Tentang KamiArtikel TerbaruUpdate Terakhir |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SOTeRI Gereja dan Alkitab (1)
Editorial:
Dear e-Reformed Netters, Salam dalam kasih, Maaf, sudah lama saya tidak mengirim artikel ke mailbox Anda. Tapi, meskipun terlambat saya harap artikel e-Reformed tetap dinantikan. Pada kesempatan kali ini, artikel yang sangat menarik perhatian saya untuk dibagikan kepada Anda adalah tulisan dari T.B. Simatupang, seorang teolog Indonesia yang memiliki pemikiran yang sangat tajam dan pengetahuan yang sangat kaya tentang sejarah keadaan perkembangan gereja dan kekristenan di Indonesia. Artikel ini dipersembahkan sebagai salah satu tulisan bunga rampai dalam rangka peringatan 25 tahun kependetaan Caleb Tong. Silakan menyimak. Jika Anda adalah seorang yang memiliki keprihatinan besar tentang perkembangan kekristenan di Indonesia, saya yakin Anda akan sangat menghargai artikel yang ditulis oleh beliau ini. Jarang saya mendapati karya tulis pemikir Kristen Indonesia yang berbicara tentang sejarah atau tentang kekristenan, tapi ditulis dengan bahasa yang sederhana, jelas, "to the point" (tidak bertele-tele) dan elegan tanpa harus membubuhinya dengan istilah-istilah asing yang justru memberati kepala. Jika Anda membaca tulisan beliau dengan perlahan-lahan, sambil menikmati, tapi dengan perhatian dan konsentrasi yang penuh, Anda serasa sedang mendengarkan seorang tetua, yang sudah makan banyak asam garam kehidupan, sedang bercerita kilas balik tentang peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di masa lampau. Nah, jika Anda bisa sampai pada taraf ini, Anda sudah menemukan seting yang tepat untuk memikirkan secara lebih dalam pemikiran-pemikiran yang beliau sampaikan dalam tulisan ini. Saya sempat membaca tulisan beliau ini beberapa kali. Setiap kali selesai membaca, perasaan nasionalis saya seperti dibangkitkan lagi. Sejarah kekristenan di Indonesia, dan juga sejarah penerjemahan Alkitab di Indonesia, seharusnya tidak dianggap "biasa". Sering kita memiliki sikap "take it for granted" dan membiarkan "spiritual treasure" ini dianggap sebagai hal yang sudah sepantasnya terjadi. Alangkah bodohnya kita! Kemutlakkan campur tangan Allah dalam setiap peristiwa sejarah, termasuk di Indonesia, seharusnya membuat kita tak hentinya berkata, "Wow ..., Tuhan itu luar biasa!" Menghargai intervensi Allah membuat kita mengerti bahwa hidup bukan sekadar hidup, tapi hidup adalah anugerah Tuhan. Karena itu, mari kita berjalan di dalam kehendak dan rencana-Nya. In Christ, < yulia(at)in-christ.net > NB: Artikel TerkaitCatatan:
Penulis:
T.B. Simatupang
Edisi:
086/IV/2007
Isi:
Catatan: Gereja dan Alkitab (1)Sejarah perkembangan penerjemahan dan penggunaan Alkitab ditinjau dari segi perkembangan dan persatuan bangsa serta kesatuan umat Tuhan di Indonesia Oleh: T.B. SIMATUPANG U M U M Apabila kita percaya dan yakin bahwa Alkitab adalah firman Allah yang harus disampaikan kepada semua bangsa dan yang harus dapat dibaca setiap orang, tentu dengan sendirinya kita menyadari keharusan untuk menerjemahkan Alkitab dalam bahasa-bahasa dari berbagai bangsa. Sebab tidaklah realistis untuk menuntut agar setiap orang yang hendak membaca Alkitab harus terlebih dahulu mempelajari bahasa-bahasa asli di mana Aklkitab ditulis. Berapa banyakkah orang yang akan dapat membaca Perjanjian Baru, andaikata Perjanjian Baru itu hanya dapat dibaca dalam bahasa Yunani? Berapa banyakkah orang yang akan dapat membaca Perjanjian Lama, andaikata Perjanjian Lama itu hanya dapat dibaca dalam bahasa Ibrani? Tidak pernah ada semacam "larangan" untuk menerjemahkan Alkitab ke semua