Mazmur 23

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Dalam edisi kali ini, e-Reformed menyajikan sebuah artikel dari Billy Kristanto mengenai Mazmur 23. Mazmur ini merupakan salah satu mazmur yang sudah dikenal banyak orang. Mazmur ini begitu meneduhkan hati ketika dibaca dan menggambarkan relasi yang sederhana, tetapi mendalam, antara sang Gembala dan kawanan domba-Nya. Kiranya mata hati kita semakin terbuka melalui sajian yang kami berikan, dan relasi kita dengan Allah semakin intim. Solus Christos!

Pemimpin Redaksi e-Reformed,
Ayub
< ayub(at)in-christ.net >
< http://reformed.sabda.org >

Edisi: 
edisi 16/April 2015
Isi: 
Mazmur 23

Mazmur 23

Mazmur 23

Mazmur 23:1-3

1 Mazmur Daud. TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.

2 Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang;

3 Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya.

Mazmur yang sangat terkenal ini tidak dapat dipisahkan dari Mazmur sebelumnya yang berbicara tentang pergumulan sang Mesias dalam penderitaan-Nya. "TUHAN adalah gembalaku (Mazmur 23:1) menjadi perkataan yang sungguh-sungguh berarti bagi yang mengungkapkan penderitaannya, "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?" (Mazmur 22:2). Dan, tentu saja Mazmur 23 ini lebih "disukai" daripada Mazmur 22 (secara tradisi, pasal 23 ini memang mendapatkan tempatnya yang tepat untuk penghiburan orang-orang yang ditinggalkan oleh seorang yang dikasihi, dan saya pribadi tampaknya belum pernah menjumpai kebaktian penghiburan dengan Mazmur 22). Akan tetapi, penghiburan yang sesungguhnya adalah penghiburan yang datang pada saat penderitaan dan kesusahan.

Kedekatan (intimacy) yang benar adalah kedekatan yang didapatkan melalui momen-momen kejauhan. Kita dapat membaca pasal 23 ini dengan penghayatan romantik atau bahkan mistik (hubungan antara jiwa dan Allah), tetapi penghayatan yang seperti itu saja dapat menjadikan iman kita dangkal. Tuhan Yesus (dan juga Daud) mengatakan kalimat-kalimat pada pasal ini setelah melalui berbagai pergumulan hidup yang sangat berat. Demikianlah "Tuhan adalah gembalaku" teruji bukan hanya pada saat pengalaman-pengalaman di atas puncak gunung, melainkan juga dalam lembah kekelaman. Kekristenan tidak mengajarkan manusia mencari pengalaman-pengalaman yang selalu berada di atas, melainkan bagaimana kita tetap dapat mengatakan "Tuhan adalah gembalaku" dalam setiap situasi dan kondisi hidup kita.

Pasal ini dimulai dengan sebuah metafora (Tuhan adalah gembala), suatu persoalan yang sangat menarik yang dibicarakan dalam filsafat bahasa dunia kontemporer. Dalam zaman kita, metafora dianggap sebagai suatu terobosan yang sanggup membawa orang dalam kejenuhan pemahaman yang bersifat proposisional, yang mendobrak tatanan bahasa yang sudah baku, dan yang memberikan suatu momen inspirasi dan imajinasi yang melampaui kekayaan definisi-definisi. Namun, metafora juga mengakibatkan makna rangkap (atau bahkan lebih) yang dapat memimpin manusia kepada kesesatan bahasa atau setidaknya sikap skeptis terhadap makna yang sesungguhnya. Menarik jika kita perhatikan struktur dalam pasal 23 ini, bahwa sesungguhnya firman Tuhan, dengan menggunakan metafora gembala, tetap memberikan arah pemahaman terhadap imajinasi manusia yang berdosa, dengan mencatat ayat kedua sampai dengan ayat terakhir. (Saya sengaja tidak menggunakan kata "batasan" di sini karena kata ini bernuansa reduktif sekalipun artinya bisa juga positif.) Lebih menarik lagi ketika pemazmur menghubungkan metafora gembala dengan kelimpahan hidup, "takkan kekurangan aku" (Mazmur 23:1b).

