Tentang KamiArtikel TerbaruUpdate Terakhir |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SOTeRI Bimbingan dan Rencana Allah (2)
Editorial:
Dear e-Reformed netters, Berikut ini adalah Bagian (2) dari posting bulan lalu. Selamat menyimak. P.S. Bagi Anda yang belum/tidak mendapatkan Bagian (1) dari artikel ini, silakan berkunjung ke arsip Publikasi e-Reformed di alamat: ==> http://www.sabda.org/publikasi/reformed/064/> In Christ, Artikel Terkait
Penulis:
James C. Petty
Edisi:
065/VIII/2005
Isi:
Providensi Allah dalam Keselamatan dan Penghakiman Di sini kita memasuki area providensi yang paling kudus. Kita akan segera dijadikan rendah hati oleh ketakjuban dan kedahsyatan dari bagian Kitab Suci yang akan kita baca. Jika kita mendekati perikop klasik Alkitab yang berkaitan dengan "predestinasi" dan meyakini pernyataannya yang paling gamblang, maka sangatlah jelas bahwa orang percaya bisa menjadi percaya karena mereka dipilih oleh Allah. Kita memilih Dia karena Dia memilih kita. Berikut adalah beberapa ayat yang mengajarkan hal itu:
Di ayat-ayat ini Yesus menyatakan bahwa Allah memberi-Nya sekelompok orang tertentu untuk diselamatkan, dan masing-masing dari mereka akan sungguh-sungguh diselamatkan. Perhatikan bagaimana Yesus menyeimbangkan ajaran-Nya dengan mengatakan bahwa setiap orang yang datang kepada-Nya menginginkan keselamatan akan menemukannya. Ia tidak akan menolak seorang pun. Keselamatan ini bersifat pribadi dan eksklusif, tetapi sekaligus terbuka bagi semua orang. Di sini kembali kita perhatikan paradoks agung itu, yang tercipta oleh cara Allah yang bertingkat dan misterius (bagi kita), memerintah atas ciptaan-Nya. Ia memiliki rencana yang kekal dan tidak mungkin berubah, yang tidak dapat digagalkan oleh apa pun juga, namun Allah dapat menciptakan dunia dengan martabat dan tanggung jawab yang sesungguhnya. Cara Allah merencanakan dan menggenapi keselamatan untuk umat pilihan- Nya ini tercatat dalam Roma 8:28-30, yang berbunyi demikian:
Seluruh garis waktu keselamatan kita -- sejak sebelum penciptaan hingga pemuliaan berjalan sesuai "rencana Allah". Setiap orang yang dipilih-Nya (bdk. Roma 11:2, yaitu Allah tidak menolak umat-Nya yang dipilih-Nya) telah ditentukan, dan setiap orang yang ditentukan akhirnya dipermuliakan. Tidak ada orang yang dapat menyimpang dari sistem ini. Kitab Roma lebih jauh menyatakan bahwa bahkan mereka yang tidak pernah bertobat dan yang dihakimi karena kebencian mereka terhadap Allah, juga berbuat demikian sesuai rencana Allah, yang telah ditetapkan sebelum penciptaan. Roma 9:11 berbicara tentang anak-anak Ribka (Yakub dan Esau), "Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, supaya rencana Allah tentang pemilihan-Nya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilan- Nya dikatakan kepada Ribka: `Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda,` ... Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau." Paulus kemudian menjelaskan maksud kebenaran ini di ayat 16: "Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah." Paulus tidak menyatakan pokok-pokok filsafat yang dapat dipakai oleh pikiran-pikiran yang kreatif sesuka mereka. Tidak, ia menyingkapkan tirai yang ada di ruang tahta Allah supaya kita dapat melihat bahwa keselamatan kita adalah karena anugerah semata, bersumber di dalam kasih Allah yang murni dan pribadi. Sekali lagi, yang dapat kita kerjakan hanyalah menyembah. Sementara kita merasa begitu sulit untuk mencerna obat keras yang menyembuhkan kesombongan manusia ini, doktrin ini tidak akan terlalu menyulitkan bila kita memakainya di dalam tujuan pastoral yang memang menjadi maksud diwahyukannya kebenaran ini. Saya harus kembali berkata bahwa kebenaran-kebenaran teologis, tidak peduli betapa alkitabiahnya, harus dipakai secara alkitabiah. Kebenaran-kebenaran ini bukan peluru yang dapat kita tembakkan ke semua arah, melainkan hanya kepada arah yang dinyatakan dalam Alkitab. Misalnya, kita tidak dapat memakai hak Allah untuk memilih sebagai alasan untuk menyangkal tanggung jawab manusia atau untuk meyakinkan diri bahwa usaha kita menginjili atau berdoa bagi orang-orang yang belum percaya tidak ada gunanya. Sebaliknya, predestinasi dan pengendalian Allah memberi harapan bahwa Allah akan bertindak. Karena itu, kita berdoa agar Allah menyelamatkan mereka. Allah dapat menyelamatkan atau menghukum dengan adil, dan Ia memiliki otoritas dan kuasa untuk melakukan keduanya. Paulus menampilkan sikap yang benar tentang para kerabat Yahudinya yang belum diselamatkan.
