Tentang KamiArtikel TerbaruUpdate Terakhir |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SOTeRI PraktikaTeologia Praktika adalah teologia yang berisi penerapan pengajaran Alkitab dalam kehidupan praktis untuk pembangunan, pengudusan, pembinaan, pendidikan dan pelayanan umat Tuhan.
Tujuh Menit Bersama Tuhan
Editorial:
Edisi:
036/II/2003
Isi:
Cara Merencanakan Saat Teduh
,,, Istilah apa saja yang saudara pakai untuk "waktu bersekutu dengan Tuhan" bukan soal, misalnya: waktu teduh, saat teduh, sesaat dengan Allah, renungan pribadi, kebaktian perorangan atau lain sebagainya. Menit-menit yang suci pada permulaan tiap hari, itulah yang menjadi rahasia inti daripada kuasa kehidupan Kristen. Itulah yang menjadi benang emas yang mengikat satu dengan yang lain antara tiap-tiap orang yang dipakai Tuhan secara luar biasa dari Abraham sampai Billy Graham, orang kaya maupun orang miskin, orang pengusaha atau orang militer. Tiap-tiap orang Kristen yang mau dipakai oleh Tuhan harus mengutamakan rencana bersekutu bersama-sama dengan Tuhan tiap-tiap hari. Daud berseru di Mazmur 37:8, "Hatiku siap, ya Allah, hatiku siap ..." Hati yang siap dan mantap senantiasa menghasilkan hidup yang tidak mudah tergoyangkan. Hanyalah sedikit orang Kristen yang mempunyai hati dan hidup seperti itu. Salah satu kekurangan adalah rencana yang praktis untuk memulai dan melangsungkan pertemuan pribadi dengan Allah secara teratur tiap hari. Saya ingin menyarankan kepada saudara mulai dengan membatasi waktu hanya tujuh menit saja. Apakah saudara rela memakai waktu sebanyak tujuh menit tiap-tiap hari untuk bersekutu bersama-sama dengan Tuhan? Bukan lima hari seminggu. Bukan juga enam hari seminggu untuk bersama Tuhan, tetapi tujuh hari dalam satu minggu bersama Tuhan! Mohonlah pertolongan Tuhan. Dalam permohonan itu mungkin saudara berkata, "Tuhan, saya ingin bertemu dengan Engkau besok pagi, selama sekurang- kurangnya tujuh menit. Besok pada jam 5.00 saya mempunyai rencana bertemu dengan Engkau." Pagi harinya saudara harus berdoa lagi. Mungkin saudara ingin berdoa: "Tuhan, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu, dan aku menunggu-nunggu" ( Bagaimana caranya saudara memakai waktu tujuh menit itu? Inilah resepnya. Sesudah keluar dari tempat tidur dan membereskan keperluan pribadi, hendaklah saudara mencari tempat yang teduh dan suasana yang sunyi untuk menikmati persekutuan dengan Allah melalui membaca Firman-Nya dan berdoa. DOA PERSIAPANPakailah 30 detik yang pertama untuk mempersiapkan hati saudara. Ucapkanlah terima kasih atas pemeliharaan Tuhan semalam dan kesempatan-kesempatan dan pemeliharaan-Nya yang tersedia dalam hari yang baru itu. Kemudian berdoalah seperti ini, "Tuhan Yesus, sucikanlah hatiku supaya Engkau dapat berbicara kepadaku melalui Firman-Mu. Bukalah hatiku! Penuhilah hatiku dengan Roh-Mu! Jadikanlah pikiranku tajam, jiwaku peka, hatiku terbuka! Tuhan Yesus, kelilingi aku dengan kebesaran kasih dan kuasaMu selama waktu ini! Dalam namaMu aku berdoa. Amin." PEMBACAAN ALKITABNah, sekarang selama empat menit saudara membaca Alkitab. Kebutuhan pertama adalah mendengarkan Firman dari Allah! Biarkanlah Firman itu memberi terang dalam hati saudara. Usahakanlah pertemuan dengan Tuhan seindah mungkin. Mulailah pembacaan Alkitab dari salah satu kitab Injil, misalnya Injil Markus. Bacalah secara berurutan pasal demi pasal, ayat demi ayat. Bacalah ayat demi ayat pelan-pelan dengan penuh pengertian. Pembacaan Alkitab ini dilakukan semata-mata untuk menikmati Firman Allah dan mendengarkan Allah berbicara kepada saudara. Mungkin hanya 10 ayat, mungkin juga satu pasal penuh. Apabila saudara telah menyelesaikan Injil Markus, lanjutkanlah dengan Injil Yohanes. Kemudian saudara perlu meneruskan sampai seluruh Perjanjian Baru selesai saudara baca dan selidiki. Sesudah Tuhan berbicara kepada saudara melalui kitab-Nya, saudara perlu membalas dalam doa. Sekarang saudara mempunyai dua menit 30 detik untuk bersekutu dengan Dia dalam empat kawasan doa berikut. DOA PUJIANJenis doa ini adalah doa yang paling murni, sebab dalam doa ini tidak ada sama sekali unsur mementingkan atau menguntungkan diri. Sebagaimana saudara tidak boleh menghadap seorang raja tanpa kata-kata yang patut, demikian juga dengan Allah. Sembahlah Dia. Renungkan kebesaran-nya, kuasa-Nya dan kedaulatan-Nya! DOA PENGAKUAN DOSADoa ini menyatakan kesadaran kita mengenai keberadaan kita dan keberadaan Allah. Dalam hal ini kita harus sadar bahwa Allah berada di tempat mahatinggi dan mahasuci, sedangkan kita berada di tempat kotor dan hina yang penuh dengan kenajisan. Keadaan kita yang penuh dengan dosa itulah yang harus kita akui di hadapan Allah dan harus kita tinggalkan pula bila kita menghadapi-Nya. Dalam bahasa aslinya kata "pengakuan" berarti "menyetujui bersama dengan." Dalam hubungannya dengan hal dosa, "pengakuan" berarti "setuju dengan pendapat Allah tentang dosa itu." Supaya saudara mendapat gambaran yang jelas mengenai dosa itu dan sikap Allah terhadap dosa, bacalah Mazmur 66:18. "Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar." Oleh karena itu, akuilah dosa saudara. DOA PENGUCAPAN SYUKURDoa ini menyatakan kesadaran kita akan besarnya pemeliharaan dan berkat Allah atas kita. Nyatakanlah terima kasih kepada Tuhan. Pertama-tama, karena pengampunan dosa saudara yang baru saja diampuni sesuai dengan janji-Nya dalam 1 Yohanes 1:9. Ingatlah beberapa hal yang khusus yang mendorong saudara untuk mengucapkan syukur. Misalnya, ucaplah syukur atas pekerjaan saudara dan pelayanan saudara di gereja. Bersyukurlah atas ujian-ujian dan kesulitan-kesulitan yang saudara alami, yang semuanya dapat teratasi melalui pertolongan-Nya. "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18). DOA PERMOHONANDoa ini menyatakan keperluan yang saudara pinta kepada Allah. Meminta dengan sungguh-sungguh dan rendah hati. Meminta untuk orang lain, juga untuk diri sendiri. Doakanlah orang-orang di keluarga dan di lingkungan sendiri. Doakanlah orang-orang di seluruh dunia, misalnya utusan-utusan Injil dan teman- teman di tempat yang jauh. Dan jangan lupa mendoakan jutaan orang di banyak negara yang belum pernah mendengar kabar kesukaan tentang Yesus Kristus. Marilah kita menyimpulkan tujuh menit itu. TUJUH MENIT BERSAMA TUHAN
Rencana ini bukannya jimat, tetapi pedoman. Kalau saudara melakukannya dengan teratur, maka saudara akan merasakan bahwa waktu tujuh menit kurang cukup lama. Pasti saudara tidak mau lagi membatasi waktu saudara dengan Tuhan hanya tujuh menit. Nanti akan terjadi hal yang menakjubkan. Tujuh menit menjadi duapuluh menit, dan tidak lama kemudian saudara akan menikmati tigapuluh menit yang sangat indah dengan Dia. Janganlah melakukan hal di atas sebagai suatu kebiasaan saja, tetapi lakukanlah itu sebagai suatu pernyataan kerinduan bertemu dengan Yesus, Tuhan saudara. Tuhan telah memberi saudara kesempatan yang tak dapat dinilai harganya, yaitu kesempatan untuk bersekutu dengan dia. Buatlah perjanjian dengan Allah sekarang juga untuk mengadakan memupuk dan melanjutkan terus-menerus pertemuan saudara dengan Tuhan selama tujuh menit atau lebih tiap-tiap hari. Bila saudara merasa bahwa tujuh menit itu tidak cukup lama, perpanjanglah waktu itu. Bolehlah 15 menit, 30 menit, satu jam, dan lain sebagainya.
