Tentang KamiArtikel TerbaruUpdate Terakhir |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SOTeRI ArtikelArtikel
Momen dan MomentumPenulis_artikel:
Pdt. Dr. Stephen Tong
Isi_artikel:
Waktu bukan momen, momen bukan waktu. Sementara waktu berlalu secara alami, momen-momen penting telah mencatat makna kekekalan dalam sejarah. Sejarah dibentuk oleh momen-momen yang bermakna. Orang Yunani mempunyai kepekaan yang sangat tajam terhadap konsep waktu. Maka tata bahasa mereka mempunyai bentuk yang limpah untuk menyatakan waktu. Kalau dalam bahasa Inggris ada present tense, past tense, dan lain-lain sebanyak 16 macam, dalam bahasa Yunani ada 64 macam. ltulah salah satu sebabnya Allah telah memakai bahasa Yunani untuk mewahyukan Perjanjian BaruNya. Dalam bahasa Yunani istilah untuk waktu ialah chronos, tetapi untuk momen ialah kairos. Dalam Perjanjian Baru kairos dipakai untuk "momen yang ditetapkan Allah", "momen yang menentukan". Pada waktu seseorang di dalam proses hidupnya menemukan suatu inspirasi khusus dari Tuhan, pada waktu seseorang menaati kehendak Allah yang kekal, pada waktu seseorang melakukan sesuatu yang bermakna, maka pada saat itulah orang tersebut sampai pada momen yang menentukan dalam hidupnya. Pada waktu suatu negara mengalami krisis dan dengan berani menghadapi kesulitan-kesulitan serta berjuang dengan semangat keadilan, pada saat itu negara telah menciptakan suatu momen yang menentukan dalam sejarahnya. Demikian juga gereja. Pada waktu orang-orang kudus yang berjiwa agung melihat pimpinan Tuhan serta menyerahkan hati, jiwa dan raga mereka untuk menggenapi rencana Allah, saat itu juga gereja telah memasuki momen yang menentukan, sehingga sejarah akan berubah arah karenanya. Ketaatan serta penyerahan orang-orang kudus dalam mengikuti pimpinan Tuhan memasuki momen-momen tersebut, menjadi suatu kekuatan yang menggerakkan, kekuatan yang mendorong, suatu momentum, bagi perubahan sejarah gereja. Dan gereja pun telah mencatat halaman-halaman dan pasal-pasal yang agung. Sekarang adalah momen yang baik bagi kita. Kita sedang menghadapi suatu zaman yang besar. Meskipun kewajiban amat berat, kesulitan banyak sekali, dan tantangan sangat besar, namun kuasa Tuhan cukup bagi kita. Tuhan setia akan janji-janjiNya. Di dalam masyarakat yang moralnya sedang merosot, di dalam zaman yang segala sesuatu sedang berubah, di dalam lingkungan yang hidup kerohanian dan fisik sedang tidak seimbang, di dalam keadaan kuasa gelap sedang menguasai hati manusia, dosa telah melanda sekitar kita dan hati nurani manusia sedang menjadi kebal. Inilah kesempatan bagi kita untuk memihak kepada Tuhan, untuk menyeru kepada manusia, untuk menyatakan kuasa Injil yang melampaui kuasa apa pun di dalam kebudayaan manusia, yang menjadi satu-satunya kuasa untuk menyelamatkan, untuk mengubah, untuk memberikan pengharapan bagi dunia. Di dalam kesempatan di dalam krisis, di dalam momen yang menentukan di dalam sejarah ini, siapakah yang memihak Tuhan? Siapakah yang memakai kuasa kekekalan dari Allah untuk menciptakan momentum, yang akan mengubah arah sejarah? Saya harap Lembaga Reformed Injil Indonesia boleh menjadi suatu alat yang kecil di dalam tangan Tuhan yang Mahakuasa, untuk ikut menyumbangkan diri sebagai suatu suara yang berseru ke dalam hati manusia, supaya boleh membawa manusia menuju kepada terang yang lebih bercahaya di masa depan. Mari kita bersama-sama melihat kuasa Tuhan dan melihat momen-momen yang akan terjadi. Saya harap majalah kecil ini boleh menjadi suatu kesaksian bagi momen-momen yang penting di dalam zaman di mana kita berada. Sumber Artikel:
Sumber:
Pengenalan Terhadap Kidung Agung (II)Penulis_artikel:
Ev. Cornelius Kuswanto
Isi_artikel:
Dalam artikel pertama tentang Pengenalan Terhadap Kidung Agung (1) kita telah mempelajari bersama tentang keunikan Kidung Agung, Pengarang dan Tanggal Penulisan, Latar Belakang Sejarah Penulisan, Tujuan Penulisan dan Beberapa Macam Cara Penafsiran Kidung Agung. Cara penafsiran yang paling terkenal dan paling tua ialah tafsiran secara alegori. Dalam bagian ini kita akan bersama mempelajari tentang penafsiran Kidung Agung menurut Dramatical Interpretation (tafsiran secara drama). LATAR BELAKANG DARI TAFSIRAN SECARA DRAMA Penafsiran menurut drama dari Kidung Agung mulai dikenal pada akhir abad ke-18. Ide adanya drama dalam Kidung Agung sudah lebih dahulu dikenal sebelum cara penafsirannya dipakai. Pada abad ke-3 M, Origen menamakan Kidung Agung sebagai sebuah pantun pernikahan yang ditulis dalam bentuk drama. Tafsiran Kidung Agung secara drama mulai menjadi terkenal pada awal abad ke-19 yaitu setelah tafsiran secara alegori mulai berkurang pendukungnya.(2) DUA MACAM BENTUK TAFSIRAN SECARA DRAMA Robert Gordis menyatakan bahwa tafsiran Kidung Agung secara drama ada dalam dua macam bentuk.(3) Kedua bentuk tafsiran menurut drama ini ialah berdasar peran utama dalam Kidung Agung. Ada yang setuju bahwa dalam Kidung Agung ada dua peran utama, ada juga yang berkata bahwa dalam Kidung Agung ada tiga peran utama. a. Dua peran utama Pendapat ini dipegang oleh Franz Delitzch yang melihat ada dua peran utama dalam Kidung Agung yaitu Salomo (kadang-kadang menyamar sebagai seorang gembala) dan seorang wanita desa yang disebut sebagai gadis Sulam (6:13). Pendapat ini mungkin berdasar dari dua manuskrip Grika yang berasal dari abad ke-4 dan 5 M.(4) Manuskrip- manuskrip ini memuat catatan di pinggir mengenai siapa yang bicara dan siapa yang menjawab.(5) Menurut Delitzch, Kidung Agung hanya mempunyai dua peran yaitu Salomo dan gadis Sulam. Ketika Kidung Agung membicarakan mengenai gembala, ini ditujukan kepada Salomo yang menyamar sebagai gembala. Mengenai gadis Sulam, Delitzch berkata, Gadis Sulam adalah seorang gadis yang ada dalam sejarah. Ia bukan putri Firaun sebagaimana diajar sejak zaman Theodore of Mopsusetia..., tetapi ia adalah seorang gadis desa yang sederhana. Salomo tertarik kepada kecantikan dan ketulusan gadis Sulam. Hal ini selain membuat Salomo melepaskan praktek poligaminya juga membuat dia mengenal ide pernikahan yang mula- mula dicatat dalam Kejadian 2:33 dst. sebagai sebuah pengalaman nyata.