Paulus memahami pergumulan kita dan menyuarakan kesedihan yang kita rasakan saat memikirkan kesesatan orang-orang yang kita kasihi. Tetapi ia menanggapi kerinduannya akan keselamatan mereka dengan memberitakan Injil tanpa gentar kepada saudara sebangsanya di tiap kota, dan dengan berdoa agar mereka diselamatkan (Roma 10:1). Rencana dan kehendak Allah yang dilaksanakan dalam providensi merupakan realitas yang sangat besar dan tidak terlihat aktif setiap menit untuk melindungi, membimbing, dan menentukan aliran nasib kita. Jika kita ada di dalam Kristus, kita memiliki hak untuk mempercayakan diri kepada kehendak Allah yang kekal dan tidak berubah, yang menopang hidup kita sehari-hari. Anda berada dalam keharmonisan yang tidak terlihat dengan rencana Allah atas hidup Anda. Tidak ada Rencana B, C, atau D. Yang ada hanya apa yang Allah tetapkan dalam rencana-Nya, dan tindakan kita yang harus dipertanggungjawabkan. Dalam kedaulatan-Nya yang misterius (bagi kita), keduanya menjadi satu. Kristus menawarkan keamanan yang tidak terbayangkan bagi siapa pun yang ingin datang kepada-Nya untuk beroleh keselamatan. Kebenaran bahwa Kristus dapat menawarkan pilihan kepada ciptaan mana pun yang menginginkannya rasanya merupakan "hal yang terlalu muluk untuk bisa dianggap sebagai kenyataan" bagi pikiran manusia yang merasa dirinya mandiri. Kristus dapat menawarkan pilihan dan kasih Allah yang dari kekal hingga kekal kepada orang-orang yang datang kepada-Nya dan meminta hal itu. Mungkin Injil adalah satu-satunya hal yang sungguh- sungguh "terlalu muluk untuk bisa dianggap sebagai kenyataan" di alam semesta ini, tetapi toh Injil tetap merupakan kenyataan. Sekali lagi, tidak seorang pun dapat membayangkan bagaimana Allah melakukan hal tersebut, namun Allah benar-benar melakukannya. Kita hanya dapat menarik nafas melihat kebesaran dan keluarbiasaan Allah dalam menyatakan kuasa dan kemurahan-Nya. Pengetahuan yang Beracun? Anda mungkin seperti saya di bulan-bulan pertama saya di seminari. Saya marah dan meremehkan pemikiran bahwa saya tidak bisa memahami pengaturan Allah atas kebaikan dan kejahatan. Saya menuntut, "Bagaimana Anda bisa mempercayai Allah Alkitab tanpa memahami hal ini? Bagaimana Anda bisa tahu bahwa kekristenan benar jika Anda tidak dapat memeriksanya?" Banyak orang rindu untuk bisa mengetahui seperti Allah mengetahui, tetapi saya menuntut untuk mengetahuinya. Itulah godaan yang dialami Adam dan Hawa di taman Eden (Kejadian 3:5). Tetapi inilah esensi kuasa dan kekuatan Allah yang memampukan diri-Nya untuk menetapkan dan mengetahui setiap peristiwa yang akan terjadi di surga dan alam semesta. Pengetahuan akan masa depan seperti ini tidak diberikan kepada kita demi kebaikan kita sendiri. Ada sejumlah alasan mengapa kita akan mendapatkan masalah bila kita memiliki pengetahuan semacam itu. PERTAMA, pengetahuan Allah mencakup segalanya. Pengetahuan itu menciptakan dan meliputi gerakan setiap partikel atom sejak awal penciptaan. Bahkan, Daud mengakui bahwa pikiran Allah tentang dirinya saja lebih banyak dari pasir yang ada di tepi laut (Mazmur 139:7), yang mungkin ratusan juta jumlahnya. Singkat kata, rencana Allah dalam memerintah dunia jauh melampaui tingkatan kita -- baik dalam kerumitan maupun kuantitas informasinya. Sebagai misal, ketika Allah menjelaskan apa sebenarnya relasi antara teori kuantum dan gravitasi, Ia bahkan tidak mungkin menemukan satu orang ilmuwan di bumi yang dapat memahaminya. Bahkan, kata gravitasi dan kuantum bisa begitu dangkal dan