Sumber:
Surat-surat Terbuka kepada Pendeta
Editorial:
Dear Reformed Netters, Howard F. Sugden dalam bukunya yang ditulis bersama-sama dengan Warren W. Wiersbe dan Paul R. Van Gorder, yang berjudul "Prioritas Seorang Pendeta" menuliskan: "Ketika tiba saatnya untuk membicarakan tugas-tugas pelayanan pendeta, saya menyarankan agar digunakan kata 'gembala' sebagai salah satu istilah untuk menggambarkan pekerjaan yang harus dikerjakan oleh seorang hamba Tuhan dalam hubungan dengan jemaatnya (sebab istilah ini sesuai dengan Kitab Suci). Tetapi ada seseorang yang mengajukan sanggahan, 'Dewasa ini tidak seorang pun yang mengetahui apa gembala itu dan apa yang diperbuatnya dalam dunia kita sekarang ini.' Nampaknya ada pemikiran untuk memperbaharui anggaran dasar sekarang ini dan jangan kembali kepada jaman gembala dahulu. Saya hampir tak sabar untuk kembali ke ruang belajar, membuka konkordansi dan kamus 'Theological Dictionary of the New Testament' karangan Kittel untuk menyegarkan kembali hati saya dengan kata 'gembala' yang dipakai untuk menyebut Tuhan kita dan hamba-Nya sepanjang jaman. Saya menemukan bahwa kata 'gembala' atau 'domba' itu digunakan lebih dari empat puluh kali dalam kitab Perjanjian Baru, dan Kittel menjelaskan pokok itu sebanyak tujuh belas halaman. Tapi betul juga teman saya yang membuat sanggahan itu. Siapakah orang yang hidup pada jaman ini; jaman dimana ada kota-kota besar dan ramai, jalan-jalan lintas cepat, dengan berbagai transportasi modern serta banyak tempat rekreasi, yang masih tahu memikirkan tentang 'domba' dan 'gembala'?" Jika Anda adalah seorang "gembala" (pemimpin jemaat), ketika membaca kutipan di atas mungkin Anda merasa tersanjung mendapat sebutan sebagai seorang "gembala" karena Yesus sendiri menyebut diri sebagai "Gembala" dan tugas yang diemban oleh "gembala" sangatlah dihargai oleh Tuhan. Menjadi "gembala" merupakan panggilan yang mulia, melakukan tugas sebagai seorang "gembala" merupakan suatu "hak istimewa" yang tidak Tuhan berikan kepada setiap orang, tapi hanya kepada orang-orang tertentu saja. Tapi jika Anda seorang "domba" (jemaat), maka kutipan di atas membuat Anda merasa tersanjung, karena bagi "domba" memiliki "gembala" artinya seperti mendapatkan "hak istimewa" untuk dilayani. Maka tidak heran jika Anda menginginkan seorang "gembala" yang selalu siap sedia melayani dan melindungi 'domba-domba-Nya, kalau perlu 24 jam. Anda akan jengkel kalau mendengar "gembala" yang mengeluh atau mengharapkan pujian dari apa yang dilakukannya, karena sebagai seorang "gembala" sudah sepantasnya kalau ia menderita dan berkorban bagi domba-domba- Nya. Melihat kontras dua pemikiran di atas, saya tertarik untuk mengutipkan beberapa surat-surat terbuka yang ditulis oleh 'domba-domba" yang ditujukan kepada "gembala-gembala"nya. Sangat menarik mengetahui apa yang dipikirkan oleh "domba-domba" tentang "gembala-gembala"nya. Namun sambil Anda membaca kutipan surat-surat tsb., saya mengajak Anda untuk merenungkan dan menjawab beberapa pertanyaan di bawah ini:
Selamat merenungkan. Kiranya kiriman saya ini dapat menjadi berkat bagi ke dua belah pihak; "gembala" dan "domba". In Christ,
Edisi:
032/IX/2002
Isi:
Jika Anda adalah seorang "gembala" (pemimpin jemaat), ketika membaca kutipan di atas mungkin Anda merasa tersanjung mendapat sebutan sebagai seorang "gembala" karena Yesus sendiri menyebut diri sebagai "Gembala" dan tugas yang diemban oleh "gembala" sangatlah dihargai oleh Tuhan. Menjadi "gembala" merupakan panggilan yang mulia, melakukan tugas sebagai seorang "gembala" merupakan suatu "hak istimewa" yang tidak Tuhan berikan kepada setiap orang, tapi hanya kepada orang-orang tertentu saja. Tapi jika Anda seorang "domba" (jemaat), maka kutipan di atas membuat Anda merasa tersanjung, karena bagi "domba" memiliki "gembala" artinya seperti mendapatkan "hak istimewa" untuk dilayani. Maka tidak heran jika Anda menginginkan seorang "gembala" yang selalu siap sedia melayani dan melindungi 'domba-domba-Nya, kalau perlu 24 jam. Anda akan jengkel kalau mendengar "gembala" yang mengeluh atau mengharapkan pujian dari apa yang dilakukannya, karena sebagai seorang "gembala" sudah sepantasnya kalau ia menderita dan berkorban bagi domba-domba- Nya. Melihat kontras dua pemikiran di atas, saya tertarik untuk mengutipkan beberapa surat-surat terbuka yang ditulis oleh 'domba-domba" yang ditujukan kepada "gembala-gembala"nya. Sangat menarik mengetahui apa yang dipikirkan oleh "domba-domba" tentang "gembala-gembala"nya. Namun sambil Anda membaca kutipan surat-surat tsb., saya mengajak Anda untuk merenungkan dan menjawab beberapa pertanyaan di bawah ini:
Selamat merenungkan. Kiranya kiriman saya ini dapat menjadi berkat bagi ke dua belah pihak; "gembala" dan "domba". In Christ,Yulia # Surat (1) Bapak Pendeta yang baik! Mungkin Bapak Pendeta merasa luar biasa mendengarkan kabar dari saya. Sebelumnya saya tidak pernah berbicara kepada Bapak Pendeta dan Bapak juga tidak pernah bertanya kepada saya. Saya malu untuk menyebutkan hal-hal ini, tetapi bagi saya itu penting dan saya ingin Bapak mengetahuinya. Pertama, saya ingin mengucapkan banyak terima kasih atas pengabdian Bapak untuk melayani dan memimpin kami, sampai-sampai Bapak pernah tidak dapat hadir pada perayaan hari ulang tahun anak perempuan Bapak. Berapa kali istri Bapak menunggu untuk makan malam, atau Bapak harus makan makanan yang sudah dingin, bahkan makan sendirian. Pasti, Bapak ingat kesedihan putra Bapak yang berumur 10 tahun karena Bapak tidak dapat menyaksikan dia waktu pertama kali main dalam pertandingan sepak bola. Setelah saya berterima kasih kepada Bapak, saya ingin menyarankan agar Bapak memberi perhatian yang selayaknya kepada keluarga Bapak. Bersenang-senanglah dengan mereka dan cintailah mereka, sebab hal itu termasuk melayani-Nya. Doronglah para pendeta muda untuk menyediakan waktu bagi keluarga mereka. Kedua, saya ingin menyarankan kepada Bapak untuk menarik pelajaran dari kebungkaman saya selama bertahun-tahun, sehingga Bapak mulai bercakap-cakap dengan anggota-anggota jemaat. Tanyalah apa yang terjadi dalam kehidupan kami. Beberapa dari kami ingin sekali mengeluarkan apa yang ada dalam hati kami, sedangkan yang lain perlu didorong. Tanyalah bagaimana caranya meningkatkan pelayanan Bapak, dan bagaimana gereja kita bisa lebih maju. Percayalah dan mintalah kepada Tuhan kebijaksanaan, belas kasihan, dan kekuatan untuk mencapai umat-Nya dan memenuhi kebutuhan mereka. Ketiga, izinkan saya mendorong Bapak agar tetap dalam keyakinan yang dinyatakan oleh Roh Kudus kepada Bapak. Saya tahu bahwa lebih mudah untuk kompromi atau mengabaikan dosa dan ketidakadilan, namun akibatnya ialah Kristus yang dicela dan pelayanan gereja akan kurang efektif. Sudah sering kami tidak mengatakan apa-apa, karena takut orang yang mendengar akan merasa tersinggung. Tempatkan pria dan wanita yang rohani dalam posisi pimpinan. Dengan demikian gereja akan lebih bertambah maju dan kuat. Akhirnya, yang paling penting menyerahkan diri kepada Yesus Kristus. Biasanya, manusia merasa bangga dapat menemukan sesuatu sendiri. Memang, dengan kekuatan sendiri kita dapat berbuat kebajikan dan bisa melayani dengan baik dalam jabatan kita. Tetapi ini bukanlah cara Tuhan. Tuhan hanya senang kalau kita mengesampingkan keakuan kita dan mengizinkan Tuhan bekerja melalui kita. Maka, kekuatan-Nya, hikmat-Nya, dan belas kasihan-Nya itulah yang akan menjangkau dan melayani umat-Nya. Dengan demikian kebutuhan umat-Nya dicukupi, dan segala hormat kemuliaan diberikan kepada Tuhan. Terima kasih atas kesediaan Bapak Pendeta untuk mendengarkan saran saya. Saya puji Tuhan karena kasih dan untuk semua yang Tuhan sudah lakukan bagi kami melalui Bapak Pendeta. Hormat saya di dalam kasih-Nya. # Surat (2) Bapak Pendeta yang kekasih, Pada hari-hari belakangan ini di mana banyak pendeta terus-menerus dikritik oleh jemaat yang tidak tahu berterima kasih, maka saya sungguh-sungguh berterima kasih kepada Bapak atas semua pekerjaan yang Bapak laksanakan demi gereja kita. Bapak tetap bersama-sama kami ketika..... .....ada orang-orang Kristen yang belum dewasa meskipun dengan maksud baik hampir-hampir membuat perpecahan di gereja pada waktu rapat anggota gereja. .....anggota-anggota gereja lama tetap berpegang pada pAndangan yang kolot sehingga menghambat kemajuan. .....seorang gadis remaja dari keluarga terpAndang kedapatan hamil sebelum menikah. ....pasangan suami istri muda yang terancam perceraian datang kepada Bapak untuk konsultasi. Bapak setia memberitakan Firman Allah. Karena demikian, maka kami melihat hal-hal ini terjadi...... ......seorang suami yang belum selamat yang telah kita doakan selama bertahun-tahun, akhirnya diselamatkan. ......banyak kaum muda kini telah menikah dan membangun rumah tangga Kristen serta aktif dalam gereja. .....majelis gereja telah mengambil alih lebih banyak tanggung jawab dalam gereja. .....jemaat kita sangat lapar akan Firman Allah dan dengan penuh perhatian mendengarkan ajaran Firman Allah yang Bapak berikan. Maka dari itu jangan menyerah! Tuhan memberkati gereja kita. Walaupun tidak sering saya mengatakan hal ini, tetapi sebetulnya Bapak adalah orang yang paling saya hormati dalam hidup ini. Saya mendoakan Bapak beserta keluarga Bapak setiap hari. Tuhan pasti menyediakan pahala yang istimewa karena pelayanan Bapak. Terima kasih karena saya merasa diberkati oleh pelayanan Bapak. Salam dari seorang anggota Bapak. # Surat (3) Bapak pendeta yang terkasih, Saya hanya ingin minta waktu Bapak Pendeta beberapa menit untuk mengucapkan terima kasih atas pelayanan Bapak yang setia kepada kami. Sebab gereja kita ini besar, saya kira akan mudah diperlakukan secara umum saja, yaitu sebagai satu jemaat. Tetapi Bapak benar- benar memperhatikan setiap individu. Bapak banyak meluangkan waktu untuk mengenal orang yang memerlukan pelayanan. Saya sering melihat Bapak menolong orang yang baru menerima Kristus, mengajar dan membimbing mereka dalam hidup mereka yang baru. Bapak telah menunjukkan mereka bagaimana mereka harus hidup dengan iman. Bapak mengajar kelas khusus di gereja bagi petobat-petobat baru dan menunjukkan mereka bagaimana mempelajari Alkitab. Saya sangat menghargai cara Bapak mempraktekkan cara hidup orang Kristen dalam hidup sehari-hari. Hal itu nyata bagi kami sekalian karena Bapak menaruh perhatian kepada orang lain. Sekian. Hormat dari seorang anggota yang sangat berterima kasih. # Surat (4) Bapak Pendeta yang terkasih, Saya hanya bisa mengucapkan terima kasih dan sangat menghargai teladan yang Bapak berikan kepada kami. Ketika Bapak menjadi pendeta gereja kami, Bapak mengatakan kepada jemaat bahwa setiap hari Bapak akan melihat daftar anggota dan berdoa untuk lima keluarga. Hari berikutnya Bapak akan mendoakan lima keluarga yang lain, dan begitu seterusnya. Bapak juga berkata bahwa bila staf berkumpul setiap pagi untuk saat teduh, Bapak akan mendoakan satu orang atau satu keluarga. Kemudian Bapak mengirim kartu kepada orang atau keluarga tersebut untuk mengatakan bahwa Bapak mencintai mereka dan banyak memikirkan mereka. Berkali-kali kami mendengarkan orang berkata, "Jangan lupa berdoa untuk pendeta saudara." Saya sebagai anggota sangat berterima kasih, karena saya tidak perlu ragu-ragu apakah Bapak Pendeta berdoa buat saya ataukah tidak. Selama bertahun-tahun ini, kartu-kartu yang Bapak kirimkan sangat berarti bagi saya. Terima kasih atas doa Bapak Pendeta untuk saya. # Surat (5) Bapak Pendeta yang terkasih, Pertama, saya ingin mengucapkan syukur kepada Tuhan karena telah mengirim Bapak Pendeta ke gereja kami. Kami sangat menghargai cinta Bapak kepada Tuhan dan semangat untuk membawa jiwa-jiwa kepada Tuhan. Akan tetapi, saya harus mengakui bahwa saya agak bosan untuk terus- menerus mendengar khotbah evangelisasi sebagai makanan rohani. Memang, penting sekali untuk membawa jiwa-jiwa kepada keselamatan, dan kami sangat menghargai keinginan Bapak untuk mengisi bangku- bangku kosong yang mengganggu Bapak setiap hari Minggu. Tetapi saya yakin bahwa perasaan ini terdapat pada banyak saudara yang telah lama menjadi orang Kristen. Bukan hanya susu yang kami perlukan. Kami memerlukan khotbah dan uraian yang lebih luas dan mendalam dari Firman Allah, ibarat daging keras yang perlu dikunyah. Penting juga bagi kami mengetahui sabda Tuhan dan bagaimana menggunakannya dalam hidup kami sekarang ini. Makin lama dunia makin mendesak kami untuk mengikuti modenya. Jika kami tidak berakar dalam Firman Allah, kami tidak dapat bertahan terhadap serangan si jahat itu. Saya tahu Bapak pasti sibuk sekali dan banyak waktu Bapak disita oleh anggota-anggota jemaat. Namun jagalah, jangan sampai ada yang mengganggu pelajaran Bapak, sebab jam-jam Bapak untuk mempelajari Alkitab adalah sangat bermanfaat bagi Bapak dan kami. Saya tidak marah atau kurang puas, tetapi ingin agar Bapak mengetahui perasaan saya. Saya mendoakan Bapak setiap hari. Saudaramu di dalam Kristus. # Surat (6) Bapak Pendeta yang terkasih, Saya menulis surat ini atas dorongan cinta kasih Kristus dan saya tidak bermaksud akan menyakiti hati Bapak Pendeta. Bapak adalah seorang guru dan pengkhotbah yang baik sekali. Saya yakin tak ada seorang pun yang mencela pelayanan Bapak. Namun, dalam panggilan untuk tugas penggembalaan termasuk menggembalakan kawanan domba seluruhnya, inilah kekurangan yang banyak kami rasakan dalam pelayanan Bapak. Memang baik membangun jemaat dengan pasangan suami istri yang muda, sebab mereka adalah sokoguru gereja di masa mendatang. Tetapi pada waktu yang bersamaan, domba-domba tua juga memerlukan seorang gembala. Ada baiknya jika Bapak Pendeta menyadari keperluan mereka. Bila mereka sakit, beritahukan melalui pengumuman di gereja sehingga orang lain dapat berdoa untuk mereka. Bila mereka menghadapi suatu masalah, tunjukkan perhatian agar mereka tahu bahwa Bapak juga ikut merasakan dan prihatin. Janganlah Bapak Pendeta menyerahkan semua itu kepada majelis gereja atau kepada pendeta pembantu. Seorang gembala yang sejati memperhatikan semua domba, dan tidak hanya domba-domba muda dan anak domba. Kita semua juga ingin merasa dibutuhkan dan diperhatikan. Saudaramu di dalam Kristus. # Surat (7) Bapak Pendeta yang terkasih, Sebagai seorang anggota setia di jemaat Bapak, dan sebagai penyumbang dan pekerja di gereja, saya menghargai pengabdian Bapak Pendeta dan cita-cita Bapak dalam melayani Tuhan. Baru-baru ini saya mendengar bahwa Bapak Pendeta menawarkan diri sebagai seorang calon untuk menggembalakan gereja yang lain. Saya tidak perlu mengetahui apakah betul atau tidak, tetapi hal ini menimbulkan beberapa pertanyaan dalam pikiran saya tentang lamanya dan mutu pelayanan beberapa hamba Tuhan yang diberikan kepada jemaat mereka. Namun saya juga menyadari bahwa Bapak Pendeta ingin sekali mengetahui dan menuruti kehendak Tuhan. Inilah beberapa masalah yang saya lihat:
Saya harap Bapak pendeta tidak merasa bahwa saya ini suka menggerutu. Saya hanya menginginkan informasi dan perhatian. Dari seorang anggota yang merasa terganggu. # Surat (8) Bapak Pendeta yang terkasih, Sungguh sukar bagi saya untuk menulis surat ini, karena cinta saya kepada gereja, dan keinginan saya agar Tuhan memakai Bapak Pendeta, oleh karena itu saya merasa perlu mengungkapkan isi hati saya. Saya mengetahui kesukaran yang Bapak hadapi dapat melemahkan pelayanan Bapak. Jika Bapak Pendeta jujur, pasti akan mengakui bahwa Bapak tidak mempelajari Alkitab sebagaimana mestinya dan juga tidak pernah mengkhotbahkan Firman Allah. Agaknya, Bapak kurang memperhatikan kesejahteraan jemaat Bapak. Sebagai seorang gembala hal ini seharusnya merupakan tanggung jawab Bapak yang penting. Saya tidak merasa kurang senang terhadap Bapak, bahkan saya selalu berdoa bagi Bapak Pendeta. Bapak Pendeta yang baik, demi kebaikan Bapak dan gereja saya harap Bapak memperbaharui penyerahan Bapak kepada Tuhan. Setialah terhadap panggilan Tuhan bagi Bapak untuk menyampaikan sabda Allah dan memberi santapan rohani bagi kawanan domba itu. "Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperoleh-Nya dengan darah Anak-Nya sendiri" (Kisah Para Rasul 20:28). Salam kasih hangat seorang dari kawanan domba Bapak. # Surat (9) Bapak Pendeta yang terkasih, Sebagai seorang jemaat Bapak, saya mengindahkan Bapak sebagai orang yang ditunjuk oleh Tuhan untuk menjadi gembala. Mengutip suatu bagian dari ucapan perpisahan rasul Paulus yang ditujukan kepada para penatua jemaat di Efesus, saya mohon demi diri sendiri dan seluruh jemaat agar Bapak menjaga diri sendiri dan menjaga seluruh jemaat. Bapak Pendeta telah dipimpin oleh Roh Kudus, dan dipanggil oleh Tuhan untuk melayani kami (Kisah Para Rasul 20:28). Berilah kami susu yang murni dan daging yang keras dari Firman Allah agar kami dapat bertumbuh dan menjadi orang-orang percaya yang dewasa. Saya harap Bapak Pendeta akan mencintai dan memperhatikan domba yang hilang - mereka yang tidak pernah masuk gereja dan domba-domba lain yang terlepas dari kawanan dombanya. Sebagai gembala yang baik, Bapak harus ulet. Mudah-mudahan Bapak selalu memiliki kekuatan di balik perisai iman untuk menangkis lawan, serta bijaksana dan mempunyai visi. Bapak harus waspada terhadap orang-orang yang menyelundup masuk untuk merusakkan kita, dan dengan tongkat kebenaran Bapak harus membela kawanan domba dari infiltrasi licik dan pengaruh mereka yang memecah-belahkan kita. Di samping itu Bapak juga harus lemah lembut. Bapak harus memenuhi kebutuhan orang-orang yang menderita, orang lanjut usia, yang sakit dan yang hampir mati. Saya rasa bahwa sebenarnya yang saya minta adalah agar Bapak mempunyai hati seorang gembala, yaitu berbelas kasihan, melindungi, dan penuh pengertian. Dengan anugerah Tuhan saya akan membantu Bapak dengan doa dan kesetiaan saya. Saya berjanji bahwa hanya bila sangat perlu baru saya menelpon Bapak agar tidak mengganggu jam-jam belajar serta persekutuan Bapak dengan Tuhan. Tugas yang suci yaitu menyampaikan firman Allah harus didahulukan. Sekali lagi, terima kasih!
Sumber:
Mengusahakan Pertumbuhan Pola Pikir Rohani
Editorial:
Dear e-Reformed Netters Artikel yang saya kirimkan ke anda untuk edisi Mei ini, diambil dari cuplikan sebuah buku mungil yang berjudul Thinking Spiritually. Buku ini sebenarnya hanya merupakan digest version dari tulisan karya John Owen The Grace and Duty of Being Spiritually Minded yang aslinya jauh lebih sulit untuk dibaca khususnya untuk mereka yang kurang mahir dalam Bahasa Inggris. Tapi syukur kepada Tuhan karena Philip G. telah meringkaskannya dalam bahasa yang lebih mudah dan sederhana -- Buku ini telah diterjemahkan dan diterbitkan oleh Penerbit Momentum dalam Bahasa Indonesia dengan judul "Berpola Pikir Rohani". Saya sangat merekomendasikan buku ini untuk menjadi bacaan dan perenungan setiap orang Kristen yang sungguh-sungguh ingin hidup memuliakan Tuhan. Sekali anda baca, anda akan ingin terus membacanya sampai habis. Berikut ini saya hanya cuplikan 3 artikel/bab dari 'Bagian Dua -- Mengusahakan Pertumbuhan Pola Pikir Rohani'. Kiranya melalui 3 bacaan/bab kecil ini anda dapat dirangsang untuk semakin memikirkan hidup dan pola pikir rohani kita masing-masing. To God be the glory! In Christ,
Edisi:
029/V/2002
Isi:
Cara Allah Mendorong Kita Memiliki Pola Pikir Rohani (Bab 11) Suatu pola pikir rohani tumbuh serta terdiri dari kesukaan akan hal-hal rohani: apa yang kita cintai, itulah yang akan menawan diri kita. Pertandingan akbar antara surga dan neraka dimaksudkan untuk melihat yang mana di antara keduanya yang paling kita cintai. Orang yang memiliki cinta kita akan memiliki seluruh diri kita. Cinta membuat kita memberikan seluruh diri kita, seperti yang belum pernah terjadi sebelumnya. Cinta bagaikan kemudi kapal -- ke mana kemudi itu mengarah, ke sanalah kapal tersebut akan menuju. Tidak mengherankan bila dunia berusaha mendapatkan cinta kita. Dunia harus mencoba untuk menarik minat kita sekarang, selagi ada waktu, karena dunia ditakdirkan untuk berakhir nantinya. Tetapi yang mengejutkan adalah, bila ternyata Allah pun berusaha mendapatkan cinta kita (Amsal 23:26). Karena itulah, saya ingin menasihatkan agar Saudara memikirkan hal-hal yang dapat menolong mengalihkan cinta Saudara dari dunia ini, serta mengarahkannya kepada Allah. Mengabaikan ajaran Allah yang telah dinyatakan melalui pemeliharaan-Nya atas dunia, berarti juga menghina hikmat-Nya. Allah telah menyatakan dengan jelas bahwa dibandingkan dengan hal-hal rohani, hal-hal duniawi adalah sia-sia. Sebelum kejatuhan manusia dalam dosa, Allah pernah menyatakan bahwa dunia ini amat baik adanya. Akan tetapi, setelah peristiwa kejatuhan tersebut, dunia kemudian berada di bawah kutuk. Alkitab menasihati orang Kristen untuk tidak mengasihi dunia ini (1 Yohanes 2:15-17). Melalui banyak hal yang telah dilakukan-Nya, Allah telah menyatakan dengan jelas bahwa dunia ini tidak layak mendapatkan cinta kita.
