Sekilas Hidup Reformator John Calvin di Jenewa dan di Strasburg

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Dari sejarah gereja, kita mengenal beberapa tokoh yang selalu berjuang mereformasi ajaran-ajaran gereja yang tidak sesuai dengan Alkitab dan berusaha mengembalikan ajaran kekristenan pada otoritas yang benar, yaitu Alkitab yang adalah firman Allah, dan kedaulatan Allah atas segala sesuatu. Salah satu tokoh yang kita kenal sebagai reformator yang paling berpengaruh adalah John Calvin.

Teolog asal Perancis ini menjadi tokoh sentral dalam pengembangan dan penyebaran Calvinisme, sebuah sistem teologi yang menekankan pada otoritas Alkitab dan kedaulatan Allah atas segala sesuatu. "Oleh pertobatan yang tiba-tiba terjadi, Allah menaklukkan jiwaku kepada kemauan (untuk menurut)," kata-kata yang beliau ucapkan inilah yang mungkin menjadi titik awal perannya yang sangat besar dalam gerakan reformasi gereja. Calvinlah yang membangun fondasi ajaran Reformed secara sistematis dan paling lengkap. Bagaimana semua itu terjadi? Tentunya semua ini tak lepas dari perjuangan hidup dan pelayanan beliau yang tak kenal lelah itu.

Menyambut Hari Reformasi tanggal 31 Oktober ini, mari kita simak edisi e-Reformed yang menyajikan riwayat hidup dan pelayanan John Calvin. Kiranya perjuangan dan semangat yang Calvin tunjukkan, dapat memberi inspirasi bagi kehidupan Kristen kita saat ini, khususnya semangat untuk mereformasi gereja kita masing-masing.

Untuk melengkapi artikel ini, kami ajak Anda pula untuk menyimak referensi seputar Reformasi, teologi Reformed, dan tokoh Reformasi yang kami tambahkan di bagian bawah artikel ini. Kiranya menjadi berkat.

Redaksi Tamu e-Reformed,
Dian Pradana

http://reformed.sabda.org

Penulis: 
Dr. J.L.Ch. Abineno
Edisi: 
104/X/2008
Tanggal: 
31-10-2008
Isi: 

Sekilas Hidup Reformator John Calvin di Jenewa dan di Strasburg

Pendahuluan

Calvin dilahirkan pada tahun 1509 di Noyon, Perancis Utara. Tahun 1523, ia memulai studinya di sekolah menengah di Paris. Di sekolahnya, ia diarahkan kepada humanisme dan tradisi Abad Pertengahan. Sesuai dengan kemauan ayahnya, ia kemudian melanjutkan studinya di bidang ilmu hukum di Orleans dan di Bourges. Ketika itu, pengaruh humanisme di Perancis sangat besar. Di situ, Erasmus, humanis Belanda, sangat dihormati dan dijunjung tinggi.

John Calvin

Sejak akhir Abad Pertengahan, hubungan antara gereja dan negara erat sekali. Karena itu, orang-orang Perancis sangat memusuhi reformasi. Mungkin dari kawan-kawannya, ia memeroleh bacaan yang memperkenalkannya pada reformasi. Mula-mula, ia tidak merasa tertarik pada "ajaran baru" itu. Tetapi pada akhir tahun 1533, tiba-tiba terjadi perubahan di dalam hidupnya. Calvin sendiri tidak banyak berbicara tentang hal ini. Hanya beberapa kali saja ia menulis tentang pertobatannya. Ia katakan: "Oleh pertobatan yang tiba-tiba terjadi, Allah menaklukkan jiwaku kepada kemauan (untuk menurut)."

Secara teologis, hal ini berarti bahwa sejak saat itu, pengaruh Lutherlah yang memimpin, bukan lagi Erasmus. Ia mau menggunakan ilmunya untuk pelayanan Injil yang ia temukan kembali. Tidak lama sesudah pertobatannya, "penyiksaan" terhadap orang-orang Kristen Perancis yang mengikuti "ajaran baru" itu memaksanya untuk meninggalkan tanah airnya. Mula-mula, Calvin pergi ke Strasburg. Namun tidak lama kemudian, ia melanjutkan perjalanannya ke Basel. Di sini, ia berharap dapat melanjutkan studinya dengan tenang. Di sinilah ia menyelesaikan karyanya, Institutio (edisi pertama). Tahun 1536, karyanya ini diterbitkan dalam bentuk buku. Edisi pertama dari karyanya ini hanya berfungsi sebagai semacam "katekismus" bagi orang-orang Perancis yang mengikuti gereja reformasi.