sama sekali tidak berguna. Bahkan, pemahaman kita mengenai proses- proses yang telah Allah jadikan begitu jelas tetapi seperti lelucon primitif. Contohnya, para ilmuwan telah mempelajari bentuk kehidupan yang paling sederhana selama ratusan tahun, dan meskipun kita memiliki begitu banyak contoh kehidupan "primitif", kita tetap belum mampu menghasilkan bentuk kehidupan yang paling sederhana sekalipun. Pertanyaan Allah kepada Ayub mengenai alam (psl. 38-42) menantang Ayub hingga ia meminta Allah berhenti bertanya. Tetapi, kita dapat bertanya apakah kita setidaknya bisa memiliki sebagian kecil saja dari sketsa rencana Allah yang begitu luas atas hidup kita. Hal ini membawa kita kepada alasan KEDUA mengapa kita tidak dapat mengetahui rencana Allah. Informasi itu akan merusak kita. Hal itu terlalu beracun untuk bisa kita tangani. Mari saya jelaskan. Misalnya, kita mungkin berpikir bahwa akan sangat menentramkan hati bila kita dapat melihat daftar orang yang Allah pilih untuk menerima hidup kekal. Kita ingin memastikan apakah kita termasuk di dalam daftar, atau justru tidak terdaftar, sehingga kita bisa berhenti berusaha dan mulai bersantai, makan, minum, dan bergembira sepanjang sisa waktu yang kita miliki. Tetapi, mengetahui dengan pasti pengetahuan Allah bahwa kita akan diselamatkan, tidak peduli apa yang kita lakukan atau percayai, akan merusak kita sehingga tidak lagi dapat dikenali sebagai orang Kristen. Pengetahuan itu akan menjadi racun bagi perjalanan kekristenan kita. Saya pernah mengkonseling sepasang suami istri Kristen yang secara menyedihkan berusaha menghujat Roh Kudus agar mereka bisa memastikan kebinasaan mereka. Demikian besar obsesi mereka untuk "mengetahui dengan pasti". Mereka pikir hal itu setidaknya dapat membuat mereka bisa mengendalikan masa depan dan tempat di mana mereka akan menjalani kekekalan. Mereka percaya mereka dapat merampas kendali Allah atas masa depan. Mereka menyimpulkan dengan tepat bahwa mereka tidak akan pernah bisa mengetahui dengan kepastian seperti yang dimiliki Allah mengenai apakah mereka akan pergi ke surga atau ke neraka. Namun, mereka berencana bahwa jika mereka menghujat Roh Kudus, mereka (dengan kuasa seperti yang dimiliki Allah) dapat memutuskan sendiri nasib mereka dan lepas dari ketidakpastian dan kecemasan. Mereka bernafsu mendapatkan kepastian pengetahuan Allah akan masa depan dan mereka bersedia menukarnya dengan nyawa! Pengetahuan akan kematian merupakan contoh lain dari pengetahuan beracun. Kita mungkin berpikir akan sangat menarik bila dapat mengetahui hari dan cara kematian kita, atau kematian anak-anak dan orang yang kita cintai. Kita pikir akan sangat menolong bila kita dapat mengetahui lebih dulu hal-hal mengerikan dan hal-hal ajaib yang akan terjadi bertahun-tahun sebelum kejadiannya. Tidakkah menentramkan hati bila kita dapat mengetahui lebih dulu apakah karir kita akan sukses atau tidak? Apakah usaha kita akan sukses? Ketika kita memikirkan hal ini, ada hal yang jelas muncul di benak kita. Jika kita tahu apa yang tercakup dalam sebagian besar tindakan kita, kita mungkin tidak akan pernah memulainya. Kita dapat mengatasi permasalahan yang muncul sehari-hari, namun kita tidak akan dapat mengatasi masalah jika kita telah terlebih dahulu mengetahuinya. Pengetahuan kita tentang kebaikan dan kejahatan dibatasi oleh kasih Allah kepada kita. Yang baik terlalu baik dan yang jahat terlalu jahat bagi kita. Sebagai contoh, Allah tidak memberi tahu Ayub asal-usul malapetaka yang menimpanya, padahal