Metafora sama sekali bukan sesuatu yang baru, yang "ditemukan" pada zaman postmodern karena Alkitab sudah menggunakannya sebagai cara mengomunikasikan wahyu Allah. Dan, itu berbeda dari filsafat bahasa kontemporer yang mengajarkan metafora terutama sebagai momen kreativitas dan penerobosan terhadap proposisi. Jadi, dalam Alkitab, metafora memiliki dimensi inkarnasi, penyampaian bahasa yang akomodatif dari Allah sang Pencipta kepada makhluk ciptaan -- manusia. Penggunaan metafora dalam Alkitab adalah Allah yang merendahkan diri-Nya berbicara dalam bahasa manusia, sementara manusia postmodern berusaha menerobos keterbatasannya dan akhirnya menjumpai jalan buntu dan kekacauan yang tidak ada habisnya. Kapan manusia mau belajar untuk rendah hati seperti Penciptanya?

"... takkan kekurangan aku" (Mazmur 23:1b). Pengenalan akan Tuhan, yang adalah Gembala, merupakan satu proklamasi/pemberitaan bahwa hidup saya cukup, bahkan berkelimpahan. Ini merupakan salah satu rahasia kebahagiaan, yaitu jika manusia merasakan kecukupan bahkan kelebihan dalam hidupnya. Banyak orang kaya tidak pernah merasa cukup (content) dengan anugerah Tuhan dalam hidupnya. Demikian juga, banyak selebriti yang memiliki ribuan pengagum hidup dalam ketersendirian dan keterasingan karena tidak belajar mencukupkan diri. Bukankah kita juga kadang menjumpai orang yang selalu melihat kekurangan dan kejelekan dalam diri orang lain, orang-orang yang selalu kekurangan ketajaman mata untuk menyaksikan kebaikan dan berkat Tuhan dalam diri orang lain? Orang demikian tidak pernah puas, baik atas dirinya, atas orang lain, maupun atas segala sesuatu, dia adalah orang yang senantiasa kekurangan. Tidak demikian halnya dengan orang yang gembalanya adalah Tuhan. Hidupnya bukan hanya tidak kekurangan, melainkan mengalirkan kelimpahan hidup yang terus-menerus bagi orang-orang yang ada di sekitarnya. Kelimpahan ini dijelaskan dalam ayat-ayat berikutnya.

Mazmur 23:2 mengatakan hidupnya takkan kekurangan ketenangan dan istirahat (rest). Itulah yang dicari di tengah-tengah generasi yang sangat sibuk ini. Kita bekerja di tengah-tengah tekanan kota besar dan segala macam permasalahannya. Dan, alangkah banyaknya janji yang ditawarkan hanya untuk mendapatkan ketenangan. Itulah kehidupan manusia: menjaga keseimbangan antara ketenangan dan kepanikan, stres dan kesenangan hidup (leisure), bahkan salah satu strategi quantum teaching-quantum learning (yaitu, strategi "merayakan") menganjurkan agar setiap kerja keras dihadiahi sebuah perayaan sebagai upahnya. Kita bekerja keras, menghadapi berbagai macam tekanan, tetapi tidak apa-apa, nanti akan ada waktu untuk menikmati diri sendiri, melakukan hobi kita sepuas-puasnya.

Akan tetapi, yang Alkitab ajarkan mengenai "istirahat" adalah ketenangan di tengah-tengah badai kehidupan, itulah air tenang yang sesungguhnya. Ada seorang penulis yang mengatakan bahwa tatkala seseorang bekerja seperti melakukan hobinya, sesungguhnya orang itu tidak pernah bekerja. Poinnya adalah banyak orang bekerja dan merasakan itu sebagai beban berat dan siksaan hidup yang harus kita tanggung (akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa, dan karena itu kita perlu pelepasan, yaitu waktu-waktu untuk kesenangan/hobi kita). Akan tetapi, mereka yang sanggup menemukan kenikmatan dalam pekerjaannya, sesungguhnya seperti tidak bekerja (dalam pengertian bekerja sebagai tugas dan kewajiban yang melelahkan). Di situ, dia mengalami istirahat, air yang tenang di tengah-tengah kesibukan pekerjaannya.