(6) Salomo berjumpa dengan gadis Sulam waktu ia mengadakan kunjungan negara ke Israel bagian Utara. Dalam pertemuan dengan gadis Sulam ini, Salomo tertarik pada gadis Sulam sehingga Salomo kemudian membawa gadis Sulam ke Yerusalem untuk dijadikan istri. Menurut tafsiran secara drama, klimaks dari Kidung Agung ialah pernikahan antara Salomo dengan gadis Sulam. b. Tiga Peran Utama Atau "Hipotesa Gembala" J.S. Jacobi adalah orang Kristen pertama yang mengajarkan pendapat ini pada tahun 1771. Heinrich Ewald mengembangkan teori ini pada tahun 1826. Pada tahun 1891, Driver memprogandakan hipotesa ini.(7) Menurut hipotesa ini ketiga peran utama dalam Kidung Agung ialah: Salomo, gadis Sulam, dan gembala yang menjadi kekasih gadis Sulam. Latar belakang sejarah dari hipotesa gembala ini ialah sbb.: ketika raja Salomo sedang melakukan perjalanan negara ke bagian utara Israel, ia berjumpa dengan gadis Sulam dan membawa gadis Sulam ke Yerusalem. Salomo berusaha mendapatkan hati gadis Sulam dengan berbagai macam rayuan dari kekayaan dan kemuliaan yang Salomo miliki. Tetapi hati gadis Sulam sudah melekat dengan kekasihnya, yaitu si gembala sederhana yang tinggal di kampung di utara Israel. Jadi rayuan Salomo tidak berhasil membuat gadis Sulam melupakan kekasihnya. Setelah merasa tidak berdaya mendapatkan hati gadis Sulam, akhirnya Salomo memperbolehkan gadis Sulam kembali ke desanya. Menurut pendukung hipotesa ini, pada pasal 8 dari kitab Kidung Agung, kita melihat gembala dan gadis Sulam berjalan bergandengan tangan. Jadi menurut "hipotesa gembala", pelajaran utama dari kitab Kidung Agung ialah tentang kasih sejati yang tidak dapat direbut oleh kekayaan atau kemuliaan. Dalam "hipotesa gembala", Salomo adalah seorang bad guy yang berhati baik. Salomo menghargai kasih gadis Sulam kepada si gembala, sebab itu Salomo membiarkan gadis Sulam kembali kepada kekasihnya. Menurut hipotesa ini, gembala melambangkan Kristus, gadis Sulam melambangkan orang Kristen secara individual, dan Salomo melambangkan dunia. Dalam menafsir Kidung Agung secara drama, S.R. Driver bukan saja percaya bahwa bentuk literatur Kidung Agung adalah sebuah drama, bahkan Driver dengan yakin berkata bahwa drama ini harus dipentaskan.(8) Calvin Seerveld juga setuju kalau kitab ini juga dimainkan secara drama.(9) F. Delitzch berpendapat lain. Ia setuju kalau Kidung Agung ditulis dalam bentuk drama, tetapi tidak boleh dimainkan di depan umum. EVALUASI TERHADAP PENAFSIRAN SECARA DRAMA Tafsiran secara drama dengan dua lakon memperlihatkan pernikahan yang berbahagia antara Salomo dan gadis Sulam. Pelajaran yang diberikan oleh tafsiran ini ialah agar pernikahan orang Kristen rukun dan bahagia seperti pernikahan Salomo dan gadis Sulam. Tafsiran secara drama dengan tiga lakon mengajar bahwa hidup pernikahan orang Kristen harus menjunjung tinggi kesetiaan kepada pasangan kita. Meskipun ada rayuan dari pihak ketiga, tetapi suami atau istri tidak boleh jatuh oleh rayuan tersebut. Tafsiran ini juga memberikan pelajaran rohani yang baik. Sebagai pengantin perempuan Kristus (= gadis Sulam), orang Kristen harus setia kepada Tuhan (= gembala) dan tidak boleh mencintai dunia ini (= Salomo). Meskipun cara penafsiran secara drama memberikan pelajaran yang indah tentang hidup pernikahan, tetapi apakah cara penafsiran secara drama ini dapat dibenarkan? Kalau dipelajari lebih mendalam, maka terlihat bahwa tafsiran secara drama mempunyai beberapa kesulitan. E.J. Young berkata, "Drama tidak pernah ada dalam kehidupan bangsa Yahudi." Ia juga berkata tidak mungkin rohaniawan Yahudi menganggap Kidung Agung sebagai sebuah buku yang diilhamkan oleh Tuhan kalau kitab ini hanya merupakan sebuah drama.(10) Meredith Kline memberikan komentar yang bernada sama dengan Young, yaitu drama tidak dikenal oleh orang Yahudi.(11) Harrison berpendapat bahwa tidak cukup kuat untuk membuktikan adanya drama dalam literatur orang Yahudi.(12) Faktor pembicara juga tidak menyokong bahwa Kidung Agung adalah sebuah drama. Pembicara dalam Kidung Agung tidak jelas ditulis. Driver berpendapat bahwa pembicara dalam Kidung Agung sangat jelas ditulis dan dipakai dengan konsisten.(13) Kalau demikian mengapa Delitzsch berpendapat hanya ada dua pelaku, sedangkan Driver sendiri berpendapat ada tiga pelaku? Kita juga harus memperhatikan pergumulan yang dialami oleh Aalders. Ia menyelidiki bahwa ketika sebuah pembicaraan diucapkan, maka beberapa kali tidak diketahui siapa yang berbicara.(14) Jadi Aalders berkesimpulan bahwa Kidung Agung sama sekali tidak mempunyai karakteristik sebuah drama, bahkan dialog yang ada tidak selamanya dipergunakan. Lokasi dalam Kidung Agung juga tidak terinci. Kalau pengarang Kidung Agung bermaksud agar Kidung Agung ditafsir sebagai sebuah drama, maka pengarang harus lebih terinci menulis mengenai pembicara, bilamana pembicaraan dimulai dan bilamana pembicaraan berhenti, pergantian tempat dll. Karena hal-hal tersebut di atas tidak jelas dicatat dalam Kidung Agung, maka Delitzsch membagi Kidung Agung dalam enam babak dan dua belas lokasi. Sedangkan Driver membagi Kidung Agung dalam lima babak dan tiga belas lokasi.(15) Jelas orang-orang yang menyokong penafsiran Kidung Agung sebagai sebuah drama harus memperhatikan kesukaran-kesukaran ini. Baik penganut yang berpendapat bahwa Kidung Agung mempunyai dua pelaku utama atau penganut yang berpendapat bahwa Kidung Agung mempunyai tiga pelaku utama harus bergumul dengan kesukaran ini. Akhirnya kita dapat berkata bahwa usaha untuk menafsir Kidung Agung sebagai sebuah drama membutuhkan lebih banyak penjelasan daripada jumlah ayat yang ada dalam Kidung Agung. Untuk menjelaskan dramanya saja kita sudah harus memberikan tafsiran yang banyak macam. Cara penafsiran secara drama sama bersalah seperti cara penafsiran menurut alegori. Kedua cara penafsiran ini salah dengan melakukan eisegesis(16), bukan exegesis (17).