ia adalah orang yang saleh dan benar, yang takut akan Allah dalam semua jalannya. Ia juga tidak memberi tahu Ayub tentang peperangan kosmis antara diri-Nya dan Iblis yang terjadi melalui penderitaan Ayub. Sama dengan hal ini, Allah juga tidak menyingkapkan rencana dekritif-Nya kepada ciptaan-Nya -- dan ini demi kebaikan kita. Problema kejahatan telah mengesalkan hati orang Kristen selama berabad-abad (khususnya generasi Kristen yang kedua). Orang-orang non- Kristen dengan gembira menolak pernyataan Kristus sambil berkata, "Jika Allah begitu baik dan berdaulat, mengapa Ia mengizinkan kejahatan ada?" Karena Allah tidak menyingkapkan jawaban yang spesifik bagi pertanyaan itu, maka itulah yang harus kita katakan kepada mereka. Bagi orang tidak percaya, hal tersebut otomatis berarti Allah tidak baik atau Ia tidak berdaulat atau Allah tidak baik dan sekaligus tidak berdaulat. Mereka secara naluriah membatasi pilihan Allah sebatas yang dapat mereka bayangkan. Itu meliputi apa yang dapat mereka pahami, dengan pengetahuan manusia yang ditempatkan sebagai titik awal, tertinggi, dan penentu kebenaran. Mereka tidak pernah berpikir bahwa Allah sedang menjaga kita dari informasi yang tidak dapat kita tangani. Suatu hari kelak, saya percaya kita akan belajar lebih banyak tentang pemberontakan Iblis yang terjadi sebelum penciptaan [dunia]. Kita akan belajar lebih banyak tentang asal mula Iblis. Mungkin kita akan belajar lebih banyak tentang mengapa Allah memilih untuk menyelamatkan dunia yang telah dirusak oleh pengaruh Iblis, dan bukannya memusnahkan dan memulai lagi dari awal. Ada berbagai tingkatan irasionalitas mengenai asal-usul kejahatan yang tidak dapat dipahami oleh ciptaan yang terbatas, atau akan melumpuhkan jika kita berusaha menyingkapkannya saat ini. Kita berada pada posisi dimana kita harus bergantung pada penilaian yang baik dari Allah yang mengasihi kita dan yang berketetapan memberi hidup sekalipun kita pernah memberontak melawan- Nya. Allah telah berketetapan, dengan beberapa pengecualian, bahwa nama- nama umat pilihan dan orang binasa harus tetap menjadi rahasia. Kitab kehidupan dan "kitab" lainnya itu tidak dibuka hingga Hari Penghakiman (Wahyu 20:12). Perang ultimat antara kebaikan dan kejahatan, dan refleksi perang itu dalam providensi Allah, paling baik kita serahkan kepada Allah. Yesus mengajarkan bahwa kita "dimampukan" untuk mengatasi kekuatiran sehari untuk sehari tidak lebih daripada itu (Matius 6:34). Dalam praktik konseling, saya mendapati bahwa hampir semua masalah yang berkaitan dengan kekuatiran, disebabkan oleh kebutuhan yang dipaksakan untuk mengetahui masa depan. Itulah yang ditawarkan oleh astrolog, pelihat, penyihir, dan seluruh armada ilmu gaib. Semua itu jelas bertentangan dengan orang yang takut akan Tuhan, yang percaya bahwa Allah sanggup memerintah semesta seorang diri. "Pengetahuan tentang kebaikan dan kejahatan" yang sekarang kita pahami secara terbatas adalah akibat pemberontakan manusia terhadap Allah (Kejadian 3:5). Manusia ingin mengetahui dan memahami dasar dari segala yang Allah perintahkan, namun karena kita bukan Allah, pengetahuan ini memicu problema yang mengancam hidup kita. Pemahaman akan kejahatan tampaknya mengandung unsur yang mematikan. Bahkan apa yang Allah nyatakan sepertinya dipaparkan dalam bahasa kiasan, dan sepertinya Ia sengaja membiarkan pertanyaan-pertanyaan kita tidak terjawab, demi kebaikan kita. Musa dengan indah mengungkapkan perbedaan antara dua macam pengetahuan ini dalam Ulangan 29:29.