Pada tahun 1536, Calvin pergi ke Italia. Beberapa waktu lamanya, ia tinggal di istana seorang bangsawan wanita. Dari situ, ia pergi lagi ke sebelah utara dan berencana tinggal di Strasburg atau di Basel. Dalam perjalanannya itu, ia singgah dan bermalam di Jenewa. Pendeta Farel dari Jenewa mendengar bahwa orang muda Perancis -- yang telah ia dengar namanya sebagai seorang anak muda yang pandai -- sedang berada di kotanya. Ia segera pergi mengunjungi Calvin dan meminta dengan sangat agar ia tinggal di Jenewa, supaya keduanya bekerja sama untuk memajukan reformasi di kota itu. Mula-mula, Calvin menolak karena ia ingin belajar dengan tenang. Namun, Farel mendesaknya dengan kata-kata yang keras, bahkan dengan ancaman kutuk. Hal itu melunakkan hatinya, dan Calvin mengambil keputusan untuk memenuhi permintaan Farel.

I

Dalam pelayanannya yang pertama di Jenewa, Calvin bekerja dua tahun lamanya (1536 -- 1538) bersama-sama dengan Farel. Ia mula-mula diangkat oleh Dewan Kota sebagai lektor dan ditugaskan untuk mengajar pengetahuan Kitab Suci di St. Pierre (gedung gereja St. Petrus). Kemudian, Calvin diangkat menjadi pendeta. Tugas mengajar yang dipercayakan kepadanya, ia tunaikan dengan membahas surat-surat Rasul Paulus.

Pada bulan Oktober 1536, Calvin diundang menghadiri diskusi di Lausanne, tempat Farel membela ajarannya tentang "pembenaran oleh iman" serta penolakannya terhadap ajaran Gereja Katolik Roma tentang transsubstansiasi dan seremoni-seremoni gereja itu serta beberapa pokok yang lain.

Calvin juga mengambil bagian dalam diskusi itu. Banyak orang yang hadir, kagum terhadap pengetahuannya akan ajaran bapa-bapa gereja, seperti Tertulianus, Chrysostomus, dan Augustinus, mengenai pokok-pokok yang dibicarakan. Oleh pengetahuannya yang mengagumkan itu, banyak orang dimenangkan untuk reformasi. Nama Calvin segera tersebar ke mana-mana hingga pada tahun 1537, ia dan Farel dapat memulai pekerjaan reformasi mereka di Jenewa.

Pada tahun itu juga, Dewan Kota mengesahkan "Peraturan tentang Pemerintahan (Pimpinan) Gereja". Dalam peraturan itu, antara lain diatur perayaan Perjamuan Malam. Calvin berpendapat bahwa Perjamuan Malam harus dirayakan tiap-tiap minggu. Sungguhpun demikian, ia dapat menerima bahwa perayaan itu hanya diselenggarakan sekali sebulan, yaitu di dalam salah satu dari tiga gedung gereja besar di Jenewa. Untuk itu, perlu diadakan disiplin gerejawi yang dilakukan oleh gereja, dan bukan oleh pemerintah, sama seperti yang terjadi di mana-mana, karena orang mengikuti kebiasaan Luther dan Zwingli. Kita harus ingat -- katanya -- bahwa Kristus adalah Tuhan gereja. Karena itu, pemerintah tidak mempunyai hak untuk mencampuri pelayanan -- soal-soal -- intern gereja. Dengan jalan ini, Calvin menegaskan bahwa Kristuslah yang memerintah gereja, juga hidup lahiriahnya. Dalam ibadah harus dinyanyikan mazmur-mazmur.

Di dalam jemaat, timbul keberatan terhadap pandangan-pandangan di atas. Calvin dituduh sebagai pengikut Arminianisme. Dewan Kota setuju dengan keberatan itu karena Dewan Kota sendiri mau menjalankan disiplin. Dengan demikian, Dewan Kota merendahkan disiplin gerejawi menjadi semacam "pengawasan-polisi". Ketegangan ini mencapai puncaknya pada tahun 1538. Ketika itu diadakan pemilihan Dewan Kota. Dalam pemilihan itu nyata bahwa jumlah terbesar dari anggota-anggota Dewan Kota yang baru memihak kepada orang-orang yang menentang Calvin. Dewan Kota menuntut supaya Jenewa hidup menurut seremoni-seremoni Bern, supaya bejana-bejana baptisan yang dibuat dari batu digunakan lagi, dan supaya dalam Perjamuan Kudus digunakan roti yang tidak beragi.