Sumber Artikel:
Sumber:
Rahasia Pelayan Remaja yang EfektifPenulis_artikel:
-
Isi_artikel:
Harus Kita akui bahwa ada kelompok pelayanan remaja tertentu yang maju dan berkembang, sedangkan kelompok lain makin lama makin kehilangan remajanya. Mengapa ini terjadi, agak sukar untuk dicari sebabnya yang tepat, tetapi kalau Anda ingin tahu ciri-ciri pelayanan remaja yang efektif, simaklah uraian berikut ini. Utamakan orang, bukan program Pertama-tama dan terutama, suatu pelayanan remaja yang berhasil adalah yang mengutamakan orang-orangnya, bukan programnya. Berusaha mengenal para remaja lebih dekat. Membuat mereka merasa dirinya penting. Mendengarkan mereka. Memperdulikan mereka. Mengasihi mereka. Kalau unsur-unsur ini ada, pelayanan remaja itu akan bertumbuh. Jika yang diutamakan adalah program, betapa pun baiknya program itu, para remaja cenderung untuk kehilangan minat. Salah satu penyebabnya ialah karena mereka telah menghabiskan banyak waktu dan energi untuk kegiatan sekolah. Kegiatan gereja mungkin kurang menarik dibandingkan aktivitas sekolah atau aktivitas luar lainnya. Maka kalau pelayanan remaja di gereja tidak menawarkan sesuatu yang berbeda, para remaja itu akan memilih yang di luar gereja. Satu hal yang biasanya tidak ditawarkan oleh program kegiatan di luar, adalah perhatian terhadap tiap pribadi. Bila pelayanan remaja gereja menyediakan suasana kasih, saling mempercayai, dan menerima tiap orang sebagaimana adanya, maka para remaja akan berada di sana. Setiap orang ingin merasa dikasihi. Utamakan Kristus Yesus Kristus adalah pribadi yang paling menarik, yang pernah hidup di dunia ini. Dalam usia remaja pun orang dapat memberi respons kepada Kristus. Mereka dapat mengalami bahwa hidup bagi Dia sungguh berharga. Seringkali pelayanan remaja di gereja bertujuan agar para remaja itu kelak menjadi anggota gereja tersebut. Keanggotaan gereja memang penting. Bahkan sangat penting. Tetapi kalau ini yang menjadi tujuan pelayanan remaja, kebanyakan remaja menjadi tidak tertarik. Dari mula, perbedaan antara kedua hal di atas harus sudah dinyatakan dengan jelas, secara langsung maupun tak langsung: "Pelayanan remaja kami bertujuan untuk menjadikan Kristus Tuhan atas kehidupan -- hidup kami, nilai-nilai kami, dan gaya hidup kami." Suatu pelayanan remaja yang takut-takut menyatakan tujuannya, pada akhirnya akan kehilangan para remajanya yang dihanyutkan oleh arus ajaran-ajaran lain di sekitarnya. Tujuan di atas tidak perlu sering-sering dicanangkan, tetapi setiap pembina remaja harus memahami dan menghayati tujuan itu. Suatu kelompok yang mempedulikan Pelayanan remaja yang berhasil harus menawarkan bukan saja penyerahan sepenuhnya kepada Kristus sebagai Tuhan atas kehidupan, tetapi juga suatu kelompok yang mempedulikan dan memberi dukungan kepada mereka yang telah menyerahkan dirinya kepada Kristus. Juga kepada mereka yang baru mulai tertarik untuk percaya. Seperti halnya orang dewasa, para remaja pun perlu memiliki perasaan menyatu dengan kelompoknya. Dalam tahun-tahun itu tekanan dari teman-teman sebaya sangat besar, bahkan hampir tak tertahankan. Dan umumnya, tekanan itu menjurus kepada yang negatif. Karena itu pelayanan remaja harus menawarkan suatu kelompok "tandingan", suatu "keluarga besar", dimana para remaja benar-benar merasa diterima dan dikasihi. Prioritas yang jelas Di tengah arus kesibukan dan waktu yang sempit, gampang sekali pelayanan remaja kehilangan arah tanpa disadari. Mempunyai prioritas yang jelas, seperti yang berikut ini, akan membantu para pembina. Prioritas I : Pertumbuhan rohani dan saling mendukung satu sama lain. Ini berarti seminggu sekali para pembina bertemu untuk saling berbagi suka-duka, kebutuhan dan pertumbuhan rohani. Prioritas 2 : Pertemuan dengan para remaja seminggu sekali, untuk membagi tanggung jawab bagi pelaksanaan program pelayanan. Prioritas 3 : Menyediakan waktu untuk bergaul dengan aggota-anggota kelompok remaja. Bila ada acara-acara khusus, hadirlah di sana. Dan dukunglah para remaja Anda dalam acara-acara lain juga, misalnya dalam pertandingan sekolahnya atau pertunjukan kesenian yang dimainkannya. Prioritas 3 baik untuk dilaksanakan kalau pembina kelompok remaja ada beberapa orang. Dalam suatu pertunjukan yang dimainkan oleh remaja Anda, salah seorang pembina dapat hadir untuk memberi semangat. Dalam acara yang lain, seorang pembina lainya hadir sebagai suporter. Kehadiran Anda seakan-akan mengatakan kepada mereka: "Kami memperhatikan engkau.. . engkau penting bagi kami ... apa yang kau lakukan itu penting." Para pembina remaja hendaknya memiliki komitmen untuk "menyediakan waktu" bagi para remaja yang dilayaninya. (Disadur dari Coleman & Rydberg, "6 Training Sessions for Your Youth Worker Team") Sumber Artikel:
Sumber:
Seni dalam Perspektif KekristenanPenulis_artikel:
Paul Hidayat STh.