Dalam ayat ini Musa mengajar kita untuk tidak mencari tahu hal-hal yang Allah sembunyikan, dan mendorong kita untuk memusatkan diri pada apa yang telah Allah nyatakan, yaitu hukum-hukum-Nya, dan bagaimana kita dapat menerapkannya pada masa kini. Ia menasihati kita untuk tidak memboroskan tenaga dan waktu mencari cara membuka rencana- rencana Allah yang tersembunyi, baik bagi kita maupun bagi orang lain. Allah ingin kita mempercayai-Nya untuk hal itu. Allah menghendaki kita memusatkan diri untuk menata hidup kita sesuai dengan apa yang telah Ia nyatakan, yaitu Firman-Nya. Kebanyakan pengetahuan gaib berusaha menerobos batasan pemahaman yang bermanfaat yang telah Allah tetapkan. Para penyihir menawarkan komunikasi dengan arwah orang mati. Para petenung berupaya menembus batasan alam berpikir seseorang. Para pelaku praktik semacam itu tidak mempercayai kuasa Allah atas masa depan ataupun keterbatasan mereka. Mereka menginginkan pengetahuan yang dapat memberikan kuasa dan kelegaan yang muncul dari ketidakpercayaan mereka. Bruce Waltke menunjukkan bahwa gagasan tentang "menemukan kehendak Allah" adalah gagasan kafir (Waltke 1995, 30) karena gagasan itu biasanya berusaha menembus rencana Allah yang bersifat rahasia (dekritif). Mendapatkan arahan semacam itu dari para dewa merupakan kegiatan utama di dalam hampir semua masyarakat pra-Kristen. Hal ini menghabiskan banyak uang dan waktu dari para praktisi agama-agama non-Kristen (Waltke 1995, 30). Kuasa atas masa depan juga dianggap sangat bermanfaat. Manfaat ini dicari mulai dari Afrika pedalaman (Oosthuizen dkk. 1988, 47-62) hingga kebudayaan Druids yang paling maju (Ellis 1994, 248). Bertolak belakang dengan pengetahuan yang menjanjikan terbatasnya manusia dari ketergantungan kepada Allah, Yesus menyingkapkan Allah dalam bentuk yang memberi hidup, tidak beracun, dan tidak mematikan. Ia memberi tahu kita apa yang kita perlu ketahui agar dapat diperdamaikan dengan Allah dan mendapatkan hidup baru di dalam-Nya. Kematian-Nya di atas kayu salib mengubah hati kita yang menakutkan dan sombong agar kita dapat menjadi ciptaan yang penuh sukacita, bukan dewa-dewi yang frustrasi. Kini kita dapat mempercayai Allah yang mengendalikan masa depan kita, dan memusatkan diri untuk hidup bagi- Nya di masa sekarang ini. Terangkatnya seluruh beban kekuatiran akan masa depan dari pundak kita merupakan pengalaman yang sangat membebaskan. Yesus tidak datang untuk memberi kita akses ke dalam hal-hal rahasia yang ada di dalam providensi Allah, namun untuk menyingkapkan misteri tersembunyi tentang bagaimana Allah menebus dunia yang berdosa ini. Ia memberikan kebenaran yang membebaskan kita. Kebenaran-Nya memusatkan kekuatan kita pada ketaatan dan pelayanan saat ini. Kita dapat berkata seperti Salomo, "Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu." (Amsal 3:6) Allah berjanji memperhatikan setiap rintangan yang ada di jalan orang-orang yang percaya kepada-Nya. Yesus berjanji, "Tetapi carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33) Kini kita dapat kembali pada situasi yang dihadapi Rick dengan memegang semua konsep ini. Saat Rick bergumul menentukan apakah ia harus berwiraswasta atau tidak, ia tidak akan mampu membedakan rencana Allah bagi dirinya seketika itu juga. Namun, ia dapat mengetahui bahwa karena karya Kristus, ia tidak berada di Rencana B, C, atau Z. Di dalam Kristus hanya ada satu rencana: Rencana A. Ia harus berusaha keras menemukan prinsip-prinsip Alkitab dan mengaplikasikannya pada situasi yang ia hadapi. Ia harus mengumpulkan informasi tentang dirinya dan situasi yang dihadapinya. Ia harus berdoa lalu mengambil keputusan. Rick