II

Calvin dan Farel melawan tuntutan pemerintah tersebut. Mereka tidak setuju karena menurut mereka pemerintah sudah bertindak melampaui batas wewenangnya dan mencampuri hal-hal yang hanya boleh diatur oleh gereja. Mereka berjuang memertahankan kebebasan gereja. Sebagai jawaban atas sikap tersebut, pemerintah melarang mereka untuk memberitakan firman dalam ibadah. Namun, mereka tidak menghiraukan larangan itu. Akhirnya, pada bulan April 1538, pemerintah memecat Calvin dan Farel dan menyuruh mereka meninggalkan Jenewa.

Farel pergi ke Neuchatel. Dari situ, ia mengikuti perkembangan-perkembangan yang berlangsung di Jenewa. Calvin merasa tersinggung, tetapi juga senang, sebab kini ia dapat melanjutkan studinya dengan tenang.

Ia mula-mula pergi ke Bern dan sesudah itu ke Basel. Di kota ini, Bucer mengirim surat kepadanya dan memintanya datang ke Strasburg untuk memimpin jemaat Perancis yang terdiri dari orang-orang Perancis yang melarikan diri dan mencari perlindungan di Strasburg. Mula-mula, ia agak ragu. Namun, karena Bucer terus mendesaknya melalui surat-suratnya, akhirnya ia memenuhi permintaan Bucer dan berangkat ke Strasburg.

III

Di kota ini, Calvin bekerja tiga tahun lamanya (1538 -- 1541) sebagai pendeta dari jemaat orang-orang pelarian yang tinggal di Strasburg. Atas permintaan Capito, ia juga segera memulai suatu kursus teologi. Sama seperti di Jenewa, ia juga bekerja keras di Strasburg. Ia berkhotbah empat kali seminggu. Liturgi untuk ibadah, sebagian besar ia ambil alih dari liturgi Jerman yang banyak digunakan di Strasburg. Ciri khas liturgi ini ialah pengakuan dosa, pembacaan kesepuluh firman, penggunaan mazmur-mazmur sebagai nyanyian jemaat dalam ibadah Minggu pagi, dan berlutut ketika berdoa.

Di dalam gedung-gedung besar, Perjamuan Kudus dilayani setiap minggu, tetapi dalam jemaat Perancis dilakukan sekali sebulan. Calvin berpendapat bahwa dalam Gereja Katolik Roma, tugas jemaat di bidang puji-pujian (nyanyian) telah diambil alih oleh paduan suara dan organ. Karena itu, ia hendak mengembalikan tugas itu kepada jemaat. Tahun 1539, ia menerbitkan Kitab Nyanyian Mazmur yang memuat delapan belas mazmur dalam bentuk sajak, tujuh mazmur berasal dari dia sendiri, dan delapan mazmur dari Marot. Di samping itu, ditambahkan juga "sepuluh firman", "nyanyian puji-pujian dari Simeon", dan "Pengakuan Iman Rasuli (Apostolicum)". Kemudian, di Jenewa, ia menugaskan Marot dan Beza untuk menerjemahkan dan menuangkan seluruh kitab Mazmur dalam bentuk sajak, supaya dapat dinyanyikan oleh jemaat. Sebagai melodi untuk mazmur-mazmur ini, digunakan melodi-melodi dari Matthias Greiter, Louis Bourgeois, dan Maitre Pierre. Mazmur-mazmur tersebut dinyanyikan tanpa iringan organ.

Selain Kitab Nyanyian Mazmur, Calvin juga menyusun suatu formulir baptisan untuk memelihara jemaat dari ajaran kaum pembaptis ulang. Tahun 1539, ia menerbitkan edisi kedua dari karyanya, Institutio, yang tiga kali lebih tebal daripada edisi pertama. Dalam edisi kedua ini, ia juga membahas pengetahuan tentang Allah dan manusia, inspirasi Kitab Suci, kesaksian Roh Kudus, dan predestinasi kembar. Di samping itu, ia juga menerbitkan suatu tafsiran tentang surat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma. Banyak ahli menganggap tafsiran ini sebagai suatu contoh dari karya ilmiah dan praktis.