Tanggal_artikel:
15 Januari 2020
Isi_artikel:
Seni dalam Perspektif KekristenanKarya-karya seni sepanjang sejarah kemanusiaan merupakan bukti tentang kehebatan manusia, yang jauh mengungguli makhluk-makhluk lainnya. Untuk memperbesar kekaguman kita akan kemanusiaan, cukup kita pergi ke museum, atau ke peninggalan-peninggalan purba, atau ke gedung orkestra, atau ke suatu pameran lukisan. Arsitektur, musik, lukisan, karya pahat, film, fotografi, tari-tarian, tulisan, dsb., akan segera membangkitkan rasa kagum kita tadi, sebab karya-karya seni ini menggemakan kehebatan manusia. Siapa tidak kagum melihat lukisan-lukisan karya Basuki Abdullah atau Affandi? Siapa tidak tenggelam dalam kedalaman pengisahan tulisan penulis-penulis besar seperti Tolstoy, Tagore, Dostoevsky, Mangunwijaya, dsb? Siapa tidak takjub melihat arsitektur kuno seperti Borobudur maupun arsitektur modern seperti Opera House di Sidney? Siapa pula tidak terbuai oleh musik-musik indah karya komponis agung seperti Bach, Mozart, Vivaldi, Tschaikovsky, dsb? Siapa pula dari kita yang tidak bangga dengan aneka ragam kesenian Indonesia dari Sabang sampai Merauke? Seni tanda keagungan manusia yang membuat hidup ini terasa lebih indah, tidak lepas dari permasalahan. Misalnya, ada seni pahat yang indah, ada pula yang dijadikan berhala yang disembah manusia. Ada lukisan dan foto-foto seni yang mengagumkan, ada pula yang menggiurkan merangsang nafsu. Ada musik yang menyentuh kalbu dan menyegarkan jiwa, ada pula yang mengaduk perasaan menjadi galau. Orang Kristen tinggal di tengah-tengah dunia yang dibanjiri oleh berbagai tren kesenian, masing-masing lengkap dengan produknya. Kita harus memilih dan menentukan sikap. Apalagi karena kini seni dengan penggabungan teknologi canggih (misalnya lewat video, majalah, kaset, dsb), mampu dimassalkan menerobos segala bentuk batasan, dan memperhadapkan kita langsung dengan berbagai pilihan seni. Patokan apa dapat kita pakai untuk menilai dan memilih? Bukan hanya itu. Kekristenan bukan saja bergumul tentang seni di luar dirinya, yang harus disaringnya sebelum dapat diterima, tetapi seni di dalam kekristenan pun wajib kita pergumulkan. Seni, karunia Tuhan yang agung itu, tidak saja mampu membawa kita ke dalam suasana indah, tetapi kadang-kadang membuat kita bingung dalam pemilihan sikap. Bagaimanakah sikap Alkitab terhadap seni? Apa tanggung jawab dan peran Kristen dalam bidang seni? Seni yang bagaimana yang sebaiknya kita kembangkan dalam corak ibadah dan pelayanan Kristen? Seni menurut Alkitab Barangsiapa mencari dukungan Kel. 31:1 Alkitab untuk sikap antipatinya terhadap seni, akan kecewa. Sebaliknya orang yang mencari dukungan Alkitab atas sikap pro seni tanpa pandang bulu, juga akan dikecewakan. Kedua sikap pro dan kontra dapat kita temui dengan jelas diajarkan dalam Alkitab. Alkitab bukan saja mendukung pengembangan kesenian, tetapi bahkan memerintahkan kita untuk mengembangkannya. Seni sebagai bagian dari panggilan dan karunia budaya, jelas merupakan suatu karunia yang harus dikembangkan oleh manusia. Bukankah kreativitas manusia merupakan salah satu aspek dari keberadaan manusia sebagai gambar Allah, Sang Pencipta yang Mahakreatif itu? Maka, mengembangkan daya seni yang Tuhan telah tanamkan dalam diri kita adalah bentuk ketaatan kita terhadap panggilan-Nya untuk mencerminkan Dia melalui hidup dan karya kita. Sepanjang Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru kita menjumpai perkenan Allah atas berbagai upaya dan karya seni: Bezaleel dan Aholiab (Kel. 31:1- I 1), desainer seni Kemah Sembahyang; mazmur-mazmur; hymnologi yang diungkapkan Paulus dalam surat-suratnya (Fil. 2:6-I I; Kol. I : 15-23); sampai ke doxologi di Kitab Wahyu, semuanya menyaksikan fakta ini dengan jelas. Bila kita telusuri kisah Bezaleel dengan lebih teliti, kita dapat menarik beberapa kesimpulan tentang seni. Pertama, seni ada dalam cakupan kehendak Allah, sebab Allah sendiri yang memerintahkan pembuatan Kemah Sembahyang secara berseni. Allah menginginkan tempat ibadah umat-Nya itu memiliki penampilan bercita-rasa seni tinggi (Kel. 25-28). Kedua, kemampuan seni adalah karunia Allah. "Lalu Musa memanggil Bezaleel dan Aholiab dan setiap orang yang ahli, yang dalam hatinya telah ditanam TUHAN keahlian..." (Kel. 36:2). Dalam tafsirannya tentang bagian ini, Calvin menandaskan bahwa setiap kemampuan seni atau ilmiah, bahkan juga yang dimiliki mereka yang tidak beriman, adalah karunia Roh Kudus. "The knowledge of all that is most excellent in human life is said to be communicated to us through the Spirit of God" (Institutes 22 16). Maksud Calvin bukanlan bahwa seniman yang tak beriman memiliki Roh Kudus, tetapi bahwa semua kemampuan dalam diri manusia adalah akibat pekerjaan Roh Kudus dalam anugerah umum. Lebih jauh, Keluaran 31 mengembalikan seluruh detil kemampuan seni yang dibutuhkan untuk merancang interior maupun eksterior Kemah Sembahyang itu sebagai karunia Roh Kudus. (Perhatikan kata-kata "Kutunjuk", "Kupenuhi", "Kuperintahkan" 3 I :2-6). Seni selain merupakan karunia, juga merupakan panggilan hidup dari Allah. Banyak kaum injili masa kini mengkategorikan hanya pelayanan gerejawi sebagai panggilan hidup dari Tuhan. Akan tetapi, melalui gerakan Reformasi kita disadarkan bahwa seluruh kehidupan kita adalah pelayanan dan ibadah untuk Tuhan, dan karena itu, adalah panggilan Tuhan untuk kita. Bezaleel menerima panggilan itu. Panggilan di bidang seni, seperti halnya panggilan di bidang pelayanan Firman, atau di bidang ilmu, tidak berlaku umum tetapi berlaku khusus. Tuhan memanggil secara pribadi. Seseorang bisa dipanggil Tuhan menjadi pendeta atau misionaris atau guru atau ilmuwan, bisa pula dipanggilNya menjadi seniman! Walaupun terhadap seniman-seniman bukan Kristen tidak dapat kita katakan bahwa "ilham" yang mereka terima adalah bukti mereka dipimpin oleh Roh Kudus, namun dalam kasus seniman Kristen (seperti halnya Bezaleel dalam Kel. 35:30) dapat disimpulkan adanya hubungan erat antara mutu kerohanian dengan mutu seninya. Urutannya jelas: "memenuhinya dengan Roh Allah, dengan keahlian, pengertian dan pengetahuan dalam segala macam pekerjaan..." (Kel. 35:31). Juga kepandaian untuk mengajar (ayat 34). Melalui kisah Bezaleel ini kita menarik pelajaran indah bahwa seni adalah karunia yang Tuhan berikan kepada manusia dan merupakan panggilan khusus untuk orang tertentu yang dipanggil-Nya menjadi seniman. Pelayanan dalam bidang seni ini meliputi prinsip pimpinan Roh, pemberian kemampuan, penggunaan akal dan pengetahuan serta pengembangannya melalui jalur