Contohnya, hakikat sejati dunia ini telah dinyatakan melalui reaksi manusia yang hidup di dalamnya terhadap Kristus, selama Ia ada di tengah-tengah mereka. Ia hidup dengan benar dan tak bercacat, tetapi dunia menolak-Nya. Penolakan Kristus oleh manusia di dunia semata-mata menunjukkan kebobrokan penilaian mereka sendiri. Mungkinkah orang percaya mencintai nilai-nilai serta pendapat dari orang-orang yang telah menyalibkan Tuhan mereka? Kemudian, Allah kembali menunjukkan hakikat dunia yang sudah berdosa ini melalui cara nenek moyang mereka memperlakukan para rasul. Apakah dengan para rasul berusaha menegakkan kemuliaan kerajaan Allah di dunia ini, maka kemudian dunia menerima mereka dengan penuh sukacita? Ternyata sebaliknya, mereka justru harus hidup dan mati di dalam kemuskinan dan aniaya (1 Korintus 4:11-13). Kita juga dapat melihat bagaimana Allah mengutuk dunia berdosa ini, melalui kenyataan bahwa Ia seringkali melimpahkan kekayaan dan kekuasaan justru kepada orang-orang tak beriman. Tak akan ada yang menganggap berharga, benda-benda yang telah dlemparkan orang bijak kepada kawanan babi tersebut! Sebagian dari orang-orang yang paling kaya dan paling berkuasa di dunia ini adalah mereka yang tak beriman dan tak mengenal Tuhan. Tidakkah ini menyatakan kutukan Allah? Jika itu memang berharga, tidakkah Allah akan memberikan kepada mereka yang dikasihi-Nya? Memang ada cara yang tepat dalam menggunakan hal-hal tersebut dan banyak masalah yang akan timbul bila manusia tidak mengetahuinya. Menurut saya, hanya mereka yang berpola pikir rohanilah yang dapat memiliki hikmat untuk menemukan cara tersebut. Orang-orang yang berpola pikir rohani akan mengerti bahaya dari itu. Mereka tidak akan memusingkan cara memperoleh semua itu, karena mereka menyadari bahwa kenikmatan hidup bukanlah diberikan untuk menjadi milik mereka, melainkan sekadar dipinjamkan kepada mereka agar dapat digunakan secara benar. Sikap orang percaya terhadap hal-hal duniawi merupakan petunjuk yang akurat bagi kondisi kerohaniannya. Seseorang tidak mungkin dapat melepaskan diri dari hal-hal duniawi, kecuali hatinya melekat pada hal-hal rohani! Untuk dapat tidak memikirkan sesuatu hal, seseorang harus berusaha untuk lebih memikirkan hal-hal lainnya. Kecintaan kita terhadap hal-hal duniawi benar-benar perlu ditertibkan. Bagaimana mungkin kita mencintai hal-hal yang dikutuk Allah? Kecintaan kita akan hal-hal duniawi tidak akan hilang dengan sendirinya. Kita perlu berjuang untuk menolak kuasanya atas diri kita. Seluruh hidup kita hendaknya dikendalikan oleh Firman Allah saja (1 Yohanes 2:5). Orang Kristen mungkin saja terlihat sangat bersemangat, tetapi bila mereka juga mencintai dunia ini, fakta inilah yang menjadi ukuran kerohanian mereka yang sesungguhnya, bukan semangat mereka tersebut. Jadi, bagaimana kita dapat mengetahui kalau kita telah sungguh-sungguh mencintai hal-hal rohani? Inilah topik pembahasan kita untuk bab berikutnya. Cinta Sejati Akan Hal-Hal Rohani (Bab 12) Tanpa adanya perasaan cinta dan sukacita atas hal-hal rohani, kita tidak akan dapat memiliki pola pikir rohani! Bagaimana kita tahu bahwa itu adalah cinta sejati? Apakah yang dimaksud dengan cinta rohaniah? Dalam beberapa bab berikut ini saya akan mencoba menguraikannya, menunjukkan ciri-cirinya sekaligus cara-cara meningkatkannya. Hal utama yang harus kita ingat adalah: tidak akan ada cinta sejati atas hal-hal rohani dalam diri manusia, kecuali bila terjadi pembaruan rohani atau kelahiran baru dalam hidup mereka, sebagai karya dari anugerah Allah dan kuasa Ilahi-Nya! Kita hendaknya mulai dengan pernyataan tersebut, karena semua aktivitas alamiah jiwa kita memang telah dicemari oleh dosa (Titus 3:3). Karena ini bukan tempat yang tepat untuk mendiskusikan masalah tersebut secara terperinci, maka saya hanya akan memberikan sedikit komentar singkat. Fakta pencemaran jiwa kita oleh dosa telah dipahami oleh semua orang, termasuk oleh mereka yang tidak mempelajari Alkitab sekalipun. Sudah menjadi rahasia umum bahwa di dalam diri kita senantiasa terdapat kesiapan untuk melakukan kesalahan. (Dan bila hanya dengan pemahaman akal manusia semata, kecemaran ini telah dapat menjadi nyata, betapa berdosanya mereka yang mengabaikan dan menolaknya justru setelah memperoleh pengajaran Alkitab tentang hal ini!) Kesiapan untuk melakukan kesalahan yang merupakan kecenderungan alamiah setiap kita, terjadi bukan hanya pada satu macam dosa tertentu. Sebaliknya, kesiapan tersebut nampak dalam berbagai bidang kehidupan secara menyeluruh! Itulah sebabnya, tak satu pun dosa dapat ditanggalkan tanpa adanya pembaruan pada hakikat keberdosaan seseorang. Kalaupun orang tersebut telah berhenti melakukan suatu jenis dosa tertentu, dosa-dosa lainnya akan segera bermunculan oleh adanya hakikat keberdosaan di dalam dirinya. Adanya hakikat berdosa dalam diri kita akan membuat kita memiliki kemungkinan melakukan dosa apa pun! Kita akan melakukan apa saja yang kita inginkan (Kolose 3:5-7). Bahkan meskipun akal kita telah memberitahukan kita bahwa menuruti naluri berdosa merupakan suatu kebodohan, tetapi kuasa naluri berdosa tersebut sedemikian kuat, hingga kita tetap melakukannya. Bukti paling sederhana dari hakikatnya keberdosaan kita adalah: pertama, adanya kebencian terhadap Allah dan hal-hal rohaniah; dan kedua, adanya kecintaan akan dunia ini yang membuat kita sibuk mengejar keuntungan duniawi, bagaikan sekawanan lebah yang mengitari sebuah stoples madu. Saya harus mengingatkan Saudara bahwa ada kemungkinan bagi seseorang untuk mengalami suatu pembaruan dalam hidupnya, yang meskipun cukup penting tetapi tidak dapat menghasilkan suatu pola pikir rohani. Ini jelas bukan merupakan pembaruan khusus Allah. Adakalanya seseorang untuk sementara waktu dapat dipengaruhi oleh pemberitahuan firman dari Alkitab (Matius 13:20-21). Kadang, seseorang juga dapat berubah oleh pendekatan suatu konsep filsafat, suatu pengalaman mengerikan, atau pun oleh pendidikan serta suatu tanggung jawab yang baru (1 Samuel 10:9). Akan tetapi, pembaruan semacam itu tidak akan menghasilkan suatu pola pikir rohani, karena hanya mengubahkan arah keinginannya dari duniawi menjadi surgawi. Mencintai hal-hal terindah di dunia ini mungkin dapat membangun, tetapi tetap saja tidak ada keterlibatan konsep keagungan rohaniah di dalam hal-hal tersebut. Aroma darah akan segera membuat seekor hewan jinak menjadi liar kembali. Kadang kala, orang-orang tidak beriman mempermalukan kita yang mengaku sebagai orang percaya, dengan cara hidup mereka yang demikian sabar, baik, dan bermanfaat bagi orang lain. Akan tetapi, hanya pembaruan yang dikaryakan oleh Roh Kudus di dalam diri seseoranglah, yang dapat mengubahkan inti dari hakikat kemanusiaannya dan dengan demikian, menjadikannya orang saleh sejati (Efesus 4:23). Sukacita Sejati Dalam Penyembahan (Bab 15) Orang-orang yang memiliki pola pikir rohani menemukan sukacita sejati dalam semua aspek penyembahan, sehingga mereka tidak ingin kehilangan kesempatan semacam itu. Karena itu pula terdapat begitu banyak martir -- mereka ini memilih untuk mati daripada harus berhenti melakukan penyembahan. Daud seringkali menyatakan kerinduannya untuk dapat memiliki pengalaman penyembahan seperti yang dinikmati oleh orang- orang dengan pola pikir rohani, justru ketika kesempatan tidak memungkinkan baginya (Mazmur 42:1-4; 63:1-5; 84:1-4). Selain itu, kesukaan Yesus Kristus akan kegiatan penyembahan tidak perlu diragukan lagi (Yohanes 2:17). Bagaimanakah cara orang-orang saleh tersebut mendapatkan sukacita dari keterlibatan mereka dalam melakukan penyembahan? Apakah bedanya dengan pengalaman mereka yang tak beriman dalam memperoleh manfaat penyembahan? Saya akan menyatakan beberapa hal yang akan mengungkapkan perbedaan penting di antara keduanya. Pertama, mereka yang mengalami pembaruan rohani dalam hidupnya, akan dapat bersukacita dalam penyembahan karena mereka menemukan bahwa iman, kasih, dan sukacita mereka di dalam Allah dibangkitkan melaluinya. Mereka tidak sekedar menampilkan formalitas, suatu tingkah-laku agama yang pada dirinya sendiri tidak bernilai sama sekali di hadapan Allah (Yesaya 1:11; Yeremia 7:22-23). Jika Allah memerintahkan kita melakukan suatu perbuatan, seringkali itu bukan demi perbuatan itu sendiri,tetapi demi menumbuhkan kasih, iman, sukacita, dan hormat kita kepada Allah. Inilah yang dialami oleh orang yang sungguh-sungguh berpola pikir rohani. Bagi mereka penyembuhan merupakan cara menumbuhkan kasih kita kepada Allah! Mereka yang tidak pernah mengalami pembaruan rohani yang sesungguhnya, tidak akan dapat melakukan yang lain kecuali menampilkan formalitas. Yang menyedikan, sementara orang-orang tersebut mengira telah menyenangkan Allah, hal ini ternyata justru merupakan suatu penghinaan bagi Allah yang memang membenci formalitas kosong. Dan, yang menjadi masalah adalah, tidak ada lagi hal yang dapat dilakukan oleh orang semacam itu. Ketidakpercayaan mereka yang sedemikian kuat telah menunjukkan tidak adanya hal lain dalam penyembahan mereka kecuali formalitas (Yesaya 29:13-14). Untuk menghindari terjadinya formalitas penyembahan kosong semacam inilah, orang beriman sejati mempersiapkan diri agar dapat memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari kesempatan-kesempatan seperti ini. Mereka tahu bahwa iman merupakan satu-satunya jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah; kasih merupakan satu-satunya jalan bagi ketaatan total kepada-Nya; hormat dan sukacita merupakan satu-satunya jalan untuk hidup berkenan kepada-Nya. Mereka yang akan memperoleh manfaat dari suatu penyembahan adalah mereka yang berusaha melakukan penyembahan dengan segenap jiwa! Melakukan penyembahan tanpa memahami alasan ataupun caranya, bukan hanya akan membuat seseorang gagal memperoleh manfaatnya, tetapi juga membuatnya semakin jauh dari Allah. Saya tidak pernah menemukan orang percaya yang menolak untuk terlibat dalam penyembahan bersama, tetapi dapat memiliki kehidupan rohani yang sejahtera. Karena itulah, kita sebaiknya lebih memikirkan hakikat dari penyembahan semata-mata demi memeliharakan iman dan kasih kita. Akan tetapi, hal itu bukan terjadi dengan sendirinya! Kita perlu mempersiapkan diri sebelum melakukan penyembahan. Selain itu, kita hendaknya menyembah dengan segenap hati dan pikiran kita (Pengkhotbah 4:17-5:1). Hal ini diperlukan karena kita dapat dengan begitu mudah mengalahkan perhatian dan minat kita kepada hal-hal lahiriah, lebih daripada kepada kuasa dan makna yang sejati. Selanjutnya, kita juga harus dapat memastikan bahwa acara penyembahan tersebut hanya berisikan hal-hal yang diperintahkan oleh firman Allah sendiri. Berbagai kesukaan yang diperoleh melalui suatu aktivitas rohani, tetapi yang sebenarnya tidak dituntut dari diri kita bukanlah timbul dari iman, melainkan dari keinginan manusia semata! Saya yakin terdapat lebih banyak kesukaan dalam diri seorang pemimpin pelayanan penyembahan dibandingkan dengan mereka yang lain. Ini bukan karena masalah perbedaan metode ataupun pendidikan, melainkan lebih disebabkan oleh perbedaan kesesuaian dengan kebutuhan kita masing- masing akan karunia rohani. Akan tetapi, adanya perbedaan pengaruh penyembahan yang terjadi atas diri kita dari waktu ke waktu, tidak akan mengubahkan fakta bahwa kesukaan dari penyembahan sejati terletak pada kenyataan bahwa hal tersebut membangkitkan dan memperbarui iman serta kasih mereka yang telah mengalami pembaruan rohani. Bagi sebagian orang lainnya, sukacita mereka dalam penyembahan semata-mata diperoleh melalui penghargaan mereka terhadap kehebatan kemampuan manusia semata. Alasan kedua yang membuat mereka yang telah mengalami pembaruan rohani dapat bersukacita dalam penyembahan adalah, karena acara penyembahan itu sendiri (khotbah, doa, puji-pujian, persekutuan, dll.) merupakan jalan menuju pengalaman kehadiran Allah bagi mereka. Kita mendekatkan diri kepada Allah dengan harapan dapat menumbuhkan iman dan kasih kita; tetapi ketika harapan tersebut telah terpenuhi, sukacita kita ternyata ikut pula menjadi bertambah-tambah. Melalui penyembahan, orang yang telah lahir baru menerima keyakinan akan kasih Kristus. Inilah karya Roh Kudus (Roma 5:5) melalui penyembahan. Melalui penyembahan pula, orang yang telah lahir baru mendengar ketukan Sang Kristus pada pintu hatinya (Yohanes 14:23; Wahyu 3:20). Penyembahan bagaikan sebuah taman di mana Kristus menjumpai mereka yang dikasihi-Nya (Kidung Agung 7:21). Kenangan terhadap saat-saat di mana jiwa kita merasakan pengalaman kehadiran Kristus akan meningkatkan sukacita kita saat mengalami peristiwa-peristiwa berikutnya. Melakukan penyembahan dengan pikiran yang sedang dipenuhi oleh pemikiran akan hal lain, atau tidak dengan diisi oleh pemikiran yang seharusnya, akan menimbulkan sikap suam-suam kuku, dingin, dan tidak peduli. Kita hendaknya segera mengenali tanda keberadaan proses pembusukan yang sedang terjadi dalam hati kita ini. Alasan ketiga bagi mereka yang telah lahir baru untuk bersukacita dalam penyembahan adalah karena mereka mengetahui bahwa penyembahan merupakan cara untuk mempermuliakan Allah, yang memang adalah tujuan utama penyembahan. Yesus telah menyatakan hal ini dengan sangat jelas melalui doa yang dia ajarkan kepada murid-murid-Nya (Matius 6:9-13). Doa tersebut penuh dengan ungkapan kerinduan akan pernyataan kemuliaan Allah di dunia. Keselamatan maupun kesejahteraan rohani kita sebagai orang percaya tergantung pada realisasi doa tersebut. Kasih kita kepada Allah identik dengan motivasi kita dalam merindukan penyataan kemuliaa-Nya. Karena itulah, orang percaya senantiasa bersukacita untuk melakukan apa saja yang dapat menyatakan kemuliaan-Nya. Barangsiapa tidak memiliki kerinduan seperti ini ketika melakukan penyembahan, tidak akan memperoleh sukacita sejati di dalamnya, kecuali sekadar perasaan senang yang bersumber dari anggapan pribadi mereka bahwa penyembahan tersebut mempermuliakan diri mereka sendiri di hadapan Allah -- yang seperti kita lihat, ternyata tidak demikian.