"Ia menyegarkan jiwaku" (Mazmur 23:3a). Gembala itu tidak hanya sanggup menyediakan istirahat bagi domba-domba-Nya, melainkan juga kesegaran dan pemulihan jiwa (restore). Istirahat dan ketenangan memang sering kali dikaitkan dengan pemulihan kesegaran, baik fisik maupun jiwa. Dalam kehidupan yang terus berubah, manusia selalu berusaha untuk mencari kesegaran melalui segala sesuatu yang baru, yang senantiasa berubah. Contoh yang baik yang bisa mewakili adalah mode/fashion. Tiap tahun, ada pergantian mode, dan yang tidak mengikuti akan merasa diri kurang ada kesegaran karena tidak mengikuti perkembangan zaman. Dan, bukan hanya masalah berdandan, dunia pemikiran pun memiliki modenya sendiri, demikian juga dengan arsitektur, desain interior, lukisan, musik, dan bidang-bidang yang lain.

Kesegaran, pembaruan, perubahan yang terus-menerus. Firman Tuhan begitu unik dan khusus karena justru sanggup memberikan kesegaran dalam ketidakberubahan (baca: kekekalan). Bukankah Mazmur 23 dari dulu sampai sekarang tetap sama? Namun, berjuta-juta manusia telah disegarkan olehnya dari zaman ke zaman, waktu ke waktu. Demikian juga Yesus Kristus tetap sama, baik dulu, sekarang, dan sampai selamanya, tetapi dari Dia kita beroleh kesegaran hidup yang terus-menerus karena Dia adalah kebenaran yang hidup, yang tidak berubah tetapi mengubahkan. Dunia terus mencari dan menjanjikan kesegaran, tetapi kesegaran yang sejati hanya ada di dalam Yesus Kristus dan firman-Nya.

"Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya" (Mazmur 23:3b). Gembala itu juga yang akan memimpin hidup kita di jalan yang benar. Kita tidak akan kekurangan pimpinan Tuhan. Namun, mengapa banyak orang Kristen sepertinya bergumul dan sulit sekali mengetahui kehendak Tuhan? Bahkan, tampaknya kita harus bekerja keras untuk mengetahuinya, sementara Tuhan sepertinya kurang tergerak untuk menjadikan segala sesuatunya jelas. Kita sangat ingin tahu, tetapi Tuhan menjadikannya agak kabur (agar kita tetap belajar beriman dan bertekun, itulah jawaban yang sering kali kita terima). Seorang penulis Kristen berani mengatakan sebaliknya, yaitu bahwa sesungguhnya Tuhan sangat ingin kita mengetahui kehendak-Nya, tetapi sesungguhnya kitalah yang tidak sungguh-sungguh mau taat sehingga kehendak-Nya seperti terselubung, kabur, tidak jelas, lalu kita terus bertekun agar Tuhan berkenan untuk menyatakannya, padahal kita seharusnya lebih bertekun untuk menyerahkan seluruh hidup kita dalam pimpinan dan kehendak Tuhan yang tidak mungkin salah.

Kekristenan tidak mengajarkan manusia mencari pengalaman-pengalaman yang selalu berada di atas, melainkan bagaimana kita tetap dapat mengatakan "Tuhan adalah gembalaku" dalam setiap situasi dan kondisi hidup kita.

FacebookTwitterWhatsAppTelegram

Permasalahannya bukan dalam diri Tuhan, melainkan pada ketidaksiapan hati kita jika Tuhan segera menyatakannya. Itu yang pertama. Yang kedua, sering kali, kita meminta pimpinan atau kehendak Tuhan secara khusus atas hidup kita karena kita takut salah jalan, dan akhirnya kita harus menuai malapetaka dan bencana yang harus kita terima, akibat salah ambil keputusan. Bukankah persoalan mengetahui kehendak Tuhan memang sering kali dibicarakan dalam konteks menikah dengan siapa, bekerja di mana, studi jurusan apa, tinggal di kota apa, dan sebagainya? Pergumulan itu sering kali berpusat pada keinginan kita untuk hidup bahagia dengan risiko hidup yang sekecil mungkin, dan bukan oleh karena nama-Nya. Karena itu, pimpinan dan kehendak Tuhan itu sering kali masih kabur dan tidak jelas karena Tuhan senantiasa menunggu dan ingin membentuk kita menjadi seseorang yang bergumul untuk menaati pimpinan-Nya, semata-mata karena nama-Nya (kebahagiaan akan diberikan sebagai akibat dan bukan sebagai sesuatu yang kita kejar sebagai tujuan hidup).