ajar-mengajar. Di pihak lain, Alkitab juga mengungkapkan penyalahgunaan seni oleh manusia. Firman Tuhan melarang pembuatan patung dan berbagai simbol lainnya untuk disembah (Kel. 20:4,5). Harun dengan lembu emasnya, Nebukadnezar dengan patung raksasanya, dan kitab-kitab petenung zaman Kisah Para Rasul, cukup menjadi bukti betapa mudahnya daya seni manusia itu dipakai untuk menghasilkan hal-hal yang jahat, buruk dan melawan Tuhan. Teologi Reformed mengingatkan kita bahwa kejatuhan manusia dalam dosa mencemarkan seluruh aspek kemanusiaan kita, termasuk kepekaan dan daya seni manusia. Bila Alkitab bersikap seperti itu, kita pun seharusnya bersikap demikian. Kita patut bersikap positif, menerima dengan syukur dan mengembangkan potensi seni yang Tuhan titipkan pada kita. Di lain pihak kita wajib sadar akan pengaruh dosa yang mungkin membelokkan arah seni dari memuliakan Tuhan dan membangun kemanusiaan menjadi sesuatu yang memberontak melawan Allah dan menghancurkan kemanusiaan. Peran Kristen terhadap kesenian Terhadap kesenian, orang Kristen dan gereja wajib menjalankan perannya sebagai imam, nabi dan raja. Sebagai imam, kita dipanggil untuk "menyelamatkan" kesenian dalam arti menyaksikan prinsip-prinsip Kristen ke dalam pergumulan dan pengungkapan seni dunia di sekitar kita. Sebagai nabi kita dipanggil untuk menyuarakan kebenaran dan menilai kesenian dalam terang kebenaran Firman Tuhan. Sebagai raja kita dipanggil untuk memerintah, menguasai, memengaruhi kesenian, terutama dengan jalan menciptakan ungkapan-ungkapan kesenian yang dinafasi oleh kekristenan dalam keterlibatan penuh kita di dalam kesenian. Bila semua peran itu kits jalankan, maka timbullah beberapa konsekuensi praktis dalam sikap kita terhadap kesenian. Ada kemungkinan kita harus membuangnya, sebab karya seni bersangkutan sudah sedemikian dirusak oleh ketidakbenaran dan kejahatan (misalnya berhala-berhala, kitab primbon, film porno, dsb). Ada pula saat ketika kita boleh menerima karya seni bersangkutan karena prinsip isi dan bentuknya tidak menyimpang dari kekristenan. Lebih dari itu, orang Kristen terpanggil untuk mengembangkan daya seninya sedemikian rupa sampai mampu mencetuskan karya-karya seni yang berprinsip Kristen dan memengaruhi dunia. Kesenian gerejawi Dalam sejarah terbukti bahwa kesenian yang dikembangkan dalam konteks gereja sempat menjadi ratu yang berpengaruh dan ditiru kesenian dunia ini. Arsitektur gereja dan musik gereja adalah dua contoh paling jelas tentang hal ini. Akan tetapi, apa yang dulu merupakan kebanggaan gereja rupanya kini sudah berbalik. Dalam banyak hal, gereja paling ketinggalan dalam kesenian di zaman ini. Kenyataan ini merupakan cambuk yang melecut kita untuk mawas diri dan bangun dari ketiduran kita dalam bidang seni gerejawi. Di manakah dramawan, musikus, pelukis, arsitek, pernahat, novelis Kristen abad ini yang mau menggeluti ulang panggilan Tuhan untuk bidang seni dan menghasilkan karya-karya berkaliber? Seni Kristen/gerejawi bukan saja yang semata merupakan ungkapan kisah-kisah Alkitab. Karya-karya Dostoevsky (The Brother's Karamazov) yang sarat dengan masalah filsafat, religius, dan sosiologis juga dapat dipakai Tuhan untuk mentobatkan orang. Karya Tolkien mungkin lebih mampu berkomunikasi dengan banyak orang tentang kebenaran Kristen. Karena itu kita perlu lebih banyak seniman Kristen yang menempatkan ulang Kekristenan di panggung pergelaran seni dunia. Namun demikian, sisi lainnya tidak boleh kita lupakan. Seperti yang Tuhan Yesus ingatkan, semua orang yang ingin taat kepada-Nya pasti akan menerima salibnya sendiri. Dalam bentuk penghinaan, dipandang tak berarti, dianggap tidak sesuai tren, dsb. Demikian pula tidak selamanya Tuhan mengijinkan kesenian gerejawi diterima di panggung kesenian dunia ini. Selama penolakan dunia atas kesenian gerejawi dan orang Kristen bukan disebabkan oleh kelalaian, kebodohan atau kemalasan kita sendiri dalam mengembangkan seni, maka jelas bahwa itu adalah konsekuensi kemuridan kita mengiring Kristus. Konklusi Orang Kristen dan gereja tidak dapat mengelak dari keharusan terlibat dalam kesenian, paling tidak menikmatinya. Kita disadarkan bahwa daya seni manusia adalah suatu karunia yang sangat mulia yang menunjukkan aspek kemanusiaan kita sebagai gambar Allah. Dalam Alkitab sendiri, kesenian bisa dikatakan sebagai puncak ibadah yang dimulai dari iman (doktrin), dilanjutkan oleh kasih (dalam etika) dan diakhiri dengan doxology (estetika). Itu sebabnya, Kristen harus terlibat dalam kesenian dan mengupayakan kesenian yang bermutu tinggi. Di pihak lain, kita disadarkan bahwa dosa dan pengaruh iblis merembes masuk ke semua kapasitas kemanusiaan kita, tidak terkecuali daya seni kita Karena karya seni adalah karya manusia berdosa, seni pun besar kemungkinan tercemar oleh dosa. Karena itu, Kristen terpanggil menjalankan perannya sebagai imam, nabi dan raja. Kesenian harus dikembalikan kepada tempatnya semula, yaitu sebagai alat untuk memuliakan Tuhan, mengungkapkan keindahan-Nya dan ciptaan-Nya dalam ungkapan-ungkapan artistik dan menunjukkan kebenaran. Seni bukan tujuan akhir yang diberhalakan dan memperbudak manusia. Seni dapat memuliakan Allah, mencerminkan kebenaran dan keindahan serta membangun kemanusiaan, bisa pula sebaliknya. Karena itu, kita harus berperan aktif: memperbaiki, menilai dan mencetuskan yang baru. Sumber Artikel:
Sumber:
Yohanes Pembaptis: Pelita yang Terpasang dan BercahayaPenulis_artikel:
Pdt. Dr. Stephen Tong
Tanggal_artikel:
5 Desember 2019
Isi_artikel:
Dalam Dia (Yesus) ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya. Datanglah seorang yang diutus Allah, namanya Yohanes; ia (Yohanes) datang sebagai saksi untuk memberikan kesaksian tentang terang itu, supaya oleh dia semua orang menjadi percaya." (Yohanes 1:4-7). "Ia adalah pelita yang menyala dan bercahaya." (Yohanes 5:35) Terjemahan lain mengatakan, "Ia menjadi pelita yang menyala dan bercahaya." "Ia merupakan satu pelita yang sudah disulit, yang sudah terpasang dan sekarang bercahaya." Yohanes Pembaptis merupakan seorang yang mengagumkan dan menjadi teladan bagi setiap orang yang mau melayani Tuhan. Ia mempunyai posisi yang paling unik. Ia adalah nabi terakhir dalam Perjanjian Lama, tetapi juga nabi pemula dalam Perjanjian Baru. Ia mengakhiri seluruh Perjanjian Lama, dan merintis Perjanjian Baru. Melalui Yohaneslah segala yang dinubuatkan nabi-nabi Perjanjian Lama menjadi suatu puncak pernyataan yang jelas tentang Mesias kepada manusia. Melalui Yohanes juga seluruh zaman setelah Kristus dapat melihat bahwa dialah yang memberi