di dalam Kristus. Maka, bagaimana seseorang dapat menjadi seorang Kristen? Tentu saja, bukan karena latihan rohani mistikal kita kepada Tuhan, tetapi karena ada karya Roh Kudus (the work of Holy Spirit) yang menjadikan setiap kita dapat beriman dengan mendengar firman-Nya. Luther memahami Roh dan firman seperti suara dan napas dalam sebuah pembicaraan. Firman menjadi daging melalui salib Kristus untuk memperkuat iman melalui firman Tuhan dan pengampunan dosa di kayu salib (theology of cross) dan kebangkitan-Nya (theology of victory). Oleh karena itu, marilah kita belajar untuk mengenal Kristus dengan benar, kembali kepada seluruh Alkitab, firman Tuhan yang memberikan kepada kita kebenaran, dan pengetahuan yang benar tentang Kristus di dalam pekerjaan Roh Kudus.

Kesimpulan

Keunikan teologi khotbah dari Martin Luther bukanlah didasarkan atas pidato manusia (human speech) tentang Allah, tetapi Allah sendiri berbicara dan beraktivitas kepada manusia. Berkhotbah bukan mengulang cerita Alkitab, tetapi pengajaran Allah sendiri kepada manusia (God's own preaching to man). Bagi Luther, khotbah bukanlah untuk memanipulasi emosi pendengar maupun mendukung penyingkapan politis (political disclosure) dari sosial politik, tetapi keagungan pengajaran Luther (the glory of Luther's preaching) hanya mengkhotbahkan Kristus. Sebab, Luther mengetahui bahwa iman "datang hanya melalui firman Tuhan atau Injil, yang mengajarkan Kristus, yang mengatakan bahwa Anak Allah dan Manusia, telah mati dan bangkit kembali karena kita. Inilah Kabar Baik untuk Anda!

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama situs : MRII Beijing
Alamat URL : http://mriibeijing.weebly.com/artikel.html
Judul asli : Preach Thy Word
Penulis artikel : Ev. Daniel Santoso
Tanggal akses : 3 Maret 2016

Komentar