Kita harus belajar untuk bergumul mengetahui kehendak dan pimpinan Tuhan secara khusus atas hidup kita karena hidup kita adalah milik Tuhan, dan hanya Tuhanlah yang sanggup memberikan kepada kita kepenuhan hidup yang sesungguhnya. Kita bahkan tidak mampu membahagiakan diri kita sendiri. Mereka yang mengarahkan hidupnya untuk Tuhan, menyerahkan diri sepenuhnya bagi Tuhan, akan menyaksikan dalam pengalaman yang hidup bahwa Tuhan adalah gembalanya, yang menuntunnya di jalan yang benar. Berbahagialah mereka yang gembalanya adalah Tuhan karena mereka tidak akan kekurangan ketenangan dan peristirahatan, kesegaran jiwa, dan pimpinan Tuhan. Kiranya Ia mengaruniakan kehidupan yang sedemikian dalam diri kita semua.

Mazmur 23:4-6

4 Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.

5 Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah.

6 Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa.

"Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya" (Mazmur 23:4a). Kekayaan hidup Daud diwarnai dengan saat-saat berjalan dalam lembah kekelaman. Dataran rendah adalah tempat di mana domba-domba menghabiskan waktunya pada musim dingin. Lembah-lembah ini, sekalipun kaya dengan padang rumput dan air, merupakan tempat yang berbahaya. Binatang buas mengintai dan siap menerkam jika domba tidak dilindungi. Demikian pula sinar matahari tidak bersinar dengan cemerlang ke bagian lembah ini sehingga lembah ini dapat disebut juga lembah bayang-bayang maut. Saat-saat bahaya tidak dapat kita hindarkan dalam hidup kita. Akan tetapi, sama dengan saat-saat padang rumput dan air yang tenang, di sini pun Tuhan kita hadir dan beserta dengan kita.

Banyak komentator yang menyoroti pergantian kata ganti ketiga (Ia) menjadi kata ganti kedua (Engkau) pada ayat ini. Sering kali, justru pada saat-saat bahaya dan sulit, relasi kita dengan Tuhan menjadi begitu bersifat khusus dan pribadi. Sebaliknya, kita dapat juga belajar bahwa pada saat-saat bahaya, sesungguhnya hubungan saya dengan Tuhanlah yang paling penting (bahkan lebih penting daripada hubungan saya dengan jalan keluar permasalahan). Namun, kita juga ingin menyoroti penggunaan kata ganti ketiga yang tidak kalah menarik dengan perubahan kata ganti kedua ini. Kata ganti ketiga ini tidak berarti hubungan dengan Tuhan sebagai orang atau pribadi ketiga, melainkan merupakan sebuah kesaksian hidup (testimonia) bagi sesama manusia. Sering kali, mazmur ditulis dengan alur balik yang menceritakan pergumulan hidup yang dialami sebelumnya. Demikianlah pengalaman lembah kekelaman ini mendorong Daud menyaksikan imannya pada Mazmur 23:1-3. Kehidupan Kristen yang utuh adalah kehidupan yang mengenal Tuhan dalam relasi orang kedua (bukan hanya mendengar kata orang) dan juga menyaksikan Dia kepada orang-orang yang kita jumpai.

"Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku" (Mazmur 23:4b). Kita tidak takut bahaya, takkan kekurangan keamanan, perlindungan serta penghiburan Tuhan. Dengan gada dan tongkat, Gembala itu memimpin serta memerintah kehidupan domba-domba-Nya. Dengan itu, Ia memukul dan mengusir musuh-musuh yang berbahaya, dan dengan itu pula, seperti dikatakan oleh Spurgeon, Ia mengoreksi jalan yang salah dari domba-domba-Nya. Di sini, ada kerendahan hati dari pemazmur yang menyadari bahwa jalan kita tidak selalu sejalan dengan Gembala kita. Percaya bahwa Tuhan sanggup dan ingin senantiasa mengoreksi perjalanan hidup kita adalah penghiburan yang besar.