petunjuk untuk zaman selanjutnya bahwa Kristus membuka Perjanjian Baru dengan darah yang dicurahkan, "Lihatlah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia." (Yohanes 1:29). Ucapan ini mengakhiri nubuat dan ucapan para nabi mengenai Kristus dalam Perjanjian Lama dan membuka satu jalan baru supaya orang-orang dalam Perjanjian Baru dan dalam sejarah melihat bahwa Yesus adalah sungguh Domba yang disembelih, seperti yang dilambangkan pada hari Paskah dalam Perjanjian Lama. Siapakah Yohanes? Ia bersaksi bagi Terang, tetapi mengaku bahwa ia bukan Terang itu. Siapakah Yohanes? Ia bersaksi bagi Kebenaran dan ia mengetahui bahwa ia bukan Kebenaran itu sendiri melainkan Kristus. Siapakah Yohanes? Ia bersaksi bagi Mesias, tetapi ia mengakui bahwa ia bukan Mesias. Ia hanya seorang yang merintis jalan bagi kedatangan Sang Mesias. Yohanes begitu mengenal keberadaannya sendiri. Ia yang agung, besar, dipenuhi Roh Kudus, tetapi juga begitu rendah hati. Orang yang agung tidak angkuh. Orang yang angkuh selalu tidak agung. Semakin besar jiwa seseorang, semakin tinggi rohaninya, yang selalu merasa kurang dan tidak cukup secara paradoks. Orang yang merasa diri cukup adalah orang yang kurang rohani dan kurang agung. Yohanes adalah orang yang begitu rendah hati sampai ia pernah mengatakan satu kalimat, yang boleh disebut sebagai pepatah emas yang harus diukir dengan pena mas dan tinta mas, "Membuka tali kasut-Nya (Mesias) pun aku tidak layak." (Yohanes 1:27). Seorang pelayan yang mengambil kemuliaan tuannya adalah pelayan yang kurang ajar. Ketika ada hamba Tuhan atau pemimpin gereja yang mengambil alih kuasa Allah dari takhta-Nya dengan menganggap diri setara dengan Allah, menerima hormat manusia mengganti Allah, di sanalah mulai kegagalan dalam pelayanan. Pada zaman itu dianggap ada dua orang besar yaitu Yohanes dan Yesus. Yohanes tidak berkhotbah di mimbar terkenal atau di gedung besar di Yerusalem. Ia berkhotbah dan menegakkan mimbar yang ada di padang belantara. Ia tidak tahu siapa yang akan datang, tetapi ia tahu bahwa ia mempunyai firman yang harus disampaikan dan Roh Kudus memenuhinya. Sehingga padang belantara menjadi terlalu ramai karena ribuan orang datang. Ia tidak perlu merebut suatu kemuliaan, tetapi tahu bagaimana bersaksi dan memberitakan firman Tuhan. Di tempat Roh Kudus turun, di sana tanah yang kering dan gersang menjadi sawah yang subur. Allah yang sejati adalah Allah yang membuka jalan di tengah laut. Allah yang menyediakan satu jalan lapang di tengah padang belantara. Allah yang mematahkan segala rantai dan belenggu, halangan pintu besi maupun tembaga. Yohanes Pembaptis disebut sebagai saksi yang diutus oleh Allah (The Witness send by God). Seorang yang bersaksi, berarti kesaksiannya dan saksi itu sendiri merupakan utusan Allah. Seorang yang diutus Tuhan untuk memberitakan kebenaran. Dari mulut Yesus Kristus sendiri keluar satu kalimat indah tentang Yohanes bahwa ia adalah pelita yang terpasang dan bercahaya. Saat manusia memandang Yohanes dan Yesus sama besar, Yesus tahu siapa diri-Nya dan siapa Yohanes. Yohanes pun tahu siapa Yesus dan siapa dia. Orang luar hanya melihat secara lahiriah, tetapi kedua orang ini melihat ke dalam jiwa mereka. Yohanes Pembaptis mengatakan bahwa apa yang mereka nilai itu salah, ia terlalu kecil dan Yesus terlalu besar. Yohanes adalah pelita yang terpasang dan bercahaya, yang menyinarkan untuk seketika akan Terang itu. Akan tetapi, Yesus adalah Terang yang sesungguhnya. Jika Yesus adalah matahari maka Yohaneslah bulan yang memantulkan cahaya matahari itu. Setiap kali kita melihat cahaya asli dari Kristus, kita harus ingat yang memantulkan itu hanya sekejap mata, sebagai pelita yang hanya memberikan sedikit kesaksian untuk sekejap waktu saja. Kembali kepada Kristus itu menjadi hal yang penting. Siapakah Billy Graham, Luis Palau, Stephen Tong? Hanya seorang saksi saja. Kita tidak menjadi pengikut manusia tetapi pengikut Kristus. Agustinus memberikan satu kalimat yang menjadi contoh bagi setiap hamba Tuhan dalam sejarah, "Jikalau engkau menemukan tulisan atau khotbah saya sesuai dengan Alkitab, buanglah saya kembali sesuai dengan Firman." Itulah keagungan sejati seorang hamba Tuhan, yang jujur melayani Tuhan. Yohanes Pembaptis menjadi pelita yang terpasang dan bercahaya bukan melalui mulutnya sendiri. Sebutan yang indah ini keluar dari mulut Yesus bahwa ia adalah pelita yang terpasang dan bercahaya. Di sini terlihat tiga macam pelayanan Sudah menjadi pelita Mau terpasang Mau terus bercahaya. Ada orang yang sudah menjadi pelita tetapi tidak mau terpasang. Ada orang yang sudah terpasang tetapi tidak mau bercahaya terus. Pelita itu merupakan suatu wadah. Dipasang itu merupakan suatu tindakan untuk memulai pelayanan. Bercahaya adalah satu konsistensi dari kesaksian yang terus berjalan. Pelita seperti bola lampu, lalu pasang itu seperti listrik atau minyak atau api yang sudah dinyalakan dan bercahaya berarti segala hambatan sudah disingkirkan sehingga terang itu boleh sampai ke tempat yang lain. Istilah kesaksian yang dipakai oleh Alkitab bukan terbentuk dari kata kerja melainkan kata benda, Ye must be the witness of Me, ye are My witnesses. "Kamu adalah saksi-saksiKu." Jadi, istilah kesaksian berbeda dengan gerakan Kekristenan dalam jaman ini. Pengertian sekarang, ada orang yang berbicara dan kita mendengar. Kesaksian itu bukan cerita, bukan pengalaman. Kesaksian sebenarnya adalah satu kedudukan menjadi saksi Kristus (the position of the witness of God). Sesudah itu, baru saksi itu mengeluarkan kalimat untuk menyatakan kedudukannya, itu arti bersaksi. Dalam Yohanes 1:6 dikatakan seorang yang dikirim oleh Allah, bersaksi bagi Terang itu. Dalam Yohanes 5:35, Yesus mengatakan ia adalah pelita yang terpasang berarti setelah ia memiliki kedudukan sebagai saksi, baru ia bersaksi. Alkitab mengatakan: "Ye are the witnesses of My resurrection", kamu adalah saksi kebangkitan-Ku. Dalam bersaksi, bukan pengalaman kita yang dipentingkan melainkan kebenaran bahwa Kristus yang mati dan bangkit, menjadi satu-satunya pengharapan untuk penginjilan seluruh dunia. Dulu kamu adalah alat setan, yang memihak kepada iblis dan kegelapan. Sekarang kedudukanmu diubah. Posisimu sekarang adalah saksi Tuhan. Yohanes adalah pelita yang terpasang dan bercahaya. Berarti, selain ia sudah mempunyai kedudukan itu, ia mau disulut. Dia mau diberikan satu permulaan yang tidak berasal dari dirinya sendiri. Sebuah kesaksian menuntut kesungguhan dalam hidupmu. Bukan hanya perkataanmu tetapi hidupmu sungguh sesuai dengan kebenaran, baru mulutmu