Tahun 1540, ia menikah dengan Idelette de Bure, janda Jean Stordeur dari Luik, yang ia tobatkan dan mengikuti reformasi. Idelette membawa dua anak dari perkawinannya yang pertama. Dari perkawinannya dengan Calvin, ia memeroleh seorang anak laki-laki, tetapi anak itu meninggal dalam usia muda.

Seperti kita ketahui, Calvin adalah seseorang yang mencintai kesatuan gereja. Untuk mencapai kesatuan ini, diadakan diskusi antara teolog-teolog Katolik Roma dan teolog-teolog Protestan. Upaya itu dilakukan berturut-turut di Frankfurt (1539), di Hanegau (1540), di Worms (1540 --1541), dan di Regensburg (1541). Di Frankfurt, ia bertemu dengan Melanchton dan menjalin persahabatan dengannya. Di Regensburg, ia tidak puas dengan formulir-formulir "perdamaian" (antara Gereja Katolik Roma dan gereja-gereja Protestan) yang dirumuskan oleh Melanchton dan Bucer tentang ajaran Gereja Katolik Roma mengenai transsubstansiasi. Menurut Calvin, formulir-formulir itu agak jauh menyimpang dari ajaran reformasi.

IV

Sementara itu, pelayanan dalam jemaat di Jenewa tidak berjalan lancar. Pelayanan itu menemui banyak kesulitan. Pendeta-pendeta baru yang menggantikan Calvin dan Farel tidak memenuhi harapan Dewan Kota. Mereka juga tidak sepandai Calvin dan Farel. Hal itu antara lain terbukti dari surat Sadoletus, Uskup Carpentras. Ia menulis surat kepada jemaat di Jenewa dengan isi yang menarik. Ia mengatakan bahwa ia menolak perpecahan gereja -- maksudnya antara Gereja Katolik Roma dan gereja-gereja Protestan -- dan menyetujui, malahan memuji, firman Allah dan ajaran tentang pembenaran oleh iman. Karena itu, ia membujuk jemaat di Jenewa untuk kembali ke Gereja Katolik Roma. Dewan Kota berusaha untuk memeroleh bantuan dari berbagai pihak. Namun, usaha itu tidak berhasil. Tidak ada orang yang dapat membantu. Karena itu, sebagai usaha yang terakhir, Dewan Kota menulis surat kepada Calvin untuk meminta bantuannya. Calvin setuju. Dalam waktu enam hari, ia mengirim "jawaban" yang diminta oleh Dewan Kota di Jenewa (1539). Jawaban itu begitu baik, sehingga Uskup Sadoletus menghentikan bujukannya kepada jemaat di Jenewa.

Dewan Kota sangat berterima kasih atas surat itu. Karena itu, dalam suatu rapat, mereka mengambil keputusan untuk meminta Calvin kembali ke Jenewa, terutama karena timbulnya ketegangan-ketegangan politik di kota itu. Ketegangan-ketegangan politik itu makin lama makin bertambah besar. Mula-mula, permintaan Dewan Kota itu ditolak Calvin. Ia tidak mau melibatkan dirinya dalam kekacauan politik di Jenewa. Tetapi, pada tahun 1541, Farel menulis surat kepadanya dan meminta dengan sangat supaya permintaan Dewan Kota Jenewa itu diterima. Menurut Farel, Calvin harus melihat permintaan itu sebagai suatu panggilan Allah. Surat Farel itu dapat melunakkan hati Calvin. Ia menulis surat kepada Farel antara lain dengan kata-kata berikut: "Aku memersembahkan hatiku kepada Allah sebagai kurban." Kata-kata ini kemudian ia gunakan sebagai "semboyan" hidupnya.

V

Calvin kembali lagi ke Jenewa pada bulan September 1541 setelah hampir 3,5 tahun lamanya ia meninggalkan kota itu. Masa pelayanan Calvin yang kedua kali di Jenewa ini lamanya 23 tahun. Masa 14 tahun yang pertama (1541 -- 1555) penuh dengan perjuangan. Ia segera mulai dengan "peratuan-peraturan gerejanya". Di situ -- seperti yang telah kita dengar -- tercipta empat macam jabatan: pendeta (untuk pemberitaan firman), pengajar (untuk katekisasi dan pengajaran teologis), penatua (untuk penggembalaan dan disiplin), dan diaken (untuk pelayanan orang miskin dan orang sakit).