bahasa yang ada di dunia ini. Apabila Alkitab hendak disampaikan kepada semua bangsa, justru terdapat keharusan dan bukan "larangan" untuk menerjemahkan Alkitab ke bahasa-bahasa dari semua bangsa. Dalam hal penerjemahan Kitab Suci terdapat perbedaan pandangan antara agama Kristen dengan beberapa agama lain. Upaya penerjemahan terhadap apa yang sekarang kita kenal sebagai Perjanjian Lama telah dimulai sebelum Kristus lahir. Di antara orang-orang Yahudi yang hidup di perantauan (diaspora), banyak yang tidak memahami bahasa Ibrani. Oleh sebab itu, dalam abad ke-2 sebelum Kristus telah ada terjemahan dari Perjanjian Lama dari bahasa Ibrani ke bahasa Yunani, yaitu bahasa yang pada waktu itu paling luas tersebar di semua kalangan dan di semua bangsa di kawasan sekitar Laut Tengah. Itulah sebabnya, Perjanjian Baru kemudian ditulis dalam bahasa Yunani. Pada waktu itu, posisi bahasa Yunani di Kerajaan Roma kurang lebih sama dengan posisi bahasa Indonesia dalam Republik Indonesia kita sekarang ini. Pada hari pencurahan Roh Kudus, orang-orang Yahudi yang saleh dari segala bangsa yang berkumpul di Yerusalem mendengar rasul-rasul berkata dalam bahasa mereka. Sejak itu, dalam rangka perjalanan Injil dari Yerusalem ke seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi (Kisah Para Rasul 1:8), untuk menjadikan semua bangsa murid Tuhan (Matius 28:19), Alkitab mulai diterjemahkan satu per satu ke bahasa-bahasa dari berbagai bangsa agar semua orang dapat membacanya dalam bahasa mereka sendiri. Bahasa mereka sendiri berarti bahasa mereka sehari-hari, bukan bahasa dari bangsa atau suku sendiri. Apabila yang dimaksud ialah bahasa dari bangsa atau suku sendiri, maka Perjanjian Lama tidak pernah akan diterjermahkan dari bahasa lbrani ke bahasa Yunani seperti yang terjadi pada abad ke-2 sebelum Kristus. Menerjemahkan sebuah buku dari suatu bahasa ke bahasa lain berarti mengusahakan agar terjemahan itu pada satu pihak setia kepada isi dari buku dalam bahasa asli dan pada pihak lain agar terjemahan itu dapat dibaca dengan jelas dalam bahasa yang ke dalamnya buku asli itu diterjemahkan. Tidak selalu mudah untuk menjunjung tinggi segi kesetiaan dan segi kejelasan ini secara serentak. Terjemahan yang setia sering tidak jelas, sedangkan terjemahan yang jelas sering tidak setia. Oleh sebab itu, menerjemahkan buku selalu merupakan pekerjaan yang berat. Menerjemahkan Alkitab lebih berat lagi. Sebab menerjemahkan Alkitab berarti menerjemahkan firman Allah ke bahasa-bahasa yang belum mengenal firman Allah dan oleh sebab itu, tidak mengenal kata-kata serta pengertian-pengertian yang diperlukan untuk mengungkapkan firman Allah itu. Oleh sebab itu, sering harus dikembangkan atau dipinjam kata-kata yang bersifat baru bagi bahasa yang bersangkutan. Sering kali Alkitab harus diterjemahkan ke bahasa-bahasa yang sebelumnya tidak mengenal aksara. Sering pula terjadi bahwa terjemahan Alkitab mempunyai pengaruh yang besar atas perkembangan suatu bahasa bahkan perkembangan suatu bangsa. Oleh karena Alkitab merupakan buku yang paling banyak diterjemahkan ke bahasa-bahasa yang ada di dunia ini, pada umumnya dapat kita katakan bahwa terjemahan-terjemahan Alkitab telah mempunyai pengaruh yang besar atas perkembangan peradaban umat manusia pada umumnya. Terjemahan Alkitab di Eropa, baik di Eropa Barat, maupun di Eropa Timur, dijalankan untuk bangsa-bangsa dan dalam bahasa-bahasa yang sebelumnya tidak mengenal agama-agama "tinggi", yaitu agama-agama yang memiliki sistem pemikiran keagamaan yang berada pada tahap perkembangan yang tinggi, seperti kemudian terjadi waktu Alkitab diterjemahkan untuk bangsa-bangsa