Sumber:
Bahkan Para Pendeta pun Membutuhkan Teman
Editorial:
Dear e-Reformed netters, Pertama-tama, maaf saya agak terlambat mengirimkan artikel bulan April. Juga saya ingin mengucapka Artikel yang saya kirimkan kali ini bukan berupa uraian teologia yang berat, tapi hal yang sangat Di lain pihak saya melihat banyak jemaat yang ingin sekali berteman dengan pendetanya untuk ngobro Nah, mudah-mudahan artikel ini dapat menolong baik pendeta maupun jemaat untuk saling mengenal keb Selamat berteman! In His love,
Edisi:
028/IV/2002
Isi:
Selama beberapa tahun yang lewat ini saya sering mendengar banyak alasan mengapa para pendeta harus menghindari segala bentuk ikatan persahabatan. Beberapa orang mengatakan bahwa teman-teman itu mungkin menyenangkan, tetapi waktu dan tenaga yang dibutuhkan dalam pelayanan sama sekali tidak memungkinkan menikmati kesenangan diri semacam itu. Banyak orang beranggapan bahwa persahabatan di dalam jemaat tentu akan melanggar batas, dan pendeta yang menikmati permainan golf dengan jemaat akan menimbulkan persoalan. Meskipun belakangan ini sikap demikian telah agak berubah, tetapi bagi pendeta maupun jemaat tetap saja akan menghadapi kesulitan melihat pendeta yang terlibat dalam persahabatan yang begitu manusiawi. Banyak jemaat telah terbiasa dengan anggapan bahwa pendeta itu seharusnya hanya berdiri tegak di atas mimbar yang tinggi, dan banyak pendeta memang menyukai pemandangan dari atas mimbar itu. Mereka merasa enggan untuk turun dari tempat itu dan kemudian menjalin hubungan yang mudah mendatangkan kecaman serta terlalu akrab. Seandainya persahabatan itu terjalin dengan seorang anggota gereja, maka jemaat lainnya akan mulai mencurigai. Tuduhan atas sikap pilih kasih dan pengaruh yang tidak semestinya akan mulai dibisik-bisikkan di gereja. Sesungguhnya, tidak semua alasan ini dengan mudah dapat kita abaikan. Melangsungkan persahabatan memang menuntut "waktu dan tenaga" yang amat banyak (kedua unsur tersebut seringkali tidak dimiliki pendeta). Dan tentunya, beberapa tuduhan mengenai sikap pilih kasih dan pengaruh yang dimiliki itu memang ada dasarnya. Kadang-kadang, para pendeta menyatakan pandangan yang tidak benar dan pendapat yang tidak begitu jelas karena menaruh kesetiaan yang tidak semestinya kepada satu atau dua anggota jemaat. Meskipun mungkin kita tak ingin mengakuinya, tetapi tidak ada peran, jubah, atau pun gelar kependetaan yang dapat menyembunyikan kenyataan bahwa kita adalah manusia. Manusia memerlukan teman -- termasuk manusia yang kebetulan saja menjadi pendeta. Ada banyak contoh dalam Alkitab yang menopang pendapat ini. Dari Raja Daud sampai Yesus hingga Rasul Paulus. Orang-orang bijak itu senantiasa mengetahui bahwa tidaklah bijaksana untuk menempuh jalan kehidupan tanpa keceriaan, kesenangan, serta dorongan-dorongan semangat dari para sahabat. Di luar contoh yang ada dalam Alkitab tadi, ada tiga alasan terbaik yang dapat saya kemukakan untuk membina persahabatan. Orang-orang tersebut adalah: Dick, Jim, dan Gary. Rekan Sekerja Dick adalah pendeta pembantu di gereja Lutheran yang terbesar di Northfield. Sedangkan saya adalah seorang pendeta Baptis di Northfield, Minnesota. Saya dilahirkan dan dibesarkan di Ohio bagian selatan, serta mengikuti kuliah di Columbia, Carolina Selatan. Saya lulus dari sebuah seminari Baptis. Selama waktu itu saya telah menghirup udara Baptis. Tiba-tiba, beberapa tahun yang lalu, saya menemukan diri saya berada dalam lingkungan benteng kaum Lutheran asal Norwegia -- ada lima buah jemaat Lutheran di kota yang berpenduduk dua belas ribu orang. Belum lagi Universitas Saint Olaf, sebuah sekolah Gereja Lutheran Amerika yang menguasai topografi dan teologi di Northfield. Saya harus mempelajari kota Northfield. Saya mulai bertemu dengan sebuah kelompok studi untuk para pendeta yang terdiri dari lima orang Lutheran dan satu orang Baptis (tebak saja siapa?). Di situlah saya bertemu dengan Dick. Melalui sedikit usaha pendekatan -- undangan untuk makan siang, kunjungan-kunjungan secara mendadak ke kantornya -- suatu persahabatan mulai berkembang. Sungguh, hubungan ini merupakan suatu anugerah Allah. Pertama-tama, Dick telah menjadi penerjemah saya dalam ajaran Lutheran. Ia tidak secara formal mendaftarkan saya di kelas katekesasinya, tetapi ia toh mengajarkan sesuatu kepada saya. Selama pembicaraan yang kami adakan, saya telah mendapatkan pandangan yang berarti tentang mengapa orang-orang ini percaya dan bertindak sebagaimana yang mereka lakukan. Tak akan pernah saya lupakan kata seru "Aha!" ketika kami sedang mendiskusikan (berdebat?) tentang masalah baptisan. Tiba-tiba saja, saya mulai mengerti mengapa kami selalu berselisih pendapat tanpa ada ujung pangkalnya, sedangkan kami toh memakai kata-kata yang sama juga dan membuka ayat-ayat yang sama di dalam Alkitab. Ternyata, titik pandang Dick adalah pada aktivitas Allah dalam pembaptisan, sedangkan pandangan saya tertuju pada tanggapan orang percaya yang dibaptiskan. Secara mendadak pula saya menjadi mengerti tentang dasar pemikirannya mengenai baptisan bayi. (Tentunya, kami belum juga sepaham tentang hal itu, tetapi sekarang saya menjadi lebih mengerti mengapa ia berkepercayaan sedemikian aneh itu!) Lebih jauh, di samping peranannya sebagai penerjemah, Dick telah menjadi pendorong bagi pertumbuhan pribadi serta perkembangan pekerjaanku. Kami berdua sama-sama gemar membaca buku, tetapi mempunyai selera yang berbeda-beda. Kegemarannya ialah membaca sejarah, sedangkan saya fiksi. Sambil minum-minum kopi, kami akan bertukar pikiran tentang buku-buku, pengarang-pengarang, tema-tema menarik, pandang-pandangan, serta ilustrasi khotbah yang baik. Saya masih belum bergabung dengan Kelompok Kelompok Pencinta Buku Sejarah (Dick berharap saya bergabung supaya dia bisa mendapat tiga buah buku gratis sebagai hadiah karena membawa seorang anggota baru), tetapi saya telah memperluas selera bacaan saya lebih daripada buku-buku novel. Sama juga, Dick sudah mulai gemar membaca buku-buku Chaim Potok, Saul Bellow dan Frederick Buechner. Bersama-sama kami bergumul dengan buku Kierkegaard, Claus Westermann, dan Rabbi Harold Kushner. Ia merasa tertantang karena saya sering membuat khotbah-khotbah eksegesis berdasarkan teks Yunani yang saya kuasai. Saya menjadi kagum ketika saya mengetahui bahwa ia sedang membaca beberapa ayat dari Kitab Perjanjian Lama dalam bahasa Ibrani setiap malam sebelum beristirahat. 'Besi menajamkan besi' kata Kitab Amsal, dan otak saya kian menjadi tajam setelah diasah oleh sahabat saya ini. Keluarga kami pun telah memperoleh manfaatnya dari hubungan persahabatan kami ini. Anak-anak kami kira-kira berusia sebaya dan isteri kami masing-masing bekerja sebagai jururawat di rumah sakit setempat. Kami merayakan hari-hari ulang tahun bersama-sama, saling mengundang untuk makan malam pada acara Pengucapan Syukur, dan sama-sama merasa kecapaian pada sore hari Paskah setelah memimpin kebaktian secara terus-menerus sepanjang pagi harinya. Hubungan kami telah menambahkan suatu dimensi tertentu tentang kesehatan dan kemantapan dalam kehidupan kami sehingga kami pun dapat menyampaikan cerita-cerita yang indah kepada orang-orang lain yang bisa mengerti tentang kegembiraan serta trauma yang dialami oleh seorang pendeta dan keluarganya. Sang Penasihat Jim, adalah seorang teman saya yang lain. Dan, akan lebih tepat jika saya memperkenalkan dia sebagai Dr. James Mason, sebab dia adalah salah seorang guru besar kesayangan saya selama berada di seminari. Maka, kini di samping menjadi sahabat saya, Jim tetap menjadi penasihat saya dalam pelayanan. Dalam kitab Perjanjian Baru, menasihati itu merupakan suatu pola yang kuat sekali untuk mengembangkan pendeta-pendeta muda. Yesus memberikan nasihat kepada kedua belas murid-Nya, Barnabas membawa Paulus dan Markus, dan pada gilirannya Paulus pun menasihati Timotius dan Titus. Adalah sulit untuk membaca Kitab Injil atau pun Surat-Surat Penggembalaan tanpa merasakan adanya kehangatan persahabatan yang berkembang dan menghasilkan hubungan untuk menasihati ini. Persahabatan saya dengan Jim telah dimulai sejak tahun terakhir saya di seminari dan sampai sekarang hubungan ini masih terpelihara dengan baiknya. Saya bekerja sebagai asisten dosen dan perkenalan ini bertumbuh di luar ruang kelas. Setelah berjalan melewati beberapa waktu yang penuh kesulitan bersama-sama, hubungan kami mulai bertumbuh. Ketika saya lulus, saya tidak menginginkan persahabatan itu hanya tinggal sebagai suatu kenangan indah. Jim pun berpikiran sama seperti saya. Untuk memelihara ikatan kami itu diperlukan suatu tekad serta kesediaan untuk menanggung biayanya. Northfield berada dalam jarak kira-kira satu jam perjalanan dengan mobil dari Seminari Bethel dan pembicaraan lewat telepon adalah interlokal, tetapi biayanya masih bisa terjangkau. Di samping kesukaan dalam saling membagikan pengalaman kehidupan dan iman serta pelayanan dengan Jim, saya telah memperoleh manfaat lain-lainnya. Dia mengenal saya. Saya berada di dalam kelasnya. Dia mengetahui jalan pikiran, prasangka-prasangka, harga diri, serta kelebihan dan kekurangan saya. Selanjutnya, setelah dia berkhotbah di gereja saya dan mengadakan percakapan dengan jemaat, maka dia mengetahui tentang hubungan saya dengan jemaat. Dia juga mengetahui hubungan-hubungan yang lebih luas tentang keadaan jemaat serta tradisi teologis dalam gereja yang saya layani. Waktu yang diluangkan untuk saling membagi cerita ini tak dapat dinilai dengan harta. Kapan saja saya menelepon dia untuk mendapatkan nasihatnya, maka dia langsung dapat menempatkan diri dalam situasi/keadaan saya. Jika saya menghadapi kesulitan dengan khotbah saya, dia segera dapat mengatasinya. Jika saya menghadapi konflik/bentrokan dengan jemaat saya, dia memberikan suatu jalan keluar dan menolong saya untuk bisa melihat persoalan itu dengan lebih jelas. Saya tak dapat memastikan seberapa jauh