Pendeta-pendeta dan penatua-penatua merupakan "konsistori" yang memimpin jemaat dan melayani penggembalaan dan menyelenggarakan disiplin. Untuk pertama kalinya, gereja di Jenewa menjalankan pimpinannya sendiri. Maksud Calvin lebih jauh daripada itu. Ia mau supaya Kristus saja yang memunyai kuasa mutlak di dalam gereja. Dengan kata lain, "kristokrasi" ia jalankan dengan perantaraan pejabat-pejabat-Nya yang tunduk kepada firman-Nya. Dengan jalan itu, terhindarlah setiap campur tangan dari luar. Disiplin diselenggarakan dengan hukuman. Tiap-tiap penatua memunyai wilayahnya sendiri dan berhak mengunjungi tiap-tiap rumah tangga. Ia menciptakan berbagai alat disiplin: nasihat, pengakuan dosa, larangan untuk menghadiri perayaan Perjamuan, dan ekskomunikasi. Kalau semuanya ini tidak membantu, orang-orang yang bersangkutan diserahkan kepada pemerintah.

Pemerintah menghendaki perayaan Perjamuan Malam hanya dilayani empat kali setahun, juga bahwa dalam beberapa hal pemerintah lebih banyak memunyai hak daripada yang dikehendaki Calvin. Tetapi Calvin tidak setuju, juga waktu pemerintah berusaha untuk menguasai dan menyelenggarakan disiplin.

Calvin tidak berkata-kata lagi tentang keharusan untuk menandatangani pengakuan iman. Sebagai gantinya, ia meletakkan dasar yang kuat untuk pengajaran katekisasi dengan jalan menulis sendiri Katekismus Jenewa. Di situ dibahas tentang iman, perintah, doa, dan sakramen. Buku ini kemudian ditiru oleh gereja-gereja lain dan besar sekali pengaruhnya atas Katekismus Heidelberg. Bukan saja pengajaran katekisasi, ia juga menyusun liturgi-liturgi untuk ibadah jemaat. Dalam pekerjaan penyusunannya, ia menggunakan liturgi-liturgi yang ada pada waktu itu sebagai bahan. Namun, ia mengubahnya sesuai dengan liturgi yang digunakan di Strasburg. Dapat kita katakan bahwa Strasburg adalah tempat lahirnya bentuk "liturgi Reformed". Tetapi bentuk itu mula-mula jauh lebih kaya daripada bentuk yang digunakan pada saat ini.

Tadi kita telah mendengar tentang nyanyian jemaat (mazmur-mazmur) yang diusahakan oleh Calvin dan kawan-kawannya, yakni penyair mazmur Perancis, Clement Marot, dan Theodorus Beza (yang melanjutkan pekerjaan Marot). Melodi-melodi untuk nyanyian jemaat itu mula-mula diambil alih Calvin dari melodi-melodi yang digubah oleh Matthias Greiter dari Strasburg. Salah satu di antaranya ialah Mazmur 68 yang kita miliki sampai sekarang. Kemudian, di Jenewa, Calvin menugaskan Louis Bourgeois untuk melengkapi melodi-melodi yang telah ada. Ada 104 melodi yang berasal darinya. Kadang-kadang, ia mengubah lagu rakyat menjadi melodi gerejawi. Ketika Louis Bourgeois berselisih dengan Calvin dan meninggalkan Jenewa, tugasnya diambil alih oleh Maistre Pierre. Strasburg bukan saja tempat lahirnya bentuk "liturgi Reformed", melainkan juga tempat lahirnya "nyanyian Reformed". Nyanyian-nyanyian yang mereka susun memunyai nilai yang sangat besar bagi jemaat, bahkan hingga saat ini. Calvin juga menyuruh agar segala sesuatu yang dapat mengingatkan jemaat kepada gereja Katolik Roma -- seperti mazbah-mazbah, patung-patung, salib-salib, dan organ -- dikeluarkan dari gedung gereja.

Setelah waktu-waktu perjuangan, kini tibalah saatnya Calvin dapat bekerja dengan tenang (1555 -- 1564). Pengaruhnya saat itu makin bertambah besar, juga di bidang politik. Terhadap Bern dan lawan-lawannya, Calvin mengambil sikap bijaksana dan penuh perdamaian.