pun menjadi alat kebenaran. Celakalah orang yang mengeluarkan suatu perkataan dengan tidak mempunyai kesungguhan; yang mengeluarkan kalimat yang bukan menjadi kepercayaannya. Yohanes menjadi saksi yang akhirnya betul-betul mati karena kesungguhannya menjadi pelita. Ia adalah pelita yang terpasang dan bercahaya. Jika pelita disimpan ia tidak perlu mati karena tidak dibakar dan tidak bercahaya. Pelita yang terpasang dan bercahaya akan mati. Peribahasa Tionghoa mengatakan di tengah kemewahan tidak jatuh dalam perzinahan dan tidak menjual diri; di dalam kemiskinan dan kepicikan tidak berubah hati; di bawah kuasa dan otoritas yang paling besar tidak menaklukkan diri. Inilah mutu watak Kekristenan yang harus kita perjuangkan. Berapa banyak orang yang berkata-kata dengan muluk-muluk, tinggi-tinggi, syair yang indah tetapi pada waktu godaan tiba, langsung berubah arus, waktu miskin langsung kejujuran hilang. Mungkinkah engkau memelihara dirimu di tengah kesulitan, di tengah kepicikan, di tengah kemiskinan namun tetap jujur dan tidak berubah pendirian, bisa tetap berpegang pada prinsip-prinsip kejujuran dan kesucian. Bisakah engkau memelihara diri di tengah kekayaan dan kemewahan dan tidak sembarangan menghancurkan diri, berzinah dan melakukan tindakan yang amoral? Bisakah engkau menahan diri waktu diberi ancaman? Bisakah di bawah otoritas kuasa politik yang besar engkau tidak takluk dan tidak berkompromi? Itulah kesaksian yang menyatakan mutu seseorang. Ada pepatah yang mengatakan, Kalau jalan tidak jauh, tidak tahu tenaga kuda. Kalau hari tidak panjang tidak diketahui tenaga dan hati manusia. Dalam jangka waktu panjang baru dapat diketahui kondisi hati seseorang. Ketika ujian datang baru diketahui bagaimana kesetiaanmu. Ketika jarak pendek kelihatan semua kuda sama kuat. Akan tetapi, setelah menempuh jarak jauh baru terlihat kekuatan masing-masing. Setelah berpuluh-puluh tahun baru kelihatan kekonsistenan seseorang. Tuhan tidak melihat permulaan. Dalam permulaan terlalu banyak orang yang mengatakan, Saya sungguh bersedia mati bagi Tuhan. Setelah itu konsistensi sangat penting. Tuhan ingin kita mempunyai waktu pelayanan yang konsisten dan sungguh-sungguh. Ketika saya menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan, saya berkata, "Peliharalah saya sampai mati, kesungguhan, pengabdian, kesetiaan sampai mati. Saya minta Tuhan peliharakan." Bila waktu tidak panjang, tidak akan diketahui kesetiaan seseorang. Kalau ujian tidak berat, tidak ketahuan ketahanan seseorang. Bersyukurlah kalau Tuhan mengizinkan kau mengalami ujian berat, menandakan bahwa Ia percaya kepadamu dan akan memakai engkau lebih berat lagi. Jangan melarikan diri dari kesulitan, dari kesulitan, kepicikan, kemiskinan, yang seringkali diartikan senjata-senjata dari setan dan kutukan Allah. Akan tetapi, kadang Tuhan memperbolehkan engkau dikutuk orang lain, diberi penyakit, mengalami bahaya, mengalami kesulitan. Ketika semua ini diizinkan datang, jangan memaki Tuhan. Pertama, koreksi diri apakah ada dosa yang perlu kau akui di hadapan Tuhan. Purify yourself. Intropeksi diri, bila ada kesalahan bertobat dan Tuhan akan memberkati engkau. Tidak semua sengsara dari setan, tidak semua kegagalan dari iblis. Kadang itu merupakan ujian dari Tuhan. Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa Ujian akan memberikan ketekunan yang luar biasa sehingga engkau boleh dipakai lebih hebat daripada waktu-waktu yang lalu. Yohanes Pembaptis dipenuhi Roh Kudus tetapi hidupnya tidak lancar. Berapa lama ia melayani? Alkitab tidak mengatakan dengan jelas, mungkin tidak sampai satu tahun, lalu kepalanya dipenggal. Sejak dalam kandungan ia sudah dipenuhi Roh Kudus, tetapi mengalami kematian yang tragis. Kematian Yohanes adalah kehendak Tuhan. Apakah ini berarti Allah tidak Mahakuasa? Bukan. Mengapa Tuhan tidak menyelamatkan nyawanya? Tidak mendengar doanya? Ketika Yohanes mengutus orang datang kepada Yesus untuk bertanya, "Engkaukah Mesias atau kami harus menanti yang lain?" Tidak ada satu kegagalan yang lebih besar lagi daripada Yohanes yang mempertanyakan pertanyaan yang begitu mengerikan. Bukankah dia yang memberitakan Yesus? Bukankah dia yang memberikan pernyataan pada jamannya, "Inilah Kristus, Anak Domba Allah"? Akan tetapi, pada waktu dalam kepicikan, imannya goncang. "Tuhan, Engkau melihat aku sebagai rekan-Mu yang masuk penjara tetapi mengapa tidak ditolong? Apakah Engkau tidak melihat air mata dan kesengsaraanku? Di mana kuasa-Mu sebagai Mesias? Dulu aku bersaksi mengenai Engkau adalah Anak Domba Allah tetapi ketika aku sakit Engkau membiarkan aku, waktu aku di penjara Engkau tidak datang menjenguk aku atau menegur Herodes." Teologi Yohanes menjadi goncang dan Kristologinya kabur. Akan tetapi, Yesus tetap tidak menjenguk atau melepaskannya dari penjara. Yesus tidak datang dan tidak mengubah situasi, tetapi berkata, "Barangsiapa yang tidak jatuh karena Aku berbahagialah dia." Bila engkau benar-benar saksi-Ku dan sekarang tidak melihat Aku menolongmu, engkau tetap tidak jatuh, maka berbahagialah engkau. Akan tetapi, jika engkau jatuh karena Aku, mengapa bisa jatuh karena Tuhan? Apakah Tuhan membiarkan dia mati terpelanting karena jatuh? Apakah Tuhan yang merencanakan kejatuhan dia? Yesus berkata, "Berbahagialah yang tidak jatuh karena Aku." Berarti ada kemungkinan kita jatuh karena Tuhan. Apa artinya kita jatuh karena Tuhan? Doa tidak dijawab, penyakit tidak disembuhkan, anak yang paling dicintai, diambil Tuhan. Apa maksud Tuhan, begitu kejam?! Seseorang jatuh disebabkan ia mempunyai pengenalan yang salah terhadap Tuhan. Yesus, Kristus tidak pernah memberikan konsep-konsep yang mengacaukan pikiran kita tetapi Ia hanya, menjernihkan pikiran kita yang kacau, tidak akan mengacaukan pikiran-pikiran yang benar. Ia membawa kita kembali kepada Firman, bukan mau menyelewengkan kita untuk keluar dari prinsip-prinsip Alkitab. Yesus menjawab Yohanes, "Engkau melihat orang buta celik, orang mati dibangkitkan, orang miskin mendengarkan Injil. Bila ini masih tidak cukup biarlah engkau jatuh karena Aku. Dan, kalau ini sudah cukup, meskipun orang lain yang buta dicelikkan, yang lumpuh berjalan, yang mati bangkit, engkau tidak dibangkitkan dan tidak dikeluarkan dari penjara tetap engkau harus beriman bahwa Aku adalah Kristus." Yesus tidak melepaskan Yohanes, tetapi menyuruh orang memberitahu bahwa ada orang lain yang sudah mendapat kesembuhan. Yesus tidak memberikan anugerah pada Yohanes, tetapi Ia menyuruh orang memberitahu bahwa orang lain sudah mendapat anugerah. Bukankah ini siksaan batin, suatu