dan dalam bahasa-bahasa di Asia. Di antara bahasa-bahasa di Asia banyak yang telah lama dipengaruhi oleh sistem pemikiran dari agama-agama "tinggi", yaitu agama Islam, Hindu, atau Budha. Di Eropa Barat terjemahan Alkitab dalam bahasa Latin yang disebut Vulgata mempunyai pengaruh yang sangat luas. Di Eropa Timur yang sangat terkenal ialah terjemahan oleh Cyrillus dan Methodius, yang sekaligus mengembangkan aksara yang baru untuk bahasa Slavonik, yang disebut aksara "cyrilik". Orang-orang Rusia, Serbia, dan Bulgaria masih menggunakan terjemahan dalam bahasa Slovonik kuno dalam kebaktian-kebaktian mereka. Setelah Reformasi, terjemahan-terjemahan Alkitab dalam bahasa Jerman (terjemahan oleh Martin Luther), dalam Bahasa Belanda (Statenvertaling), dan dalam Bahasa Inggris (Standard Version) telah mempunyai pengaruh yang besar dan luas dalam perkembangan dari bahasa-bahasa dan perkembangan dari bangsa-bangsa yang bersangkutan. Sebab sebagai akibat dari Reformasi, Alkitab menjadi buku yang dibaca secara luas di kalangan rakyat. Waktu saya menghadiri Sidang Raya Persekutuan Lembaga-Lembaga Alkitab Sedunia di Budapest pada tahun 1988, saya mendengar bahwa di negara komunis, Hongaria, Alkitab masih tetap dipelajari di sekolah-sekolah pemerintah sebagai buku yang mempunyai pengaruh yang besar atas perkembangan bahasa dan kebudayaan Hongaria. Di Mesir sendiri, Alkitab dalam bahasa Koptik telah melestarikan bahasa itu sejak bahasa Arab menjadi bahasa umum di Mesir setelah negeri itu dikuasai oleh pasukan-pasukan Arab yang menegakkan agama Islam dan bahasa Arab di sana. Dalam upaya pekabaran Injil "sampai ke ujung Bumi", Alkitab telah diterjemahkan ke beratus-ratus bahasa di Asia dan di Afrika. Seperti telah kita singgung tadi, dalam pertemuan antara Injil dan bangsa-bangsa di Asia, Alkitab diterjemahkan ke bahasa-bahasa yang telah memiliki aksara dan yang telah banyak dipengaruhi oleh sistem pemikiran agama-agama Hindu, Budha, dan Islam. Terjemahan-terjemahan ini dapat kita golongkan dalam kategori pertama. Selain itu, dalam rangka pelebaran Injil itu, Injil juga bertemu dengan peradaban-peradaban suku-suku yang terkait dengan agama suku. Banyak di antara suku-suku itu belum memiliki aksara sehingga Alkitab merupakan buku pertama yang ditulis dalam bahasa-bahasa yang bersangkutan. Terjemahan ini dapat kita golongkan dalam kategori kedua. Menerjemahkan Alkitab dalam bahasa-bahasa yang temasuk dalam kategori yang pertama dan menerjemahkan Alkitab dalam bahasa-bahasa yang termasuk kategori yang kedua, tentu menghadapkan penerjemah dengan masalah-masalah yang memunyai sifat-sifat tersendiri. Dalam rangka gerakan Oikumenis yang telah berkembang sejak awal abad ke-20 untuk menampakkan kesatuan umat Tuhan di dunia pada umumnya dan demikian juga di masing-masing negara, sebagai kesaksian di hadapan dunia, sesuai dengan firman yang berbunyi "supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku" (Yohanes 17:21), Alkitab telah menjadi salah satu faktor pemersatu yang utama di antara gereja-gereja yang mempunyai tradisi yang berbeda-beda, seperti gereja-gereja Reformasi, gereja-gereja Ortodoks, dan gereja-gereja Roma Katolik. Umat Tuhan di semua tempat dan zaman tidak hanya dipersatukan oleh "satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua" (Efesus 4:5-6), tetapi juga oleh satu Alkitab. Dengan latar belakang yang bersifat umum tadi, sekarang klta akan mengemukakan beberapa catatan mengenai "Perkembangan penerjemahan dan penggunaan Alkitab ditinjau dari segi perkembangan dan persatuan bangsa serta kesatuan umat Tuhan di Indonesia". PERTEMUAN INJIL DENGAN INDONESIA "Perkembangan penerjemahan dan penggunaan Alkitab ditinjau dari segi perkembangan dan persatuan bangsa serta kesatuan umat Tuhan di Indonesia" kita tempatkan dalam rangka pertemuan Injil dengan Indonesia. Dalam perjalanan Injil dari Yerusalem, Yudea, dan Samaria sampai ke ujung bumi, pada satu pihak ada perjalanan Injil ke arah barat. Pada pihak lain ada juga perjalanan Injil ke arah Timur. Awal dari perjalanan Injil ke arah barat itu kita baca dalam kitab Kisah Para Rasul. Perjalanan Injil ke arah timur tidak tercatat dalam Alkitab. Perjalanan Injil ke arah timur itu hanya kita ketahui dari sejarah saja. Catatan-catatan sejarah mengenai perjalanan Injil ke arah timur ini pun sangat sedikit. Lagi pula hasil perjalanan Injil ke arah timur kemudian hampir lenyap. Oleh sebab itu, perjalanan Injil ke arah timur ini hampir tidak diketahui dan hampir tidak dikenal di Indonesia. Salah satu gereja yang terpenting sebagai hasil dari perjalanan Injil ke arah timur ini ialah Gereja Nestoriah. Gereja Nestoriah itu lama berpusat di Baghdad. Dari abad ke-6 sampai abad ke-13 Gereja Nestoriah telah menjalankan pekabaran Injil yang sangat luas sampai ke India dan Cina. Para penginjil dari Gereja Nestoriah itulah yang menerjemahkan Alkitab untuk pertama kali dalam bahasa Cina. Dalam suatu buku dalam bahasa Arab yang ditulis oleh Shaykh Abu Salih al-Armini dikatakan bahwa di Fansur (Barus), di pantai Barat Tapanuli, terdapat banyak Gereja Nestoriah. Ada petunjuk-petunjuk bahwa kaum Nestoriah telah hadir di Barus sejak tahun 645. Dalam abad ke-14 dan ke-15 Gereja Nestoriah itu praktis lenyap, walaupun sampai sekarang masih ada sisa-sisanya di Iran dan Irak. Gereja Nestoriah di Barus telah lenyap tanpa meninggalkan bekas. Para penginjil dari Gereja Nestoriah tidak pernah menerjemahkan Alkitab ke bahasa Melayu, yang pada abad ke-7 telah luas tersebar di kawasan Asia Tenggara. Dengan demikian kita lihat bahwa Injil telah tiba di Indonesia untuk pertama kali dalam rangka perjalanan Injil dari Yerusalem ke arah timur, lama sebelum Islam tiba di Indonesia. Tetapi kedatangan pertama Injil di Indonesia itu tidak meninggalkan bekas. Injil telah datang untuk kedua kali di Indonesia melalui jalan yang panjang, yaitu dari Yerusalem ke arah barat, ke Eropa, dan baru pada abad ke-16 Injil kembali ke Indonesia dari Eropa bersamaan waktu dengan kedatangan orang-orang Portugis, yang kemudian disusul oleh kedatangan orang-orang Belanda pada abad ke-17. Dalam hubungan itu baiklah kita baca Kisah Para Rasul 16:8-10. Di situ kita baca bahwa Rasul Paulus tidak mempunyai rencana untuk membawa Injil dari Asia ke Eropa, yaitu ke Makedonia. Membawa Injil dari Asia ke Eropa bukan strategi Paulus, melainkan strategi Roh Yesus sendiri (Kisah Para Rasul 16:8). Sejarah dunia dan sejarah gereja akan lain sama sekali andaikata Injil tidak dibawa dari Asia ke Eropa, artinya ke dunia Barat. Pada waktu Injil tiba di Indonesia untuk pertama kali pada abad ke-7 dan untuk kedua kali dalam abad ke-16, Indonesia telah mempunyai perkembangan yang menarik dari segi sejarah dan dari segi agama serta kebudayaan. Injil tidak tiba di Indonesia dalam keadaan yang "kosong" dari segi agama dan kebudayaan. Dapat kita catat adanya beberapa "lapisan" dalam sejarah keagamaan dan kebudayaan kita sehingga Indonesia dapat kita lihat sebagai suatu kue lapis yang memperlihatkan lapisan-lapisan keagamaan dan kebudayaan yang mempunyai coraknya masing-masing. (Bersambung ke bagian ke-2, yang dikirim dalam surat terpisah.)
Sumber:
Diambil dan diedit seperlunya dari:
Komentar |
Kunjungi Situs Natalhttps://natal.sabda.org Publikasi e-Reformed |