Sebagian besar pengaruh Calvin diperoleh dari karya-karyanya, terutama dari bukunya, Institutio, juga dari tafsiran-tafsirannya yang mencakup hampir seluruh Kitab Suci, dan kuliah-kuliahnya. Di samping itu, kita juga harus menyebut korespondensinya dengan pemimpin-pemimpin reformasi di hampir seluruh Eropa, terutama dengan orang-orang Perancis yang seiman dengannya. Buku-bukunya ia persembahkan kepada raja-raja dan orang-orang yang ternama di Inggris, Polandia, Swedia, Denmark, dan di tempat-tempat lain. Dengan jalan itu, ia sering menjalin hubungan baik dengan mereka.

Satu hal lagi yang menyebarkan pengaruh Calvin ke mana-mana, yakni Akademi Teologi yang ia dirikan di Jenewa. Mula-mula, akademi itu dipimpin oleh Castellio. Ia tidak bisa diangkat menjadi pendeta karena tidak mengakui Kidung Agung sebagai bagian dari Kitab Suci dan tidak mau menerima pengakuan mengenai "turunnya Yesus ke dalam kerajaan maut". Ketika ia ditegur oleh Dewan Kota, ia tidak terima. Ia lalu meninggalkan Jenewa. Hal itu menyebabkan mutu pendidikan di akademi itu makin lama makin merosot.

Pada tahun 1559, Dewan Kota di Bern mengusir pengajar-pengajar calvinis yang bertugas di Akademi Lausanne. Mereka pergi ke Jenewa, tempat akademi teologi baru dibuka. Yang menjabat sebagai rektor dari akademi itu ialah Theodorus Beza, teman Calvin, yang juga datang dari Lausanne. Akademi itu -- menurut rencana Calvin -- berfungsi sebagai alat untuk mendidik suatu generasi yang baru, yang saleh, dan yang berani berjuang. Bentuk humanitas di sini diisi dengan suatu esensi teokratis yang ketat. Akademi ini merupakan suatu pusat internasional. Banyak tokoh reformasi terkenal pernah belajar di akademi ini, antara lain John Knox (dari Skotlandia), Marnix St. Aldegonde (dari Belanda), dan Caspar Olevianus (salah satu dari penyusun Katekismus Heidelberg yang terkenal juga di Indonesia). Murid-murid ini kemudian menyebarkan reformasi -- sesuai dengan ajaran Calvin -- ke seluruh Eropa.

Calvin menghendaki agar seluruh rakyat di Jenewa ditempatkan di bawah hukum Allah. Untuk itu, bagi tiap-tiap golongan ditetapkan "kemewahannya". Bahkan, orang tidak bebas dalam pemilihan makanan dan pakaian. Maksud Calvin ialah untuk mendidik rakyat agar hidup hemat dan rajin bekerja. Untuk mencapai hal itu, pengaturan disiplin diterapkan secara ketat. Juga perselisihan dalam keluarga, kekerasan dalam pendidikan anak-anak, penipuan dalam perdagangan, dan sebagainya, dikenakan disiplin gerejawi. Dalam hal ini, tidak ada orang yang dikecualikan, juga keluarga Calvin sendiri. Demikianlah gaya hidup yang diciptakan Calvin di Jenewa. Melalui gaya hidup ini, lahirlah suatu generasi baru yang rajin bekerja. Hal itu menambah kesejahteraan hidup di Jenewa. Di mana-mana di Eropa, orang berusaha untuk mengikuti gaya hidup ini.

Persahabatan Calvin

Dalam hidup dan pekerjaannya, Calvin -- di sana-sini -- dipengaruhi oleh reformator-reformator yang lain, juga oleh Bucer, terutama saat mereka bekerja sama di Strasburg. Ia menghargai Bucer. Bucer juga menghargainya. Bukan hanya Bucer, juga pendeta-pendeta di Strasburg. Hal itu mereka ungkapkan dalam "surat kesaksian" yang mereka berikan kepadanya ketika ia berpisah dengan mereka dan akan kembali ke Jenewa. Dalam "surat kesaksian" itu, mereka antara lain mengatakan bahwa Calvin adalah "suatu alat yang sangat berharga dari Kristus, suatu alat ... yang tidak ada bandingannya, kalau ditinjau dari sudut kerajinannya yang luar biasa untuk membangun jemaat dan dari kemampuannya untuk membela dan menguatkannya melalui tulisan-tulisannya".

Sumber: 

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul buku : Bucer & Calvin: Suatu Perbandingan Singkat
Penulis : Dr. J.L.Ch. Abineno
Penerbit : PT BPK Gunung Mulia, Jakarta 2006
Halaman : 1 -- 5

Komentar