"Engkau menyediakan (prepare) hidangan bagiku, di hadapan lawanku" (Mazmur 23:5a). Seorang gembala yang baik akan mempersiapkan terlebih dahulu sebelum domba-dombanya dibawa ke dataran tinggi untuk makan. Ia akan menyingkirkan bahaya-bahaya yang ada di sekitarnya, seperti mencabut tanaman-tanaman yang beracun dan mengusir pemangsa-pemangsa liar. Demikian pula pada zaman kuno, para gembala menggunakan campuran minyak untuk melindungi domba-dombanya dari serangga, selain untuk menyembuhkan penyakit kulit yang diakibatkan karena infeksi. Kita takkan kekurangan pemeliharaan Tuhan, yang senantiasa setia menyediakan dan mempersiapkan apa yang sungguh-sungguh kita perlukan.

Mazmur 23

Pemenuhan kebutuhan ini dikaitkan dengan pengurapan minyak, yang dalam bahasa Alkitab melambangkan sukacita, sukacita yang penuh melimpah. Perhatikanlah kata "penuh melimpah". Inilah yang banyak disoroti dalam tulisan orang-orang Kristen yang saleh karena memang merupakan ciri khas kehidupan Kristen yang sesungguhnya. Bukan sekadar sukacita yang biasa-biasa saja, melainkan sukacita dalam segala kepenuhan dan kelimpahan. Kehidupan Kristen yang diberkati adalah kehidupan yang meluber keluar (overflow) karena kepenuhan Kristus. Hidup Kristen bukanlah suatu kehidupan yang diusahakan dengan susah payah, sampai akhirnya suatu saat orang tersebut akan burned out, putus asa, pesimis, dan depresi karena tidak mencapai target yang ditetapkan sendiri. Tidak demikian, melainkan satu kehidupan yang mengalirkan sukacita dan berkat Tuhan yang memancar memenuhi kehidupan orang lain.

"Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku" (Mazmur 23:6a). Allah yang kita percaya adalah Allah yang positif, Allah kebaikan dan kemurahan hati (God of goodness and of mercy). Kebaikan dan kemurahan dialami oleh Daud, baik pada saat pengalaman rohani yang puncak maupun dalam lembah kekelaman. Itu tidak menjadikan Daud menjadi seseorang yang penuh dengan kepahitan dan kekecewaan, melainkan membentuk dia menjadi orang percaya yang mempunyai gambaran yang begitu indah akan Allahnya. Begitu banyak orang mempertanyakan kebaikan Allah setelah mengalami saat-saat yang sulit dalam hidupnya. Namun, barangsiapa tetap percaya akan penyertaan Tuhan dalam setiap momen hidupnya akan mampu mengatakan bersama dengan Daud bahwa sesungguhnya Ia Mahabaik dan Mahamurah.

"Dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa" (Mazmur 23:6b). Tuhan sudah menyediakan tempat tinggal kekal bagi mereka yang percaya dalam nama-Nya. Ini menjadi keyakinan pemazmur sekaligus mengarahkan mata hatinya untuk senantiasa memandang ke depan karena ia tahu pada akhirnya adalah tinggal bersama dengan Tuhan selama-lamanya; suatu keyakinan iman yang sanggup membawa siapa saja untuk mengarungi kehidupan yang sementara ini. Kekuatan harapan mendorong kita untuk terus berjalan dan berkarya sebagai seorang musafir yang terus berkelana di dunia ini. Salah satu musik yang terindah dari Mazmur 23 ini ditulis oleh Franz Schubert, seorang komponis zaman Romantik, yang mengakhiri lagu ini dengan melodi kromatik pada suara sopran 2 pada kata Ewigen Haus (rumah yang kekal). Melodi ini mengekspresikan perasaan kerinduan yang dalam (yearning quality) sekaligus gerakan menuju kepada kekekalan, ditutup dengan akord tonika dasar (bukan major 7th) karena harapan itu begitu pasti dan kokoh, tidak terguncangkan. Kiranya Tuhan mengaruniakan kepada kita kehidupan yang sedemikian!

Audio: Mazmur 23

Sumber: 

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul buku: Ajarlah Kami Bergumul
Judul bab: Mazmur 23
Penulis : Billy Kristanto
Penerbit : Momentum, Surabaya 2010
Halaman : 96 -- 106

Komentar