persahabatan ini telah membuahkan kepuasan dan keberhasilan dalam pelayanan saya. Banyak lubang perangkap telah dapat saya hindari, berbagai masalah pelik dapat diatasi dengan baik, lebih dari satu kali khotbah menjadi tersusun lebih baik -- semua ini dilakukan dengan bantuan penasihat dan sahabat saya. Jika saya merasa bergairah oleh suatu kesempatan yang baru, maka saya dapat meniupkan balon percobaan saya untuk memperoleh penilaian menurut pandangannya. Atau jika saya sedang mengalami kekecewaan, saya langsung dapat menumpahkan seluruh perasaan saya itu dihadapannya. Seperti yang dia katakan kepada saya pada satu hari Senin setelah melampaui hari Minggu yang suram, "Jangan khawatir soal itu. Tujuanmu yang terutama dalam beberapa minggu ini ialah hanya menyelesaikan masalah itu." Saya yakin bahwa penasihat-penasihat yang mempunyai kemampuan seperti Jim sudah disediakan untuk setiap pendeta muda. Seluruh mantan mahaguru, pendeta yang telah berpengalaman, serta pendeta eksekutif yang melayani di wilayah sekitar merupakan penasihat-penasihat yang amat potensial. Persahabatan seperti ini jarang terjadi secara kebetulan saja. Di sini diperlukan sekali adanya maksud baik dan kesediaan untuk memberikan waktu dan pengorbanan uang. Akan tetapi, untuk kedua belah pihak, penasihat maupun pendeta baru, kesukaan dalam kegiatan itu akan berlipat ganda apabila disampaikan kepada orang lain juga. Orang Awam Kelihatannya, persahabatan saya dengan Gary adalah yang paling mengandung risiko, tetapi sekaligus juga paling bermanfaat dari semua persahabatan yang saya alami. Gary adalah seorang awam yang kebetulan menjadi anggota dari gereja yang saya layani. Namun, faedahnya bagi diri saya (dan untuk jemaat) jauh lebih besar daripada risiko yang saya hadapi. Sederhana saja, Gary menghargai kejujuran saya di dalam kehidupan kekristenan saya. Godaan yang paling besar bagi diri saya di dalam pelayanan adalah kecenderungan untuk menjadi seorang "Kristen yang profesional." Hal itu merupakan jebakan yang mudah. Saya dapat memberikan konseling dengan sebaik-baiknya, mengajarkan apa yang difirmankan oleh Alkitab, menyerukan keterikatan kepada jemaat supaya taat dan setia, kemudian pulang dengan anggapan bahwa saya sudah menjalan tugas kehidupan Kristen -- seolah-olah hidup saya bersama Tuhan hanya untuk menjalankan tugas penggembalaan atau melaksanakan tanggung jawab secara profesional saja. Gary tidak akan membiarkan saya bersikap demikian. Dia memiliki suatu kedudukan yang khusus untuk bisa meminta pertanggungjawaban saya. Sebagai anggota yang aktif di dalam jemaat, dia mengetahui apa yang terjadi dalam kebaktian-kebaktian dan di pertemuan-pertemuan urusan gereja. Dia memperhatikan apa yang saya sampaikan dari atas mimbar dengan teliti, dan apa yang saya ajarkan di dalam ruang kelas. Dia juga mengetahui tentang semua keberhasilan maupun kegagalan saya dalam melaksanakan program gereja yang beraneka ragam. Dia mempunyai tempat dalam persahabatan kami untuk menantang diri saya menjadi apa yang saya percayai dan mempraktikkan apa yang saya sampaikan. Dia tidak terperanjat apabila saya berkhotbah tentang sesuatu hal yang tak dapat saya lakukan. Hal apakah yang tak dapat dikhotbahkan oleh pendeta? Akan tetapi, pada saat-saat senda gurau di antara kami berdua atau pada jam-jam doa mingguan, dia mendorong saya supaya menerapkan khotbah-khotbah saya untuk diri saya sendiri. Dia menantang "saya pribadi" untuk berbuat hal yang sama dengan "saya secara umum" atau jemaat. Di samping memberikan dorongan secara langsung itu sesungguhnya kejujuran dalam kehidupannya merupakan motivasi yang sangat menekan kehidupan saya sendiri. Sebagai seorang pelatih bola basket di kampus, dia adalah salah seorang pekerja paling keras yang pernah saya jumpai. Meskipun demikian, persekutuan pribadinya dengan Tuhan, pelayanannya sebgai pemimpin kaum muda, serta keterlibatannya dalam proyek-proyek penjangkauan keluar gereja selalu diutamakan. Dia adalah seorang Kristen yang penuh semangat, bukan seorang Kristen yang profesional. Dia menjadi "suatu peringatan" yang terus-menerus bagi diri saya untuk bersikap sama seperti dia. Tempat Untuk Mendapatkan Seorang Sahabat Dalam menyatakan persahabatan yang saya alami, saya telah menyaring beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat mencari seorang sahabat. Patokan awal adalah pada diri Anda sendiri. Pepatah lama yang mengatakan "Mempunyai seorang sahabat, berarti harus bersatu" itu memang benar. Kebanyakan persahabatan tidak terjadi begitu saja; itu adalah hasil dari kehendak/keinginan dan rasa keterikatan. Untuk memperoleh faedah jangka panjang dalam persahabatan sangat memerlukan pengorbanan waktu dan tenaga. Hal ini tidak terjadi pada saya dengan sendirinya. Menyatakan 'ya' terhadap persahabatan biasanya berarti mengatakan 'tidak' terhadap hal-hal yang lain. Kepribadian Corak-A yang ada dalam diri saya, pada tahun-tahun awal saya, tidak banyak memberi kesempatan untuk mencari persahabatan yang sesungguhnya. Namun, selama berada di seminari, seorang teman sekelas dan Tuhan telah membuat banyak perubahan di dalam diri saya. Steve dan saya bisa saling merasakan hubungan persahabatan yang indah, baik di dalam maupun di luar kelas, tetapi barangkali hubungan itu tidak akan berkelanjutan lebih jauh jika saja Steve tidak mempunyai kemauan yang keras. Upaya yang bertumbuh ini mencapai puncaknya ketika dia mengajak saya untuk mengikutinya bersama dua rekan sekelas lainnya menikmati masa liburan ke Minnesota bagian utara untuk memancing ikan. Sebelumnya saya tak pernah pergi memancing, dan ketika saya diberitahu bahwa kami akan berangkat sesaat setelah lewat tengah malam sehingga kami bisa tiba di danau itu sebelum fajar merekah, aku mulai berpikir seribu kali tentang petualangan itu. Akan tetapi toh, saya pergi juga. Kesukaan dalam menyaksikan matahari terbit di Minnesota, pemandangan yang baru pertama kali saya lihat, persahabatan dengan mereka -- semua pengalaman itu telah meyakinkan saya bahwa korban jam tidur yang tak seberapa itu adalah harga murah yang dibayarkan untuk mendapatkan kebijaksanaan yang besar dalam menumbuhkan persahabatan. Ciri yang paling penting yang perlu dimiliki seorang sahabat adalah membiarkan Anda tetap bersikap/berlaku sebagai Anda. Tanpa hal ini, persahabatan yang sesungguhnya tak mungkin bisa terjadi. Hal tersebut tampaknya cukup mendasar, tetapi khususnya para pendeta mengalami bahwa karakteristik atau sifat itu sulit sekali untuk ditemukan. Seorang pendeta harus bersedia untuk "ditanggalkan baju kependetanya", di dalam persahabatan itu. Dan, sahabat itu pun harus bersedia menerima diri Anda tanpa jubah atau gelar kependetaan Anda. Persahabatan terjadi di antara dua orang, bukan hanya dari satu orang saja. Ketika saya tiba di Emmaus, keinginan saya adalah untuk menjadi orang yang sesuai dengan keberadaan saya sebenarnya, dan dalam arti yang lebih dalam menjadi seorang sahabat bagi segenap jemaat. Saya pun segera mengetahui bahwa betapa mustahil hal itu dapat terjadi. Namun di gereja-gereja kecil terdapat begitu banyak anggota jemaat yang dapat menikmati indahnya hubungan persahabatan yang erat dengan setiap orang lainnya. Lebih jauh, tidak semua orang menginginkan diri saya sebagai sahabat mereka (hal ini sungguh amat mengejutkan saya!) Beberapa orang jemaat lebih menyukai melihat diri saya sebagai pendeta mereka saja, bukan sebagai seorang sahabat. Saya harus bisa menerima kenyataan ini. Akan tetapi, kenyataan ini justru membuat lebih penting untuk mempererat persahabatan akan memungkinkan saya menjadi diri saya sendiri. Jika saya ingin memandang tugas kependetaan saya sebagai sarana untuk pelayanan bukannya baju jabatan biasa saja, maka saya harus dapat melepaskannya sewaktu-waktu -- untuk menjadi Rick, bukan Pendeta. Teman-teman saya membiarkan saya berbuat demikian. Teman-teman seperti itu tidaklah mudah ditemukan. Akan tetapi, saya telah mengetahui bahwa mereka memperbarui diri saya sebagai pribadi di hadapan Allah, sehingga peranan saya sebagai pendeta di bawah kuasa Allah semakin dipompa dan diteguhkan dengan rasa kemanusiaan yang sesungguhnya. Persahabatan itu bersifat timbal balik. Agar hal itu bisa terjadi, maka kedua belah pihak harus mendapatkan sesuatu dari hubungan itu. Secara sepintas hal itu tampaknya dingin dan terlalu bersifat ekonomis. Di dalam praktiknya hubungan itu dapat berkembang begitu hangat dan dalamnya. Suatu hubungan persabatan yang secara terus-menerus menguras salah seorang anggotanya, lambat laun pasti akan membosankan. Seorang sahabat yang sejati mempunyai sesuatu untuk diberikan dan pada suatu saat perlu juga menerima sesuatu. Tanpa keseimbangan ini, tak ada hubungan persahabatan yang lestari. Hubungan itu menjadi suatu pelayanan, bukan suatu persahabatan. Saya tidak suka mengakui hal itu, tetapi hal itu memang benar. Dan, saya percaya bahwa sebagian alasan mengapa persahabatan saya dengan Dick, Jim, dan Gary dapat berjalan dengan begitu baik ialah karena kami berada dalam lingkungan yang cukup berbeda sehingga persaingan bukan menjadi pokok persoalan. Kami sungguh-sungguh dapat merasakan kesukaan atas keberhasilan teman-teman kami dan merasa sedih atas kegagalan yang dialami oleh salah seorang di antara kami. Hal ini tak mungkin terjadi apabila terdapat sedikit saja perasaan iri hati di antara kami. Untuk mendapatkan banyak teman berarti harus selalu siap untuk mengutamakan kepentingan orang lain. Teman-teman itu dapat ditemukan dalam diri orang-orang yang paling asing atau aneh. Allah menyukai hal-hal yang tak terduga. Dan, beberapa di antara hal-hal paling tak terduga yang tak dapat dipercaya sebgai teman-teman yang paling kita kasihi. Gary, misalnya, mula-mula sangat anti untuk memasuki gereja kami, karena kami adalah orang Baptis. Ketika dia dan isterinya pindah ke Northfield, saya mengunjungi mereka, setelah mereka mengadakan