pschycology pressure, diskriminasi yang tidak adil? Akan tetapi, kedaulatan Allah yang terus ditekankan dalam Teologi Reformed harus kita mengerti. Bahwa Allah berhak menyembuhkan dia dan tidak menyembuhkan engkau sekarang, berhak memberi kebangkitan pada orang mati dan membiarkan engkau tetap dalam penjara dan dipenggal sampai mati, karena Dia adalah Allah. Karena Dia adalah Allah, jangan memaksa Dia untuk bekerja menurut perintahmu, itu berarti memperhamba Allah. Kalau Dia Allah biarlah Dia yang mendapat kemuliaan yang terbesar melalui segala sesuatu menurut kehendak Dia sendiri. Yohanes Pembaptis tidak dilepaskan dan akhirnya mati. Pada waktu ia mati apakah ia menyangkal? Tidak. Setelah dia mendengar jawaban dan mengerti, ia setia sampai mati. Yohanes memberikan lima teladan yang indah. Pertama, ia dipenuhi Roh Kudus. Menjadi pelita yang terpasang berarti harus mempunyai minyak. Sebelum ada listrik pelita adalah suatu benda yang bentuknya sebagai wadah minyak yang ada tutupnya, dan di pinggir diberi sumbu yang keluar dari mulut pelita untuk menyalurkan minyak itu ke atas lalu membakar jika ia adalah sumbu yang terpasang dan menyala karena ada minyak. Orang yang mau melayani Tuhan, yang benar-benar mau menyatakan terang, harus dipenuhi Roh Kudus. Dipenuhi Roh Kudus berarti buah-buah Roh akan mengalir keluar. Kalau Roh memenuhi engkau Kristus akan diberitakan. Pada waktu Roh itu memenuhi engkau maka hidupmu dipenuhi kesucian, tidak menghitung untung rugi tetapi memikirkan kemuliaan Tuhan. Kedua, ia menjadi pelita yang terpasang dan menyala karena ia melayani Tuhan dengan prinsip yang penting seumur hidup. Ini dinubuatkan pada waktu kelahirannya yaitu kesucian dan keadilan. Pelayanan yang suci tetapi tidak adil adalah pelayanan yang timpang. Pelayanan yang adil tetapi tidak suci adalah usaha membereskan segala sesuatu tetapi pada dirinya tidak mempunyai sifat ilahi yang jelas, moral Allah. Hidup suci yaitu tidak berkompromi untuk menghadapi segala sesuatu yang tidak beres, dosa dan segala kecemaran dalam diri kita. Keadilan dan kesucian adalah dua pokok pelayanan. Kalau saya hidup tidak suci dan menghadapi orang dengan tidak adil, saya tidak mungkin menjadi pemimpin. Hidup suci berarti takut akan Tuhan Allah dan benar-benar sesuai dengan kehendak-Nya, tidak dicemari oleh dosa sehingga ada kuasa. Keadilan membuat kita bisa menghadapi segala macam orang. Adakah senyummu hanya untuk orang-orang tertentu yang agak kaya, agak mewah, agak ada kedudukan? Akan tetapi, selalu ada paras yang lain pada yang miskin? Adakah engkau mempunyai tanggapan yang berlainan dengan orang yang begitu dihargai dan dihormati di masyarakat dan selalu ada kekerasan terhadap mereka yang dipandang ringan di masyarakat? Ketiga, Yohanes menjadi pelita yang terpasang dan bercahaya karena ia mempunyai keberanian, salah satu pusaka yang besar dalam pelayanan kita. Kalimat-kalimat yang seharusnya kamu katakan pada waktu dan tempat yang seharusnya, tetapi tidak dikatakan berarti kehilangan kesempatan. Berbicara pada tempat, waktu yang tepat barulah itu seorang hamba Tuhan. Berani berkata pada orang yang perlu dan saat yang perlu di tempat yang sudah Tuhan berikan bagimu berarti sejarah ditenun bersama dengan kebenaran. Jika pada saat itu engkau tidak lakukan yang seharusnya maka tenunan kebenaran dengan sejarah itu lepas. Yohanes adalah orang yang menulis dan menenun kalimat penting dalam sejarah melalui keberanian yang Tuhan berikan. Jikalau bukan Yohanes tidak ada orang yang berani menegur Herodes. Jika tidak ada Yohanes tidak ada orang yang memberi tahu siapakah Yesus. Jika bukan Yohanes tidak ada orang yang berani memberikan kritik kepada pemimpin agama yang tidak beres. Kronos telah dijadikan kairos oleh Yohanes. Karakter agung dari seorang hamba Tuhan sering terbentuk pada waktu ia harus berkata dan sesudah ia berkata. Bila prinsip ini diabaikan ia akan menjual diri sebagai anak sulung yang tidak lagi mempunyai kuasa. Martin Luther dipaksa untuk membongkar dan membakar semua buku yang pernah ditulisnya. Namun, ia berkata, "Di sini saya berdiri di atas firman Tuhan. Kecuali kalian membuktikan apa yang saya katakan dalam buku saya tidak berdasarkan firman maka saya tidak akan menarik kembali semua buku yang saya tulis." Inilah momen yang menenun kebenaran bersama sejarah. Keempat, kesaksiannya selalu ditujukan kepada Kristus. Ia tidak meninggikan diri, tidak meninggikan pengalaman, tetapi kesaksiannya ditujukan kepada Kristus. Alkitab berkata, "Ia diutus untuk bersaksi bagi kebenaran supaya orang bisa percaya." (Yohanes 1:6). Tidak satu kali pun mukjizat dilakukan oleh Yohanes. Akan tetapi, banyak orang menjadi percaya karena dia. Di sini prinsip Alkitab menyatakan bahwa iman tidak didasarkan pada suatu pengalaman mukjizat. Iman harus didasarkan pada firman. Dari mana datang iman? Dari pendengaran. Dan, pendengaran datang dari firman Allah. Inilah prinsip Alkitab yang tidak pernah berubah dan tidak pernah putus, dari alfa sampai omega. Tuhan Yesus melakukan mukjizat tetapi tidak pernah berkata hanya melalui itu kamu beriman. Tuhan berkata iman berdasarkan firman. Jika kesaksian senantiasa berpusat pada Kristus maka ia bukan memakai keajaiban kuasa tetapi dengan keberanian menyaksikan Kristus, menegur dosa dan membongkar hati nurani manusia, supaya orang bertobat. Kelima, ia adalah pelita yang bercahaya dan terpasang dengan syarat ia konsisten, terus membiarkan diri dibakar sampai habis. Lilin yang bercahaya, setiap detik dalam bercahaya, berarti setiap detik ia menghancurkan diri. Makin lama makin pendek. Bila ia tidak melelehkan diri, tidak menghancurkan diri, tidak mungkin bisa terus menerus bercahaya. Ketika Yesus berkata bahwa ia adalah pelita yang terpasang dan bercahaya berarti dia sedang mengorbankan diri. Matahari harus meledakkan bahan yang ada pada dirinya sendiri, setiap detik kira-kira enam puluh juta ton supaya matahari tetap bercahaya dan kita tetap mempunyai kehangatan seperti di atas bumi. Untuk satu detik, enam puluh juta ton. Betapa besar bahan matahari untuk bertahan berpuluh-puluh ribu tahun sehingga dunia ini mempunyai sinar cahaya sedemikian. Sepanjang sejarah Kekristenari, kalau orang Kristen mau bercahaya dan bila saksi-saksi mau terpasang dan bercahaya tidak ada jalan lain, yaitu rela berkorban diri bagi Kristus. Pengorbanan yang terus menerus menjamin terang itu terus menerus menyala, bercahaya. Maukah engkau terjun, berbagian, dan melibatkan diri menjadi saksi Tuhan? Audio: Yohanes Pembaptis: Pelita yang Terpasang dan Bercahaya |