akan sangat diteguhkan jika ia tahu bahwa ia membuat keputusan dalam keadaan terlindung. Sang Gembala Agung, Allah Yang Mahakuasa, mengawasinya. Pengawasan itulah yang disebut providensi. Pagar Pengaman Providensi Providensi Allah mirip dengan pagar pengaman di pegunungan. Di suatu musim panas ketika saya masih kuliah, saya pergi ke Amerika Selatan dalam suatu perjalanan misi bersama dua belas rekan musisi muda lain. Suatu hari kami harus melintasi dua kota di Kolombia yang terletak di pegunungan Andes. Kami berangkat jam enam pagi dan mengembara hingga jam enam sore melintasi sebuah jalan kecil berkerikil. Jalan yang mengerikan ini tingginya ratusan kaki dari permukaan lembah, dengan belokan tajam setiap menit. Tidak ada pagar pengaman, satu pun tidak! Saya ingat si sopir meluncur diiringi bunyi klakson di setiap tikungan untuk memperingatkan pengendara lain dari arah berlawanan yang hampir tertabrak oleh kami. Sepanjang jalan ada tanda peringatan bagi korban yang meninggal di lokasi itu. Ada catatan angka pada setiap rambu peringatan di sepanjang jalan itu. Karena bus yang seharusnya berkapasitas empat puluh dua telah diisi hingga enam puluh lima orang penumpang, saya mendapat kehormatan harus berdiri dalam bus itu seharian. Saya sangat tertolong karena bisa bersandar pada tiga orang ketika saya muntah dari jendela bus (saya mabuk darat bila naik mobil). Tetapi kemudian saya sadar bahwa sesungguhnya terdapat pagar pengaman di tepian jalan itu: providensi Allah yang berdaulat. Saya terhibur oleh fakta bahwa saya tidak akan bisa disentuh oleh kematian, kecuali Allah menyetujui terjadinya kecelakaan. Saya bayangkan pagar pengaman yang tidak terlihat dan tidak dapat ditembus, ditopang, dan dijaga oleh Allah yang hidup. Saya pikir kami benar-benar telah menabrak pagar pengaman yang tidak terlihat itu beberapa kali. Bagi keputusan yang kita ambil, providensi Allah yang berdaulat menyerupai pagar pengaman itu. Kita meluncur cepat di gunung kehidupan dengan melintasi belokan-belokan tajam dan jalur-jalur pindah yang terus ada di depan kita. Namun, kita memiliki keyakinan bahwa Allah telah menetapkan batasan hidup kita. Ia menggandeng kita dengan hati- hati di tangan-Nya meskipun ada bahaya yang harus kita hadapi dan keputusan-keputusan bodoh yang telah kita buat. Hanya di surga kita akan mengetahui berapa kali kita telah menabrak pagar pengaman rencana Allah dan kita tetap dilindungi demi rencana-Nya yang penuh kemurahan itu. Bagaimana mungkin kita tidak sujud dan menyembah Allah yang berdaulat seperti ini, yang mempedulikan baik perkara kecil maupun besar dalam hidup kita? Ia adalah Allah yang melindungi kita, melatih kita dengan providensi-Nya, dan cukup mengasihi kita sehingga bersedia mengajar kita untuk percaya kepada-Nya di saat kita merasa sulit memahami-Nya. Bukankah pengetahuan bahwa ada rencana berdaulat semacam itu seharusnya membuat kita menyembah, hormat, bersyukur, dan berkeyakinan penuh di dunia yang semakin kacau ini? Mereka yang ada di dalam Kristus tahu bahwa terlepas dari semua keputusan yang dihadapi, kesalahan yang diperbuat, dosa yang ditinggalkan, dan hal-hal yang tidak diperkirakan, Allah bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan yang mengubah kita menjadi serupa dengan gambar Kristus, Anak Allah (Roma 8:28). Melalui providensi Allah atas anak-anak-Nya, Allah, Gembala Agung kita, memimpin kita dengan tongkat-Nya yang perkasa menuju hidup yang kekal. Jika itu tujuan hidup Anda, Anda pasti akan aman-aman saja! Untuk Tinjauan dan Refleksi
Sumber:
Sumber diambil dari:
Komentar |
Kunjungi Situs Natalhttps://natal.sabda.org Publikasi e-Reformed |