kunjungan perkenalan kepada kami, kebetulan gereja kami adalah yang terdekat dengan rumah mereka. Hanya sebegitu sajalah yang mungkin dapat mereka lakukan jikalau bukan Allah yang terus-menerus mengarahkan Gary dan Susie untuk bergabung ke gereja kami. Saya masih terheran-heran menyaksikan bahwa suatu kunjungan yang sangat kaku tahu-tahu telah berkembang menjadi salah satu dari hubungan persahabatan saya paling mendalam. Dan, saya yakin bahwa salah satu alasan mengapa Tuhan mengarahkan Gary ke sini ialah agar masing-masing kami dapat memperoleh kekuatan dan dukungan satu sama lain melalui persahabatan kami ini. Untuk menemukan kata yang jelas dari "Pengkhotbah" dalam Kitab Pengkhotbah mungkin akan merupakan masalah yang sulit. Namun, ada dasar yang kuat di dalam kata-kata ini. "Dua lebih baik daripada satu karena mereka memiliki upah yang baik dari kerja keras mereka. Sebab, apabila ada yang jatuh, yang satu dapat mengangkat temannya. Namun, kasihan seseorang yang jatuh, tetapi tidak ada orang kedua yang mengangkatnya." (Pengkhotbah 4:9-10, AYT). Di tengah segala usaha pencarian dan pergumulannya, "sang Pengkhotbah" telah menemukan suatu kebenaran yang tetap menjadi nasihat yang benar bagi para pengkhotbah" yang hidup dalam masa ribuan tahun kemudian: Para pendeta pun membutuhkan teman-teman. Macam persahabatan yang saya anjurkan ini tidak memberi tempat bagi hak untuk menuntut kembali. Sama sekali benar untuk bersikap bersahabat kepada orang-orang yang tak bersahabat dan untuk mendapatkan kembali orang-orang yang dikalahkan oleh perubahan yang terjadi dalam kehidupan. Namun, tipe pelayanan ini hanya memerlukan sumber-sumber yang lebih besar untuk tetap memelihara diri Anda. Demikian pula, Anda tak dapat menempelkan diri Anda pada orang lain seperti lintah yang menghisap seluruh kehidupan orang itu. Jika suatu persabatan ingin bisa tetap lestari, maka persahabatan itu harus bersifat timbal balik. Meskipun kebanyakan di antara kita agaknya tak mau mengakuinya, barangkali kita tak akan mampu untuk mengembangkan suatu persahabatan yang mendalam dengan seseorang yang kita pandang sebagai saingan kita. Saya tahu bahwa seharusnya kita berbakti kepada Yesus Kristus tanpa memikirkan tentang kedudukan, tempat, atau hak istimewa -- dan semua rekan pelayan adalah saudara kita laki-laki dan perempuan, mereka bukan sebagai saingan kita. Saya percaya pada idealisme seperti itu. Namun, seringkali saya tak dapat meyakinkan perasaan-perasaan saya. Saya telah berupaya untuk melanjutkan persahabatan saya dengan teman baik saya di seminari maupun pada saat memancing, Steve. Kami sudah bersama-sama meluangkan waktu yang menyenangkan sejak kami melayani di gereja kami masing-masing, tetapi amatlah sulit dalam mengatasi kecenderungan untuk membanding-bandingkan. Diperlukan suatu upaya yang besar untuk mengatasi kecenderungan untuk membanding-bandingkan. Diperlukan suatu upaya yang besar untuk mengatasi daya saing yang mengarah pada sikap membela diri yang dapat merintangi terciptanya persahabatan yang akrab. Saya belum, dan tidak akan melepaskan keinginan saya untuk bersahabat dengan steve, tetapi rintangan ini harus diatas sebelum kami dapat menikmati ikatan persahabatan yang akrab seperti yang pernah kami alami.
Sumber:
Engkau Tak Lagi Memberi Bunga Padaku
Editorial:
Dear e-Reformed Netters, Dalam rangka hari Valentine, saya menemukan satu artikel yang pendek sekali tapi sangat praktis dan cocok untuk menolong mengingatkan cinta kasih kita pada pasangan kita masing-masing. In His Love,
Edisi:
025/II/2002
Isi:
INTRODUKSI Berbicara tentang cinta, kita sering percaya pada mitos yang mengatakan bahwa kalau cinta kita untuk pasangan (suami atau istri) kita benar-benar "sejati" dan murni maka cinta itu tidak akan pernah pudar tapi akan abadi selamanya. Mitos yang sama beredar di antara orang Kristen yang mengatakan bahwa "perkawinan orang Kristen tidak mungkin berakhir dengan perceraian" dengan dasar dari ayat Matius 19:6 "apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." Ayat ini sering ditafsirkan bahwa tidak mungkin terjadi perceraian di antara orang Kristen, karena Allah yang telah mempersatukannya. Memang ada sebagian kebenaran dari mitos-mitos tsb., tapi tidak benar sepenuhnya. Karena sebagai orang percaya kita tahu bahwa meskipun cinta kita dikatakan "sejati", manusia pada dasarnya adalah berdosa. Keberdosaan manusia ini mudah sekali merusakkan cinta "sejati" itu. Cinta "sejati" pada suami atau istri kita tidak selamanya bertahan kuat kalau tidak kita pelihara baik-baik. Apalagi kalau tidak dikondisikan, maka lama-lama cinta "sejati" itu menjadi pudar. Logika kita mengakui bahwa cinta tidak datang dengan sendirinya, namun anehnya, tidak banyak pasangan Kristen yang memikirkan hal ini sampai keadaan sudah menjadi terlambat, yaitu ketika "tiba-tiba" mereka merasa bahwa hubungan pernikahannya tidak lagi harmonis, dan merasa bahwa mereka telah kehilangan cinta "mula-mula"nya. Ada pepatah yang mengatakan, "Kota Roma tidak dibangun dalam semalam." Saya kira pepatah ini kalau dibalik juga masih berlaku, "Kota Roma tidak hancur dalam semalam" (tetapi saya harus mengakui itu lebih cepat untuk menghancurkan dari pada membangun). Demikian juga dengan perkawinan. Perkawinan yang tidak dipelihara hari demi hari akan berakhir dengan perceraian, sekalipun Tuhan yang telah mempersatukannya. Di dalam Alkitab, Tuhan Allah kita yang Mahakasih berulang-ulang memberikan contoh kepada kita bagaimana Ia memelihara kasih-Nya pada umat-Nya. Berkali-kali manusia mengkianati kasih Allah, namun Allah berkali-kali memperbaharuinya. Kalau bukan Allah yang terus menerus memelihara kasih-Nya pada kita, tidak mungkin kita saat ini masih bisa berkata bahwa kita mengasihi-Nya. Nah, marilah kita mencontoh apa yang Allah telah lakukan bagi kita... Peliharalah perkawinan kita... sebelum terlambat. Beberapa petunjuk praktis dalam artikel di bawah ini mudah-mudahan dapat menolong kita semua untuk mengecek keadaan perkawinan kita masing-masing. Eh.. satu lagi..... bagi suami-suami yang biasa memberi bunga untuk istri anda yang terkasih pada hari Valentine, jangan lupa beli bunga untuknya, ya. ... Bagi suami-suami yang tidak biasa memberi bunga untuk istri anda, tidak ada salahnya untuk memulainya sekarang .... (sedikit boros nggak apa-apa untuk membahagiakan kekasih kita....). Tapi kalau isteri anda alergi bunga, coklat juga masih enak ;-) Selamat hari Valentine! # INTERMEZO Mawar merah adalah kecintaannya, ... namanya sendiri juga Rose (artinya mawar). Dan setiap tahun suaminya selalu mengirimkan mawar- mawar itu, diikat dengan pita indah. Pada tahun suaminya meninggal, ... dia mendapat kiriman mawar lagi. Kartunya tertulis "Be My Valentine like all the years before". Sebelumnya, setiap tahun suaminya mengirimkan mawar, dan kartunya selalu tertulis, "Aku mencintaimu lebih lagi tahun ini, ... Kasihku selalu bertumbuh untukmu seturut waktu yang berlalu ..." Dia tahu ini adalah terakhir kali suaminya mengirimkan mawar-mawar itu. Dia tahu suaminya memesan semua itu dengan bayar di muka sebelum hari pengiriman. Suaminya tentu tidak tahu kalau dia akan meninggal. Dia selalu suka melakukan segala sesuatu sebelum waktunya. Sehingga ketika suaminya sangat sibuk sekalipun, segala sesuatunya dapat berjalan dengan baik. Lalu Rose memotong batang mawar-mawar itu dan menempatkan semuanya dalam satu vas bunga yang sangat indah. Dan meletakkan vas cantik itu di sebelah potret suaminya tercinta. Kemudian dia akan betah duduk berjam-jam di kursi kesayangan suaminya sambil memandangi potret suaminya dan bunga-bunga mawar itu. Setahun telah lewat, dan itu adalah saat yang sangat sulit baginya. Dengan kesendiriannya dijalaninya semua. Sampai hari ini, hari Valentine .. Beberapa saat kemudian, bel pintu rumahnya berbunyi, ... seperti hari-hari Valentine sebelumnya ... Ketika dibukanya, dilihatnya buket mawar di depan pintunya. Dibawanya masuk, dan tiba- tiba seakan terkejut melihatnya. Kemudian dia langsung menelpon toko bunga itu ... Ditanyakannya kenapa ada seseorang yang begitu kejam melakukan semua itu padanya, ... membuat dia teringat kepada suaminya ... dan itu sangat menyakitkan ... Lalu pemilik toko itu menjawabnya, ... "Saya tahu kalau suami Nyonya telah meninggal lebih dari setahun yang lalu ... Saya tahu anda akan menelpon dan ingin tahu mengapa semua ini terjadi ... Begini Nyonya, ... bunga yang anda terima hari ini sudah di bayar di muka oleh suami anda, ... Suami anda selalu merencanakannya dulu dan rencana itu tidak akan berubah. Ada standing order di file saya, dan dia telah membayar semua ... maka anda akan menerima bunga-bunga itu setiap tahun. Ada lagi yang harus anda ketahui, ... Dia menulis surat special untuk anda ... ditulisnya bertahun-tahun yang lalu ... dimana harus saya kirimkan kepada anda satu tahun kemudian jika dia tidak muncul lagi di sini memesan bunga mawar untuk anda ... Lalu, tahun kemarin, saya tidak temukan dia di sini, ... maka surat itu harus saya kirimkan tahun berikutnya ... yaitu tahun ini, ... surat yang ada bersama dengan bunga itu sekarang ... di hadapan Nyonya saat ini." Rose mengucapkan terima kasih dan menutup telepon, ... dia langsung menuju ke buket bunga mawar itu, ... Sedangkan air matanya terus menetes. Dengan tangan gemetar diambilnya surat itu ... Di dalam surat itu dilihatnya tulisan tangan suaminya menulis,
Sumber # ARTIKEL ENGKAU TAK LAGI MEMBERI BUNGA PADAKU Tujuh tanda yang menunjukkan adanya jarak dalam suatu kehidupan pernikahan. Menurut Alkitab, suatu pernikahan yang ideal membuat kita "menjadi satu daging" dengan pasangan kita. Jika rasa kesatuan dan kepenuhan mulai terkikis, hal itu tidak terjadi secara mendadak seperti suatu bencana alam. Tanda-tanda pengikisan mestinya menyadarkan kita tentang adanya suatu bahaya. Anda mendapati diri Anda mencari alternatif lain untuk menggantikan pasangan Anda.
Anda merasa makin jengkel saja dengan tingkah laku pasangan Anda.
Anda tidak menanyakan pada pasangan Anda untuk melakukan sesuatu bagi Anda seperti biasanya.
Anda berhenti berbagi rasa secara detail tentang kehidupan Anda.
Minat Anda terhadap seks berkurang.
Anda mulai menginginkan menjadi pribadi yang berlawanan dengan diri Anda.
Anda menyembunyikan sumber keuangan.
Sumber:
Lagu Tentang Kehendak Tuhan
Editorial:
Dear e-Reformed Netters, Tak terasa kita sudah melewati bulan pertama tahun 2002, dan sekarang kita sudah ada diawal bulan Februari. Bagaimana keadaan anda semua? Bersyukurkah anda dengan hari-hari yang telah anda lalui? Saya berharap kasih dan penyertaan Tuhan senantiasa kita rasakan dan nikmati, sehingga hidup kita boleh selalu memancarkan sukacita ilahi. Biasanya setiap bulan saya selalu mengirim sebuah artikel, tapi karena bulan Februari ini ada perayaan Hari Kasih Sayang (Valentine), maka saya akan mengirimkan dua buah artikel. Satu artikel akan anda nikmati melalui surat saya hari ini. Artikel yang kedua akan saya kirim tgl. 14 Februari 2002 pada perayaan Hari Valentine. Nah, bagi anda yang menyukai musik dan menghargai musik-musik rohani klasik, berikut ini saya kutipkan artikel yang menceritakan secara singkat hidup seorang pengarang lagu yang sangat indah luar biasa, yaitu lagu Have Thine Own Way, Lord. Sebuah lagu yang telah menggugah banyak orang Kristen lahir baru untuk benar-benar mendedikasikan hidup sepenuhnya dalam kehendak Tuhan. Selamat membaca,
Edisi:
024/II/2002
Isi:
Syair lagu Have Thine Own Way, Lord dalam bahasa Inggris: HAVE THINE OWN WAY, LORD [[Syair: Have Thine Own Way, Lord Adelaide A. Pollard adalah seorang wanita yang lain daripada yang lain. Banyak pendapat dan perbuatannya yang bertentangan dengan cara berpikir dan bertindak yang biasa dilakukan oleh kebanyakan orang Kristen. Namun, Nona Pollard persis sama dengan saudara-saudara seimannya dalam satu hal, yaitu: Ia sungguh ingin supaya kehendak Tuhanlah yang terjadi. Keinginannya itu pernah dicetuskannya dalam sebuah nyanyian rohani, yang kini telah menjadi lagu pilihan umat Kristen di seluruh dunia. MENGIKUTI JALANNYA SENDIRI Sejak kecil pengarang wanita itu rupa-rupanya tidak begitu menghiraukan nasihat orang lain: Ia lebih suka mengikuti jalannya sendiri. Bahkan, nama yang diberikan oleh orangtuanya itu tidak berkenan di hatinya. Maka, ia sendiri kemudian mengganti nama itu sehingga "Sarah A. Pollard" menjadi "Adelaide A. Pollard." Nona Pollard yang keras kepala itu memperoleh pendidikan yang baik. Ia lahir pada tahun 1862 di Iowa, dan bersekolah di negara bagian itu. Ia pun bersekolah di daerah-daerah Amerika Serikat yang lain, yaitu: Indiana dan Massachussets. Kemudian, ia menjadi seorang guru di kota Chicago, Illinois. Baik Adelaide maupun seluruh keluarga Pollard adalah orang-orang Kristen yang saleh. Namun, setelah ia dewasa, Adelaide Pollard jarang bertemu lagi dengan sanak saudaranya. Mungkin salah satu sebabnya ialah, karena ia selalu tertarik pada aliran-aliran Kristen yang oleh orang lain dianggap "sekte yang aneh-aneh." Selama beberapa waktu Nona Pollard menyokong usaha seorang penginjil yang mengutamakan penyembuhan ilahi. Menurut kesaksiannya sendiri, Adelaide Pollard disembuhkan dari penyakit kencing manis (walau pada hakekatnya kesehatan itu tetap kurang stabil). Kemudian, ia beralih kepada seorang penginjil lainnya, yang mengutamakan kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya. Nona Pollard bekerja sama dengan penginjil itu untuk mengumpulkan dana agar dapat ikut serta dengan suatu rombongan utusan Injil ke benua Afrika. Akan tetapi, usaha itu gagal. Lalu, Adelaide Pollard mulai mengajar di sebuah sekolah tinggi tempat latihan untuk para calon utusan Injil. Pada waktu ia sudah setengah umur, Nona Pollard akhirnya jadi juga pergi ke Afrika. Akan tetapi, ia hanya sempat melayani di sana selama beberapa bulan saja. Pecahnya Perang Dunia I, memaksanya mengungsi ke negeri Skotlandia. Empat tahun kemudian, barulah ia dapat pulang ke negeri asalnya. Sepanjang hidupnya, bahkan pada waktu ia sudah mulai berusia lanjut, Nona Pollard terus mengembara sambil mengabarkan Injil dan mengajarkan isi Alkitab. Sewaktu-waktu badannya menjadi lemah; hanya pada saat-saat itulah ia pulang ke keluarganya, sampai kesehatannya agak pulih kembali. Menjelang Hari Natal tahun 1934, ketika umurnya sudah 72 tahun, Adelaide Pollard pergi ke stasiun besar di kota New York. Ia membeli sehelai karcis kereta api, karena hendak pergi ke kota Philadelphia untuk berperan serta dalam suatu kebaktian gereja di sana. Namun, Tuhan menghendaki agar Nona Pollard pergi ke suatu tempat tujuan yang lain daripada Philadelphia. Wanita yang sudah tua itu jatuh sakit sementara menunggu kereta api. Dalam waktu yang singkat ia sudah berpulang ke "Stasiun Surgawi" MENGIKUTI JALAN TUHAN Mungkin cara hidup Adelaide A. Pollard itu boleh dianggap agak aneh. Namun demikian, cukup jelaslah bahwa ia seorang wanita Kristen yang melayani Tuhan dengan rajin dan setia. Dalam beberapa hal ia memang bersikeras mengikuti jalannya sendiri. Akan tetapi, dalam hal-hal yang sungguh berarti, ia selalu berusaha mengikuti Yesaya 64:8 jalan Tuhan. Nona Pollard, sama seperti ibunya dulu, suka mengarang syair-syair rohani. Tidaklah diketahui beberapa banyak jumlah karangannya, karena ia tidak suka membubuhi namanya pada semua hasil karyanya. Akan tetapi, paling sedikit satu di antara sajak-sajak rohani buah penanya itu sudah ketahuan rahasia asal-usulnya, yakni: lagu pilihan yang diceritakan dalam artikel ini. Pada suatu masa hampir satu abad yang lalu, Adelaide Pollard rindu sekali untuk pergi ke Afrika sebagai seorang pengabar Injil. Namun, rupa-rupanya jalan menuju ke sana itu tertutup. Pada waktu hatinya diliputi rasa kecewa, ia menghadiri suatu pertemuan doa. Hadir juga pada saat itu seorang wanita Kristen yang sudah lanjut usianya. Dalam doanya, orang yang tua itu tidak memohon berkat-berkat Tuhan, seperti yang biasa dilakukan oleh umat Kristen. Sebaliknya, doanya berbunyi sebagai berikut: "Tidaklah menjadi soal, apa saja yang Tuhan berikan dalam kehidupan kita, hanya saja, semoga kehendak Tuhanlah yang jadi!" Permohonan yang sederhana itu sangat berkesan dalam hati Adelaide Pollard. Ia merasa terdorong untuk memperbarui penyerahan dirinya kepada Tuhan. Kalau memang bukan kehendak Tuhan supaya ia pergi ke Afrika, maka hal itu tidaklah menjadi soal. Sepulangnya dari pertemuan doa itu, Nona Pollard merenungkan dua ayat dari Kitab Nabi Yesaya 64:8 Yeremia: "Pergilah aku ke rumah tukang periuk, dan kebetulan ia sedang bekerja dengan pelarikan. Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya" (Yeremia 18:3-4). Jalan pikiran Adelaide Pollard pada malam itu kira-kira sebagai berikut: Rupa-rupanya hingga kini Tuhan telah membentuk hidupku, seperti tanah liat di dalam tangan-Nya. Akan tetapi, mungkin kemauan keras hendak pergi ke Afrika itu telah membuat hidupku rusak, sehingga Tuhan harus membentuknya kembali 'menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangan-Nya'. Rasa damai menenangkan jiwanya. Dan, pada malam itu juga ia menulis sebuah "Lagu Tentang Kehendak Tuhan", yang sekarang dinyanyikan di seluruh dunia. PANJANG SEKALI UMURNYA Doa berupa syair karangan Adelaide A. Pollard itu dilengkapi dengan musik oleh George C. Stebbins. Ia dilahirkan pada tahun 1846, di negara bagian New York, Amerika Serikat. Pada umur tiga belas tahun ia sempat mengikuti suatu kursus musik. Sejak waktu itu, musiklah yang menjadi bidang kegiatannya sebagai seorang pengikut Kristus, bahkan sampai ia meninggal pada tahun 1945; umurnya 99 tahun! Sebagai seorang pemuda, George Stebbins pindah ke kota besar Chicago. Di sana pekerjaannya merangkap: sebagai anggota staf penerbit musik rohani, dan sebagai pemimpin musik di gereja. Setelah beberapa tahun ia mulai mencurahkan sepenuh waktunya menjadi pemimpin musik di sebuah gereja yang besar. Kemudian ia pun menjadi pemimpin musik dalam kampanye-kampanye kebangunan rohani besar-besaran. Di samping itu semua, ia juga mengarang beratus-ratus lagu rohani. Kampanye-kampanye penginjilan massal itu diadakan bukan hanya di Amerika, melainkan juga di Eropa dan di Asia. Salah satu nyanyian pujian yang paling disayangi hingga kini, pernah dikarang oleh George Stebbins pada saat ia sedang melayani Tuhan di negeri India. Dan, dua di antara lagu-lagu karangannya yang terdapat dalam buku Dua Sahabat Lama, dengan aransemen-aransemen khusus untuk solo, duet, atau kwartet. Pada tahun 1907, George C. Stebbins menerbitkan salah satu dari beberapa buku kumpulan nyanyian pujian yang pernah disusunnya. Untuk koleksi yang baru itu, ia mengarang sebuah melodi yang digabungkannya dengan sebuah syair karangan Adelaide A. Pollard. Maka terbentuklah "Lagu Tentang Kehendak Tuhan", yang telah menjadi sebuah lagu pilihan umat Kristen, baik di Indonesia maupun di mana-mana. Inilah syair lagu "Biarlah KehendakMu Jadi, ya Tuhan" dalam bahasa Indonesia: BIARLAH KEHENDAKMU JADI, YA TUHAN |